NERACA
Tangerang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta para pelaku usaha dan distributor tidak mempermainkan harga MINYAKITA yang merupakan program minyak goreng rakyat (MGR). Kemendag juga akan terus melakukan pengawasan secara intensif untuk melindungi konsumen, serta menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga MINYAKITA.
Menteri Perdagangan Budi Santoso melakukan ekspose di Kabupaten Tangerang. Dalam ditemukan hasil pengawasan distribusi MINYAKITA yang diduga melanggar sejumlah ketentuan. Ekspose dilakukan di PT NNI di Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten.
Ekspose temuan tersebut merupakan hasil pengawasan yang dilakukan secara intensif oleh Direktorat Tertib Niaga, Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga(PKTN), Kemendag.
“Kami mengingatkan para pelaku usaha dan distributor untuk tidak berlaku curang dan tidak mempermainkan harga MINYAKITA. Pemerintah akan bertindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan yang berlaku. Ini karena untuk kepentingan nasional, untuk kepentingan rakyat sehingga harga MINYAKITA terjangkau oleh masyarakat,"tegas Budi.
Kemendag mendapati sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan PT NNI. Pertama, meskipun masa berlaku Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) untuk MINYAKITA sudah habis, PT NNI masih memproduksi MINYAKITA.
Hal tersebut melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Kedua, PT NNI tidak memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk MINYAKITA, tetapi masih memproduksi MINYAKITA. Hal ini melanggar UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Ketiga, PT NNI tidak memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 82920 atau Aktivitas Pengepakan sebagai syarat wajib repacker minyak goreng. Hal tersebut melanggar UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Keempat, PT NNI telah memalsukan Surat Rekomendasi Izin Edar yang seolah-olah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. Ini melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kelima, PT NNI memproduksi MINYAKITA menggunakan minyak goreng non-DMO. Produksi MINYAKITA menggunakan minyak goreng non-DMO telah melanggar Permendag 18/2024 Tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.
"Seharusnya MINYAKITA diproduksi menggunakan minyak goreng DMO. Pengemasan dengan menggunakan minyak goreng komersil menyebabkan harga jualnya melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar Rp15.700/liter,” ungkap Budi.
Keenam, PT NNI juga memproduksi MINYAKITA yang diduga tidak sesuai dengan ukuran yang tertera dalam kemasan yaitu kurang dari 1 liter. Hal tersebut melanggar UU Nomor 19 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
"Pemerintah berkomitmen untuk senantiasa melindungi konsumen. Dengan adanya ketidaksesuaian isi MINYAKITA dengan ukuran yang tertera dalam kemasan tentunya sangat merugikan konsumen,” kata Budi.
Sebagai informasi, PT NNI sebagai repacker menjual MINYAKITA seharga Rp15.500/liter. Seharusnya yang dijual itu Rp14.500/liter. Hal itu mengingat PT NNI yang berstatus sebagai repackermerupakan distributor lini kedua (D2). Kemendag mengatur harga jual MINYAKITA di berbagai tingkat rantai distribusi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1028 Tahun 2024. Dalam regulasi itu, harga jual Minyakita dari produsen ke D1 ditetapkan Rp13.500/liter. Untuk harga jual Minyakita dari D1 ke D2 dan dari D2 ke pengecer, masing-masing dibanderolRp14.000/literdanRp14.500/liter. Adapun HET MINYAKITA di tingkat konsumen ditetapkan Rp15.700/liter.
MenurutBudi, ini salah satu indikasi penyebab harga MINYAKITA masih naik. Budi memastikan, Kemendag akan terus melakukan pengawasan terhadap peredaran MINYAKITA. Kemendag telahmenyegel dan memasang garis Tertib Niaga atas 7.800 botol dan 275 dus dengan isi 12 liter MINYAKITA.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Moga Simatupang menjelaskan, pelaku usaha bila terbukti melanggar ketentuan SNI dapat dikenakan sanksi lima tahun penjara atau denda Rp5 miliar.
Sanksi ini diatur dalam pasal 114 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Sedangkan bila terbukti melanggar perlindungan konsumen dapat dikenakan sanksi lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp2miliar. Sanksi ini diatur dalam pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. “Jadi, dapat dikenakan pasal berlapis,” pungkas Moga.
NERACA Tangerang – Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi memaparkan empat kiat bagi seluruh insan penggerak koperasi agar koperasi yang dikelolanya…
Kupang – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman angkat suara terkait persoalan petani dan industri singkong di Lampung. Kata Amran, pihaknya…
NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap bersinergi mendukung ekspor oleh usaha mikro,…
NERACA Tangerang – Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi memaparkan empat kiat bagi seluruh insan penggerak koperasi agar koperasi yang dikelolanya…
Kupang – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman angkat suara terkait persoalan petani dan industri singkong di Lampung. Kata Amran, pihaknya…
NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap bersinergi mendukung ekspor oleh usaha mikro,…