Minimnya informasi dan literasi di masyarakat masih menjadikan anggapan penyakit kusta sebagai kutukan. Alhasil, mereka penderita penyakit kusta selalu dikucilkan di tengah masyarakat dan bukan sebaliknya bagaimana mencegah dan penyebarannya.
Kata dokter Rehabilitasi Medis, Luh Karunia Wahyuni mengungkapkan, pencegahan kusta menjadi hal penting yang untuk dilakukan guna mengendalikan penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.“Setelah dipelajari itu tadi masalahnya bukan penyakit (kusta) sendiri, itu sudah ada tantangan pengobatan, tapi kita harus memikirkan pencegahan kalau ada deformitas (perubahan bentuk atau kerusakan pada bagian tubuh) kita harus mencegah lagi,” ujar dokter Luh dalam webinar di Jakarta, kemarin.
Pencegahan, kata dia menjadi hal krusial yang harus dilakukan sejak awal, pasalnya penyakit kusta selain bersifat kronis juga memiliki gejala utama yakni menyerang syaraf tepi. Serangan bakteri pada syaraf tepi berimbas tak adanya sensasi rangsangan seperti tidak mampu merasakan suhu, tekanan rasa sakit atau disebut mati rasa di sejumlah bagian tubuh misalnya mata, tangan, wajah hingga kaki.“Misalnya pasien ada luka banyak di telapak kaki tidak merasakan ada luka, tentu ada infeksi yang berikutnya dan jangan lupa misalnya ternyata pasien merokok, ada diabetes dan lambat laun tergesek, tertekan terus, tergesek terus tidak merasakan apapun lama-lama menjadi tulangnya menjadi kontraktur (kaku), sendi menjadi tak bisa digerakkan lambat laun karena lemah jadi respons itu itu tulangnya bisa lepas itu yang ditakutkan,” jelasnya.
Dengan kondisi itu maka tak hanya penyembuhan dari bakteri penyebab kusta, namun juga diperlukan penyembuhan melalui rehabilitasi medis. Rehabilitasi medis menjadi hal yang patut dilakukan, hal ini untuk memperbaiki kerusakan lain yang diakibatkan serangan awal dari bakteri. Mati rasa di sejumlah bagian tubuh yang menjadikan bagian tubuh menjadi kaku serta kurang merespons sejumlah rangsangan dapat diobati melalui rehabilitasi medis.
Gangguan di sejumlah bagian tubuh tersebut lantas mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti kemampuan tangan menggenggam, kaki menapak saat dan lainnya.“Itulah pentingnya ada tindakan rehabilitasi, dampak-dampak ikutannya itu sudah ada dari awal harus diobati,” kata dokter Luh.
Indentifikasi Gejala Awal
Dirinya pun menyerukan kepada berbagai pihak untuk bersama-sama mengeliminasi penyakit kusta melalui pencegahan serta mengidentifikasi gejala awal penyakit kusta. Terlebih di sejumlah wilayah di Indonesia diakuinya masih terdapat kantong-kantong atau daerah yang menjadi endemik kusta yang belum dapat teratasi yang menyebabkan Indonesia masuk dalam jajaran nomor 3 negara dengan penyakit kusta terbesar."Kemudian seringkali berada di wilayah yang memang ada kantong-kantong di Indonesia yang harus diakui belum bisa kita tuntaskan. Kita, Indonesia masih nomor 3 di dunia yang belum teratasi sehingga ini jadi tantangan untuk mengatasi," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, riset hingga teknologi pendukung penanganan penyakit kusta yang dihadirkan melalui produk dengan kuantitas tinggi atau produk massal menjadi hal yang patut dihadirkan di Indonesia.“Untuk kusta tantangan sekali lagi menerjemahkan yang teknologi canggih ini menjadi hal yang masal. Teknologi tantangan,” ujar dokter Luh.
Dirinya menjelaskan bahwa lewat pengembangan produk massal untuk penanganan kusta, sebagaimana yang telah dilakukan oleh India maka mampu mendukung mengeliminasi jumlah penderita kusta. Pengobatan primer dan sekunder akibat penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ini dapat dilakukan secara tuntas sehingga dampak lain penyakit ini dapat diselesaikan serta penderita dapat beraktivitas secara normal.“Kita harus mengakui di India sudah bisa lakukan riset untuk hal yang begitu canggih menerjemahkannya menjadi produk yang digunakan secara populasi atau massal, untuk yang wilayah ada kantong-kantong (wilayah yang tinggi penularan kusta) itu,” katanya.
Dia mengakui, hingga kini pihaknya memang tengah mengembangkan teknologi menjadi sejumlah produk untuk mendukung rehabilitasi kusta. Pada tahap yang tak lagi fokus pada infeksi bakteri ini, pasien bisa dibantu dengan produk medis yang berbasis teknologi misalnya kaki palsu yang dibantu dengan robotik untuk kembali menormalkan sistem sensorik dan motorik yang tergangggu (dampak sekunder).“Ada alas kaki spesifik, analisa pola jalan namun untuk kusta tantangannya adalah bagaimana kita menerjemahkan hal yang keilmuan canggih menjadi hal yang bersifat di populasi, tantangan kita bersama,” ujarnya pula.
Dengan pengembangan teknologi sebagaimana yang dilakukan di India, dia berharap pada masa mendatang Indonesia juga mampu menghadirkan produk medis untuk mendukung pasien dalam tahap rehabilitasi penyakit dengan harga yang murah, terjangkau dan dapat diakses dengan mudah.
Dirinya juga menyoroti akses penderita kusta terhadap kesehatan patut menjadi perhatian bersama. Pasalnya masih ada stigma-stigma negatif yang berkembang di masyarakat yang menyebabkan pasien enggan berobat.“Ada komponen khusus stigma ada anggapan hal ini sesuatu yang masih belum kita tangani itu. Ini juga mempengaruhi bagaiman akses pasosen terhadap kesehatan,” pungkasnya.
Wujudkan generasi Indonesia Emas 2045, tentunya faktor kesehatan menjadi hal penting yang harus diperhatikan bagi anak-anak sejak dini dan termasuk…
Dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia pada 4 Februari 2025, kita diingatkan untuk lebih peduli dengan kesehatan kita. Kanker, yang…
Populix baru-baru ini meluncurkan laporan bertajuk “Understanding Indonesia’s Sports Trends” yang meneliti minat masyarakat Indonesia terhadap aktivitas olahraga. Penelitian ini…
Minimnya informasi dan literasi di masyarakat masih menjadikan anggapan penyakit kusta sebagai kutukan. Alhasil, mereka penderita penyakit kusta selalu dikucilkan…
Wujudkan generasi Indonesia Emas 2045, tentunya faktor kesehatan menjadi hal penting yang harus diperhatikan bagi anak-anak sejak dini dan termasuk…
Dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia pada 4 Februari 2025, kita diingatkan untuk lebih peduli dengan kesehatan kita. Kanker, yang…