KY Optimalkan Peran Masyarakat Pantau Persidangan PBH

NERACA

Kota Bogor - Komisi Yudisial (KY) mengoptimalkan peran masyarakat, dalam memantau persidangan perempuan berhadapan dengan hukum (PBH), dengan menggelar Training of Trainee yang dihadiri oleh perwakilan beberapa universitas, LSM, kementerian, dan lembaga.

Anggota KY Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta di Kota Bogor, Rabu (11/9), menjelaskan KY mengambil fokus pada persidangan perkara PBH yang biasanya dilakukan secara tertutup, dimana siapapun tidak bisa melakukan pemantauan sebagaimana persidangan lainnya.

Padahal, kata Sukma, dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3 tahun 2017, PBH bisa didampingi oleh pendamping atau penasihat hukum. Terutama PBH yang menjadi korban, agar bisa dibantu ketika kesulitan memberi keterangan dalam persidangan.

“Oleh karena itu, yang bisa melakukan pemantauan persidangan adalah pendamping itu,” ucapnya.

Hanya saja, dijelaskan Sukma, dalam praktiknya masih banyak PBH yang dalam persidangan tidak didampingi pendamping maupun penasihat hukum.

Bahkan, Sukma mengatakan, seringkali dalam persidangan perkara yang melibatkan PBH, ada oknum yang kerap menyalahkan perempuan, atau memberikan komentar yang merendahkan perempuan.

“Hal-hal seperti itu yang ingin diberantas oleh Peraturan MA ini, dan kita ingin menjamin bahwa hal tersebut benar-benar terjadi,” jelasnya.

Oleh karenanya, Sukma mengatakan, KY berkolaborasi dengan semua stakeholder, terutama LSM yang terbiasa menerima laporan kasus, agar menjadi pendamping PBH dan menyebarluaskan informasi terkait Peraturan MA tersebut.

“Artinya jangan lagi karena tidak tahu bahwa itu adalah merupakan hak mereka (PBH),  tidak didampingi dan tidak dihargai sebagaimana seharusnya,” kata Sukma. 

Kemudian Komisi Yudisial (KY) menyoroti pentingnya sinergi KY dan publik dalam Pilkada 2024, mengingat peran publik dalam pesta demokrasi merupakan isu strategis untuk mewujudkan peradilan bersih.

Anggota KY Joko Sasmito di Kota Bogor, mengatakan pemantauan Pilkada termasuk pada prioritas nasional di KY, jadi pasti akan dilakukan pemantauan persidangan.

“Dengan adanya pemantauan ini, majelis hakim akan berhati-hati dalam menerapkan hukum acara ataupun perilakunya. Pemantauan punya peran penting agar persidangan dapat berjalan sesuai harapan para pencari keadilan,” ujarnya.

Anggota KY Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta menyebutkan, isu Pilkada yang paling mudah diawasi ialah tindak pidana pemilu seperti money politic, dan kampanye di tempat yang tidak semestinya.

“Yang paling enak adalah masyarakat melihat, masyarakat kita libatkan untuk menjadi pemantau di persidangan,” ujarnya.

Sukma menjelaskan, selama ini KY sering bekerja sama dengan universitas-universitas dan LSM, untuk melakukan pemantauan dalam persidangan Pilkada.

Oleh karenanya, kata Sukma, KY menggelar Training of Trainee terhadap sejumlah stakeholder, untuk bersama-sama memantau persidangan Pilkada di daerah masing-masing.

“Dan KY sendiri untuk pemantauannya mau seperti apa itu sudah ada panduannya. Yang penting adalah kita semua sepakat untuk melakukan ini secara bersama-sama,” jelasnya. 

Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi Yudisial (disingkat KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui DPR dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

Komisi Yudisial merupakan respon dari tuntutan reformasi yang bergulir tahun 1998. Saat itu, salah satu dari enam agenda reformasi yang diusung adalah penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut merupakan wujud kekecewaan rakyat terhadap praktik penyelenggaraan negara sebelumnya yang dihiasi berbagai penyimpangan, termasuk dalam proses penyelenggaraan peradilan.

Sejarah Komisi Yudisial dimulai pada 9 November 2001, saat sidang tahunan Majelis Permusyarawatan Rakyat RI mengesahkan amendemen ketiga UUD 1945. Dalam sidang itulah Komisi Yudisial resmi menjadi salah satu lembaga negara yang diatur secara khusus dalam konstitusi/dasar negara dalam Pasal 24B UUD 1945. Ant

 

BERITA TERKAIT

TII: Pimpinan KPK Harus Terbebas dari Konflik Kepentingan

NERACA Jakarta - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania mengatakan pimpinan…

Komitmen Presiden Jokowi Tingkatkan Daya Saing Pemuda di Bidang Musik - Program AMANAH

NERACA Aceh – Presiden Jokowi telah mampu menanamkan rasa percaya diri yang tinggi pada generasi muda Aceh dan mendorong bahwa…

Indonesia Serahkan Presidensi AALCO ke Thailand

NERACA Jakarta - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Cahyo R Muzhar secara resmi menyerahkan presidensi Sesi…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

TII: Pimpinan KPK Harus Terbebas dari Konflik Kepentingan

NERACA Jakarta - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania mengatakan pimpinan…

Komitmen Presiden Jokowi Tingkatkan Daya Saing Pemuda di Bidang Musik - Program AMANAH

NERACA Aceh – Presiden Jokowi telah mampu menanamkan rasa percaya diri yang tinggi pada generasi muda Aceh dan mendorong bahwa…

Indonesia Serahkan Presidensi AALCO ke Thailand

NERACA Jakarta - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Cahyo R Muzhar secara resmi menyerahkan presidensi Sesi…