NERACA
Jakarta – Polemik soal penggunaan dana haji mulai muncul usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar penggunaan dana haji yang selama ini diinvestasikan bisa dialihkan ke sektor infrastruktur. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan dana akan pembangunan infrastruktur yang cukup menguras dana.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatatkan dana abadi umat yang sudah diinvestasikan di Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) hingga 21 Juli 2017 senilai Rp 36,70 triliun. Pemerintah sampai dengan saat ini sudah menerbitkan 18 seri Sukuk Berharga Syariah Negara (SBSN) dan merupakan jenis SDHI. “Penempatan dana haji pada SBSN, total outstanding SDHI sampai 21 Juli 2017 senilai Rp 36,70 triliun,” ujar Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Pembiayaan Syariah DJPPR, Suminto di Jakarta, Selasa (1/8).
Dari data DJPPR Kemenkeu, pemerintah sudah menerbitkan 18 seri SDHI dengan tanggal penerbitan paling awal 11 April 2011. Jatuh tempo paling lama hingga 13 Agustus 2029. Sedangkan nominal penerbitan SBSN yang merupakan jenis SDHI tertinggi seri SDHI-2022A senilai Rp 3,34 triliun yang diterbitkan 21 Maret 2012 dan tenor hingga 21 Maret 2022.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa penggunaan dana haji senilai Rp 90 triliun harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, terlebih lagi saat ini telah dibentuk Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Yang penting jangan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada," ucap Jokowi.
Lebih lanjut Jokowi mengingatkan bahwa dana haji adalah dana umat, sehingga unsur kehati-hatian harus melekat pada penggunaan dana tersebut. "Harus prudent, harus hati-hati. Silakan mau dipakai untuk infrastruktur. Saya hanya memberikan contoh, silakan dipakai untuk Sukuk, silakan ditaruh di bank syariah. Banyak sekali macamnya," kata Presiden.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menginginkan, dana haji umat yang mencapai Rp 90 triliun dapat diinvestasikan ke berbagai instrumen investasi, seperti portofolio surat utang negara (SUN) maupun pembangunan infrastruktur. "Dana haji adalah dana umat yang berencana naik haji, di mana mereka harus menunggu 7 tahun atau lebih. Dana haji dikelola secara profesional oleh lembaga dana haji supaya dana itu tidak berkurang sehingga umat bisa melaksanakan ibadah haji sesuai perencanaan," jelas Sri Mulyani.
Mekanisme pengumpulan dan pengelolaan dana, diakui Sri Mulyani tergantung pada lembaga dana haji. Namun pemerintah selama ini menyiapkan instrumen investasi yang dapat dipilih untuk dana haji tersebut, seperti SUN yang di dalamnya ada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). "Mereka bisa membeli SUN atau SBSN dari pemerintah karena dianggap investasi paling aman. Jadi hubungan pemerintah dan lembaga dana haji adalah secara profesional. Mereka mengelola dana haji dari masyarakat, dan pemerintah menyediakan instrumen," terang Sri Mulyani.
"Investasi adalah pilihan. Tapi saya tekankan dana haji adalah dana umat yang harus dikelola secara hati-hati, transparan, dan akuntabel dengan menerapkan tata kelola yang baik. Tentunya juga harus bebas dari korupsi," tegasnya.
Dikelola Hati-Hati
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak bisa gegabah dalan menginvestasikan dana milik calon jemaah haji. Menurutnya, pengelolaan harus harus sesuai dengan lima asas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Ayat 2 beleid itu mengatur bahwa pengelolaan keuangan haji berasaskan pada lima asas, yakni prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Karena itu, dana haji harus dikelola dengan penuh kehati-hatian.
"BPKH harus menghitung betul agar tidak menimbulkan kerugian. Harus ada nilai manfaat sesuai dengan aturan yang ada dan betul-betul bisa dipastikan imbal hasil dari investasi yang dipilihnya kembali untuk kepentingan jamaah haji itu sendiri," kata Menag.
Menag menjelaskan bahwa dana haji terhimpun dari tiga sumber, yaitu setoran awal jemaah haji, hasil efisiensi penyelenggaraan ibadah haji, serta nilai manfaat dari penempatan dana setoran awal di bank-bank dan sebagian lagi dibelikan sukuk (SBSN). Menurutnya, selama ini dana haji ditempatkan pada rekening dan deposito yang oleh para ekonom dilihat sebagai investasi yang kurang menguntungkan. Oleh karenanya, merujuk pada UU Nomor 34 Tahun 2014, BPKH memiliki kewenangan untuk mengelola dana haji agar nilai manfaatnya bisa lebih besar untuk jamaah. "BPKH juga wajib menyusun rencana strategis untuk jangka waktu lima tahun," kata Lukman.
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Umum I Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Alexandra Askandar meyakini, bank-bank nasional tetap mengedepankan sikap…
NERACA Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) membukukan laba bersih sebesar Rp904 miliar pada kuartal I-2025,…
NERACA Jakarta – Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia memiliki lebih dari 650 ribu masjid dan musala.…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Umum I Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Alexandra Askandar meyakini, bank-bank nasional tetap mengedepankan sikap…
NERACA Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) membukukan laba bersih sebesar Rp904 miliar pada kuartal I-2025,…
NERACA Jakarta – Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia memiliki lebih dari 650 ribu masjid dan musala.…