Program MBG Harusnya Prioritaskan Siswa Tidak Mampu

 

 

NERACA

Jakarta – Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho mengusulkan agar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memprioritaskan siswa dari keluarga kurang mampu agar lebih efektif dan tidak terlalu membebani keuangan negara.

Wisnu menyebut program berskala nasional itu berisiko mengalami pemborosan karena sifatnya yang universal, dimana anak-anak dari keluarga mampu pun menerima manfaatnya meskipun sebenarnya tidak membutuhkan.

"Sulitnya pemantauan terhadap kualitas makanan juga menjadi tantangan tersendiri. Sulit untuk memastikan bahwa setiap makanan yang disajikan benar-benar memenuhi standar gizi dan kualitas yang ditetapkan," ujar dia, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Dengan anggaran yang terbatas, menurut dia, program itu sebaiknya difokuskan pada anak-anak dari keluarga kurang mampu terlebih dahulu. Selain itu, Wisnu juga mengusulkan alternatif lain seperti pemberian subsidi bahan pangan bagi keluarga miskin, voucher makanan, atau insentif bagi sekolah untuk menyediakan makanan bergizi dengan pendanaan yang lebih fleksibel.

Menurut dia, tantangan utama dari program ini bukan hanya persoalan anggaran, tetapi juga aspek distribusi dan pengadaan bahan makanan. Wisnu menilai pemerintah bisa mengambil pelajaran dari negara-negara lain yang telah menjalankan program serupa dengan lebih efektif.

Di Amerika Serikat, misalnya, program makan gratis di sekolah menjadi bagian dari kebijakan nasional dengan skema "Farm to Table" dengan didanai oleh Sustainable Agriculture Research and Education (SARE) dan melibatkan petani, peternak, pendidik, serta komunitas lokal untuk memastikan distribusi makanan lebih merata dan efisien.

"Program ini bertujuan untuk mengembangkan sistem distribusi yang lebih inovatif, memberikan akses terhadap makanan lokal yang bergizi kepada anak sekolah, serta membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah sehingga ongkos logistik lebih murah dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin," ujar dia.

Selain itu, program "National School Lunch Program (NSLP)" yang diterapkan di AS juga bisa menjadi referensi bagi pemerintah Indonesia. Program ini berfokus pada anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan memiliki standar gizi ketat sesuai dengan Healthy, Hunger-Free Kids Act (HHFKA) 2010.

"Pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung program ini, dengan melibatkan dapur dan pemasok makanan lokal yang terpercaya agar kualitas gizi tetap terjaga," ujar Wisnu. Ia menilai, pendekatan serupa bisa diterapkan di Indonesia untuk memastikan MBG tidak hanya menjadi kebijakan populis dalam jangka pendek, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Menurut Wisnu, jika sistem pengelolaan MBG terlalu sentralistik, ada kemungkinan hanya vendor besar yang akan mendapatkan keuntungan dari pengadaan makanan, sementara petani kecil dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal akan tersingkir.

Agar lebih efektif, ia menyarankan agar pemerintah daerah diberikan kewenangan lebih besar dalam pelaksanaan program karena lebih memahami kondisi lokal dan dapat memberdayakan UMKM serta petani kecil dalam penyediaan bahan pangan. Selain itu, ia juga menyarankan agar pengawasan terhadap program ini diperketat dengan melibatkan audit independen dan partisipasi masyarakat dalam pemantauan.

Untuk menjamin keberlanjutan program tanpa mengorbankan sektor lain, Wisnu menyarankan agar pemerintah lebih selektif dalam mengalokasikan anggaran tanpa merugikan sektor esensial seperti pendidikan dan kesehatan. "Alternatif pendanaan mencakup peningkatan efisiensi belanja pemerintah dengan pemangkasan anggaran sebaiknya dilakukan secara hati-hati agar tidak merugikan sektor penting," kata dia.

Meskipun menuai pro dan kontra, Wisnu memandang potensi positif dari program MBG dalam jangka panjang, terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. "Dalam jangka panjang, program ini juga dapat berdampak positif pada produktivitas tenaga kerja," ujar dia.

BERITA TERKAIT

Kemenkeu Jelaskan Pendanaan Rp16,6 Triliun ke Bulog

    NERACA Jakarta - Kementerian Keuangan menyatakan pendanaan senilai Rp16,6 triliun kepada Perum Bulog bertujuan untuk memastikan ketahanan pangan…

BI : Peringkat Kredit RI di BBB Tunjukkan Keyakinan Internasional

  NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyampaikan, keputusan lembaga pemeringkat Fitch untuk memberikan peringkat kredit negara (sovereign credit rating/SCR)…

Indonesia Punya Peluang Pasarkan Jasa Penyimpanan Karbon

    NERACA Jakarta – Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Kemenkeu Jelaskan Pendanaan Rp16,6 Triliun ke Bulog

    NERACA Jakarta - Kementerian Keuangan menyatakan pendanaan senilai Rp16,6 triliun kepada Perum Bulog bertujuan untuk memastikan ketahanan pangan…

BI : Peringkat Kredit RI di BBB Tunjukkan Keyakinan Internasional

  NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyampaikan, keputusan lembaga pemeringkat Fitch untuk memberikan peringkat kredit negara (sovereign credit rating/SCR)…

Program MBG Harusnya Prioritaskan Siswa Tidak Mampu

    NERACA Jakarta – Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho mengusulkan agar Program Makan Bergizi Gratis (MBG)…