DJP: Masih Ada Waktu Hingga Akhir 2024 - BATAS WAKTU PEMADANAN NIK-NPWP

Jakarta-Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan waktu kepada pihak lain, seperti perbankan dalam menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP hingga akhir tahun 2024. Sebelumnya batas akhir waktu pemadanan NIK-NPWP adalah 30 Juni 2024

NERACA

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, pemberian waktu itu diberikan jika sistem yang dimiliki pihak lain terkait belum siap menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP. "Apabila sistem kami maupun pihak lain, contoh kata perbankan, belum cukup siap, akan tetap bisa gunakan sistem NPWP 15 digit angka sebagai transisi sebelum implementasi core tax," ujar Suryo dikutip dari Konferensi Pers APBN KiTa edisi Juni 2024, Jumat (28/6).

Seperti diketahui publik sebelumnya, penerapan NIK sebagai NPWP 16 digit akan diberlakukan mulai 1 Juli 2024. Pemberlakukan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 136 tahun 2023.

Sementara, bagi pihak lain yang sistemnya telah siap menerapkan NIK sebagai NPWP 16 digit, maka pihak lain itu bisa memberikan pelayanan perpajakan menggunakan NIK. "Secara bertahap, kami akan terus melakukan penyesuaian karena alhamdulillah menyesuaikan sistem dari para pihak ini tidak memang sederhana, dan ini yang akan terus kami lakukan," ujar Suryo.

Sebagai informasi, setelah penerapan NIK dan NPWP berlaku, maka nantinya NIK akan digunakan untuk memperoleh layanan administrasi yang mensyaratkan penggunaan NPWP, seperti ekspor impor, perbankan, sektor keuangan, administrasi pemerintahan, perizinan usaha, dan lainnya.

Sebelumnya, Batas pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah sekitar 2 bulan lagi, tepatnya 1 Juli 2024.

Pemadanan NIK dengan NPWP ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah. Sebelumnya, batas pemadanan NIK semula adalah 1 Januari 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti menjelaskan, perpanjangan tersebut lantaran mempertimbangkan keputusan penyesuaian waktu implementasi Coretax Administration System (CTAS) pada pertengahan 2024.

Selain itu, setelah melakukan assessment kesiapan seluruh stakeholder terdampak, seperti ILAP (Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Ketiga Lainnnya) dan Wajib Pajak, maka kesempatan ini diberikan kepada seluruh stakeholder untuk menyiapkan sistem aplikasi terdampak sekaligus upaya pengujian dan habituasi sistem yang baru bagi Wajib Pajak (WP).

Artinya, NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 30 Juni 2024. Sedangkan, NPWP format 16 digit (NPWP baru atau NIK) digunakan secara terbatas pada sistem aplikasi yang sekarang dan implementasi penuh pada sistem aplikasi yang akan datang.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu pernah menyatakan hingga 18 Mei 2024, sebagian besar NIK sudah dipadankan sebagai NPWP. Namun, masih ada 691 ribu Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang perlu dipadankan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Dari total 73,89 juta Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, tersisa sebanyak 691 ribu NIK-NPWP yang masih harus dipadankan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti seperti dikutip Liputan6.com, Senin (20/5).

Adapun Pemerintah memberikan batas waktu NIK sebagai NPWP orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah tidak lama lagi.

Batas waktu pemadanan NIK sebagai NPWP orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi WP orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah akan berakhir pada 1 Juli 2024, atau kurang lebih dua bulan lagi (saat itu).

Suryo Utomo menegaskan bahwa pemadanan NIK-NPWP ini bakal digunakan sebagai nomor untuk bertransaksi dengan DJP dalam core tax administration system.

CTAS akan diimplementasikan pada pertengahan 2024. Akan tetapi, implementasi sistem itu tak berarti meninggalkan sistem lama yaitu Sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP).

SIDJP tetap dapat digunakan dengan ada konversi terutama pada basis informasi wajib pajak dari yang awalnya berdasarkan NPWP menjadi NIK. "Jadi aplikasi tidak kami ubah, tetapi konversi atas NIK dan NPWP yang kami siapkan sehingga sistem yang lama pun masih bisa kami jalankan,” ujarnya.

Suryo menjelaskan, jika wajib pajak (WP) berpotensi mengalami kendala dalam mengakses layanan perpajakan yang mensyaratkan NPWP jika tidak segera memadankan NIK-nya sebagai NPWP hingga batas waktu 30 Juni 2024. Adapun, salah satu kendala yang dimaksud adalah saat ingin memenuhi kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak.

Adapun risiko jika WP lalai tidak melakukan pemadanan NIK-NPWP adalah:  

1. Akses Terbatas ke Layanan Perpajakan Elektronik

Masyarakat yang tidak melakukan pemadanan tidak akan dapat mengakses layanan perpajakan elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP). Layanan ini termasuk pembayaran dan pelaporan pajak yang sangat penting untuk kepatuhan perpajakan.

2. Tidak Dapat Memanfaatkan Core Tax Administration System (CTAS)

Selain itu, mereka juga tidak akan bisa memanfaatkan sistem administrasi perpajakan terbaru seperti Core Tax Administration System (CTAS) atau Taxpayer Account Management (TAM) yang menawarkan berbagai kemudahan dalam manajemen akun pajak.

3. Tarif Pajak Lebih Tinggi

Mereka yang belum memadankan NIK-NPWP akan dianggap tidak memiliki NPWP. Akibatnya, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dikenakan akan lebih tinggi, yaitu 20% lebih tinggi dari tarif normal. Hal ini tentu akan memberatkan beban pajak yang harus ditanggung.

4. Akses Terbatas ke Layanan Pemerintah dan Swasta

Tidak hanya layanan perpajakan, akses ke berbagai layanan yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta juga akan terhambat. Contohnya, pencairan dana pemerintah, layanan ekspor impor, pendirian atau izin usaha, serta layanan perbankan dan sektor keuangan akan sulit diakses tanpa pemadanan NIK-NPWP.

5. Tidak Bisa Menggunakan Layanan Administrasi DJP

Layanan administrasi yang disediakan oleh DJP dan layanan lain yang mensyaratkan NIK/NPWP juga tidak akan bisa diakses. Hal ini dapat menghambat berbagai urusan administrasi yang memerlukan verifikasi identitas melalui NIK atau NPWP. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

PERINGATAN DIREKTUR EKSEKUTIF INDEF: - Jika Deflasi Terus Berulang Bisa Berdampak Buruk

Jakarta-Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan jika terjadi deflasi terus-menerus maka akan…

Koregulasi Jadi Opsi Ideal Atasi Risiko dan Tantangan Transformasi Digital

  NERACA Jakarta – Digitalisasi yang melanda berbagai sektor mentransformasikan sektor-sektor tersebut pada kinerja dan pelayanan yang saling terhubung satu…

PASCA PERETASAN PDNS2 DI SURABAYA: - Menkominfo: Layanan Publik Kembali Aktif pada Juli

Jakarta-Menkominfo Budi Arie Setiadi menegaskan, untuk layanan publik menggunakan PDNS2 bisa melaksanakan pelayanan secara aktif pada Juli 2024 dan di…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PERINGATAN DIREKTUR EKSEKUTIF INDEF: - Jika Deflasi Terus Berulang Bisa Berdampak Buruk

Jakarta-Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan jika terjadi deflasi terus-menerus maka akan…

Koregulasi Jadi Opsi Ideal Atasi Risiko dan Tantangan Transformasi Digital

  NERACA Jakarta – Digitalisasi yang melanda berbagai sektor mentransformasikan sektor-sektor tersebut pada kinerja dan pelayanan yang saling terhubung satu…

PASCA PERETASAN PDNS2 DI SURABAYA: - Menkominfo: Layanan Publik Kembali Aktif pada Juli

Jakarta-Menkominfo Budi Arie Setiadi menegaskan, untuk layanan publik menggunakan PDNS2 bisa melaksanakan pelayanan secara aktif pada Juli 2024 dan di…