Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik
Masuknya RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) jilid tiga dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025 telah mengundang perdebatan publik berupa pro kontra. Dialam demokrasi hal demikian lumrah terjadi sebagai wujud kepedulian masyarakat terhadap bangsa dan negara. Jika demikian alurnya, sebaiknya sebelum menggulirkan tax amnesty jilid tiga, alangkah baiknya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terkait program tax amnesty jilid 1 dan jilid 2 terlebih dahulu, sebelum menggulirkan tax amnesty jilid 3, sehingga hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar penyempurnaan tax amnesty jilid 3.
Pengampunan pajak merupakan pemaafan dalam bentuk penghapusan pajak yang seharusnya terutang, dengan tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan maupun sanksi pidana dalam bidang perpajakan. Konsep pemaafan tersebut diimbangi dengan membayar uang tebusan dengan berbasis pengungkapan harta. Seperti tax amnesty sebeumnya, pada kebijakan tax amnesty jilid tiga ini juga terdapat pro kontra atas diberlakukannya tax amnesty.
Bagi pihak yang pro, beragumentasi bahwa tax amnesty dibutuhkan dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak dengan nilai yang signifikan dalam waktu yang relatif singkat, mendorong kepatuhan dan penghimpunan informasi. Dari sisi pihak yang kontra mengemukakan antara lain, adanya ketidak adilan bagi Wajib Pajak yang jujur, menimbulkan moral hazard bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan tax amnesty, terjadinya kehilangan penerimaan (revenue foregone).
Bagi Wajib Pajak patuh menilai kegagalan pemerintah dalam menerapkan penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak patuh, bahkan bagi pengemplang pajak sekalipun. Karena tax amnesty memberikan insentif bagi wajib pajak yang tidak patuh dan disinsentif bagi wajib pajak patuh. Secara teoritis latar belakang tax amnesty, antara lain terdapatnya short fall penerimaan pajak, kepatuhan pajak rendah dan adanya tax evasion yang relatif marak.
Diharapkan dengan kebijakan tax amnesty akan adanya kepastian hukum, khususnya bagi wajib pajak yang mengikutinya, repatriasi dana, peningkatan penerimaan pajak serta bertambahnya basis pajak. Dalam prakteknya terdapat beberapa jenis tax amnesty (Silitonga, 2006), antara lain:
Keadilan Sosial
Bicara pajak juga bicara keadilan sosial, yang menurut Suseno keadilan sosial merupakan keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur ekonomi, politik sosial dan budaya dalam masyarakat (Magnis-Suseno, 2018). Kondisi itu hanya bisa dilakukan negara melalui kebijakan berkeadilan yang punya dampak besar.
Menurut penulis, keberlakuan tax amnsty jilid tiga, sepanjang norma maupun sasarannya dirumuskan dengan baik, akan mewujud pada keadilan sosial untuk kepentingan bersama. Hal itu pernah dilakukan melalui rumusan Undang-Undang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan No.9/2017. Pilihan nilai-nilai hukum merupakan keniscayaan yang tidak boleh disikapi secara kaku. Pilihan nilai serta penerapan nilai dalam rumusan norma tax amnesty adalah juga bagian dari cara berfikir melakukan penegakan hukum. Makna ‘penegakan hukum’ tidak melulu berarti penghukuman.
Proses melakukan perbaikan sesuai norma hukum, pun bermakna penegakan hukum. Bahkan upaya pencegahan pun (preventive) merupakan bagian dari makna penegakan hukum, contoh bagaimana suatu perusahaan melakukan penyempurnaan sistem pengendalian internalnya lebih efektif lagi agar dapat mengeleminir risiko fraud dalam perusahaan, termasuk memperkuat struktur komisaris independen yang kompeten yang dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham. Daya pengancam sebagai dasar pemerintah menegakan hukum, sangat tidak tepat. Karena kita akan kembali pada cara berfikir Hobbes yang menggambarkan negara sebagai leviathan (raksasa) yang ditakuti rakyatnya.
Penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak ikut tax amnesty tidak boleh menggambarkan negara sebagai makhluk raksasa dan menakutkan yang melegitimasikan diri semata karena kemampuannya untuk mengancam. Tesis itu menjadi pemikiran ulang menilai makna penegakan dalam hukum pajak.
Perlakuan hukum tax amnesty tidaklah merepresentasikan gambaran sebagai leviathan. Itulah esensi dari kebutuhan akan keberlakuan tax amnesty jilid tiga. Artinya, saat berfikir efek psikologis dengan ungkapan ‘lebih baik tidak patuh karena akan ada tax amnesty’ adalah tidak tepat. Negara hukum Indonesia memerlukan langkah berfikir hukum dengan keseimbangan hukum yang benar.
Kebutuhan pajak bagi kemaslahatan tetap menjadi fokus utama menjalankan undang-undang pajak, tanpa menegasikan tindakan tegas bagi yang punya niat jahat (mental elements of crime atau guilty mind atau mens rea) mengelak pajak.
Hal itu sejalan dengan doktrin ultimum remedium dalam konteks pidana pajak dalam penjelasan Pasal 13A UUKUP tetap diberlakukan bagi mereka yang memiliki guilty mind. Itu sebabnya proses dan mekanisme penegakan hukum mesti dipahami benar oleh para penegak hukum. Jika tidak, tujuan menghimpun pajak akan gagal, yang tidak kita inginkan bersama. Justru kita harus bersatupadu membangun bangsa dan negara ini. Instrumen pajak merupakan instrumen yang amat strategis untuk mewujudkan cita-cita Indonesia maju kedepan.
Simpulan
Kebutuhan dana yang amat besar untuk membiayai program pembangunan merupakan latar belakang utama untuk melahirkan kebijakan tax amnesty jilid 3. Dalam proses menyiapkan Undang-undang hingga peraturan pelaksanaannya harus memperhatikan hasil evaluasi menyeluruh dari kebijakan tax amnesty jilid satu dan dua.
Plus minus dari tax amnesty jilid satu dan dua sebagai masukan berharga dalam menggulirkan tax amnesty jilid tiga. Kepraktisan dalam implementasinya harus menjadi perhatian utama, agar efisien dan efektif dapat diwujudkan secara nyata. Program tindak lanjut dari tax amnesty jilid tiga juga harus disiapkan dan dijalankan.
Oleh: Wahyu Bima Prasetyo, Pengamat Kebijakan Sosial Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam memberantas judi online yang semakin merajalela…
Oleh : David Kiva Prambudi, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menunjukkan komitmen…
Oleh : Dirandra Falguni, Pengamat Ekonomi Digital Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran terus menunjukkan komitmen kuatnya…
Oleh: Wahyu Bima Prasetyo, Pengamat Kebijakan Sosial Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam memberantas judi online yang semakin merajalela…
Oleh : David Kiva Prambudi, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menunjukkan komitmen…
Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik Masuknya RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) jilid tiga dalam program…