Kawasan ASEAN Punya Potensi Wujudkan NZE J

NERACA

Jakarta – Bukan hanya Indonesia yang berkomitmen untuk menjalankan transisi ke arah energi berkelanjutan demi menciptakan ekonomi masa depan dan sustainable. Negara - negara di Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) juga mempunyai paradigma pembangunan energi yang semakin terpusat menuju Net Zero Emission (NZE) dimana transisi menuju energi baru dan terbarukan menjadi pilar utama untuk mencapai tujuan tersebut.

Negara-negara di ASEAN diberkahi dengan sumber daya energi yang beragam dan berlimpah, khususnya sumber daya energi terbarukan yang berjumlah lebih dari 17.000 Giga Watt (GW) yang sebagian besar berasal dari tenaga surya 15.602 GW dan angin 1.255 GW. Sedangkan cadangan gas sekitar 130 Trillion Cubic Feet (TCF) terutama berasal dari Indonesia 44 TCF, Malaysia 32 TCF, dan Vietnam 22,8 TCF.

"ASEAN dengan sumber daya energi bersih dan terbarukan yang sangat besar telah melakukan upaya terbaiknya dalam menerapkan transisi energi untuk mencapai Net Zero Emission pada pertengahan abad ini," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif di Jakarta.

Proses menuju NZE melalui transisi energi telah dilakukan Indonesia untuk menuju energi bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber energi.

"Untuk Indonesia, kami telah mengembangkan peta jalan transisi energi untuk mencapai Emisi Nol Bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dalam peta jalan ini, kami bertujuan untuk mengembangkan 700 GW energi terbarukan dalam bauran energi, yang berasal dari tenaga surya, air, laut, panas bumi, dan nuklir," lanjut Arifin.

Guna mendukung negara-negara ASEAN menuju NZE, Indonesia berencana akan membangun Super Grid untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan, sekaligus menjaga stabilitas dan keamanan sistem kelistrikan. Hal ini akan membuka peluang untuk terhubung dengan ASEAN Power Grid.

Sementara itu, target menuju Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 mendatang masih memiliki beragam tantangan. Proses transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT) akan kandas di tengah jalan apabila tidak memiliki perencanaan secara matang serta mengesampingkan ketahanan energi di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan, "kita harus meningkatkan ketahanan energi dengan mempercepat energi bersih transisi dan mengurangi kebutuhan impor dan konsumsi bahan bakar fosil. Ketahanan energi menjadi semakin penting dalam perjalanan menuju net-zero."

Dadan mengingatkan, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mencapai netralitas karbon tersebut, Indonesia menjadikan program dekarbonisasi tidak hanya di sektor ketenagalistrikan saja, namun menyentuh juga ke sektor konsumsi energi yang terdiri dari industri, transportasi, perumahan dan sektor komersial.

"Di sektor industri, bisa dilakukan dengan meningkatkan pangsa listrik, meningkatkan energi efisiensi, menerapkan hidrogen sebagai substitusi gas dan biomassa sebagai substitusi bahan bakar fosil, menerapkan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) untuk semen, industri kimia dan baja. Di sektor transportasi, melanjutkan pemanfaatan biofuel, mempercepat kendaraan listrik, menerapkan penggunaan hidrogen untuk truk, Bahan bakar ramah lingkungan untuk kendaraan, dan kapal listrik untuk jarak pendek. Sementara di sektor rumah tangga dan komersial, dengan mengganti LPG dengan kota gas, kompor induksi, dan dimetil eter; dan meningkatkan penggunaan tinggi peralatan hemat energi," papar Dadan.

Dalam peta jalan yang dibuat pemerintah menuju NZE, strategi utama di sisi pasokan adalah pengembangan besar-besaran produk-produk baru dan energi terbarukan, penghentian bertahap pembangkit listrik berbahan bakar fosil, konversi dari pembangkit listrik tenaga diesel menjadi gas dan terbarukan serta pemanfaatan rendah emisi teknologi seperti teknologi CCS/CCUS, hidrogen dan nuklir

"Mulai tahun 2030 pengembangan Variable Renewable Energy (VRE) Solar PV semakin meningkat secara besar-besaran, disusul pembangkit listrik tenaga angin mulai tahun 2037. Nuklir akan komersial pada tahun 2039 untuk meningkatkan keandalan sistem tenaga. Itu kapasitas akan ditingkatkan hingga 31 GW pada tahun 2060. Sementara hidrogen akan mulai diproduksi dari pembangkit listrik energi terbarukan pada tahun 2031 untuk transportasi dan industry," jelas Dadan.

 

BERITA TERKAIT

ISF 2024, Momen Penting untuk Aksi Keberlanjutan Global

NERACA Jakarta – Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 resmi dibuka hari ini di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta (5/9), menandai…

Optimasliasi Blok Migas Sanggup Kerek Produktivitas

NERACA Bali – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tengah mempersiapkan langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi melimpah…

Indonesia Tawarkan Hilirisasi Batubara ke Tiongkok

NERACA Bali – Pemerintah Indonesia menawarkan ke Tiongkok untuk mengembangkan dan peningkatan nilai tambah (PNT) batubara dalam bentuk produk lain,…

BERITA LAINNYA DI Industri

ISF 2024, Momen Penting untuk Aksi Keberlanjutan Global

NERACA Jakarta – Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 resmi dibuka hari ini di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta (5/9), menandai…

Optimasliasi Blok Migas Sanggup Kerek Produktivitas

NERACA Bali – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tengah mempersiapkan langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi melimpah…

Indonesia Tawarkan Hilirisasi Batubara ke Tiongkok

NERACA Bali – Pemerintah Indonesia menawarkan ke Tiongkok untuk mengembangkan dan peningkatan nilai tambah (PNT) batubara dalam bentuk produk lain,…