Masih Ada Peluang untuk Penurunan BI Rate

Masih Ada Peluang untuk Penurunan BI Rate
NERACA
Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan pihaknya melihat masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. "Dalam menentukan respons (suku bunga) BI-Rate, kita akan melihat bagaimana, satu, perkiraan inflasi ke depan dibandingkan dengan sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Yang kedua, bagaimana kita melihat tujuan bersama, (yaitu) mendorong pertumbuhan supaya 5,2 persen tahun ini bisa dicapai,” ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2025, di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Selain melihat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, BI melihat stabilitas nilai tukar rupiah. Ketiga hal inilah yang menjadi alasan mengapa masih ada ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, terutama didasarkan pada pertimbangan terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Pihaknya memperkirakan inflasi ke depan tetap rendah. Misalnya, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir tahun ini diprediksi sekitar 2,7 persen dan inflasi inti 2,6 persen.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan didorong dengan mengonsolidasikan kebijakan fiskal dan moneter agar mencapai target 5,2 persen pada 2025. “Tinggal masalahnya adalah masalah stabilitas nilai tukar (karena sangat tergantung dinamika global dan domestik),” katanya. Dalam hal ini, Perry memastikan nilai tukar rupiah tetap stabil, bahkan cenderung menguat. Dia menegaskan bahwa nilai tukar tetap stabil di tengah gejolak global dengan transaksi intervensi di pasar valas pada transaksi secara tunai atau spot secara domestic non-delivery forward maupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder.
Beberapa alasan mengapa kurs rupiah bisa stabil ialah angka inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi masih bagus. “Itu juga didukung oleh inflow yang triwulan IV-2024 yang lalu, SBN sudah mulai inflow Rp1,6 triliun, SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) adalah Rp4 triliun dan itu akan mendorong,” ujar Gubernur BI.
Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret menyampaikan bahwa pihaknya memproyeksikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate akan mengalami penurunan sebanyak 2 hingga 3 kali pada 2025. “Tahun ini kami memprediksi BI rate untuk rupiah turun sekitar 2-3 kali, yang pertama sudah terjadi ya di Januari ini,” kata Vera Margaret.
Ia mengatakan bahwa penurunan BI rate tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi dan pasar domestik, sehingga pelaku usaha dapat terus mengembangkan usaha mereka. Meskipun begitu, ia menuturkan bahwa kondisi moneter Amerika Serikat dan keputusan bank sentralnya, The Fed, untuk menurunkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate/FFR, sejak September 2024 telah memberikan tekanan terhadap rupiah akibat adanya aliran modal keluar (capital outflow).
Vera menuturkan bahwa pihaknya memproyeksikan rupiah akan terus tertekan sepanjang tahun ini akibat ekspektasi pasar terhadap The Fed, walaupun penurunan FFR cenderung melambat. Ia menyatakan bahwa pihaknya memproyeksikan rupiah akan berada di level Rp16.500 pada akhir 2025, setelah mengalami tekanan terbesar pada kuartal III 2025 yang mengakibatkan kurs rupiah terhadap dolar AS meningkat hingga ke level Rp16.800. “Tapi, tidak hanya rupiah yang melemah, hampir semua mata uang juga melemah terhadap dolar AS,” ujarnya.
Vera pun mengingatkan para pelaku usaha dan masyarakat untuk memitigasi dampak pelemahan nilai rupiah tersebut, karena ketika rupiah melemah, maka harga komoditas cenderung meningkat. “Jadi, ketika rupiah melemah, harga barang-barang yang masuk ke Indonesia cenderung mahal,” ucapnya. Kenaikan harga komoditas tersebut juga diprediksi oleh tim ekonom UOB akan berdampak pada kenaikan tingkat inflasi domestik yang diperkirakan mencapai 2,5 persen.
Angka tersebut meningkat dibandingkan proyeksi tahun lalu, salah satunya International Monetary Fund (IMF) yang memprediksi tingkat inflasi Indonesia sebesar 2,3 persen pada 2024. “Karena tren yang kami lihat saat ini dan kami lihat kondisi pangan juga terus naik, justru kami melihat akan ada kenaikan (tingkat inflasi) sedikit dibanding tahun sebelumnya (2024) dari 2,3 persen ke 2,5 persen,” imbuh Vera.

 

NERACA

 

Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan pihaknya melihat masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. "Dalam menentukan respons (suku bunga) BI-Rate, kita akan melihat bagaimana, satu, perkiraan inflasi ke depan dibandingkan dengan sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Yang kedua, bagaimana kita melihat tujuan bersama, (yaitu) mendorong pertumbuhan supaya 5,2 persen tahun ini bisa dicapai,” ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2025, di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Selain melihat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, BI melihat stabilitas nilai tukar rupiah. Ketiga hal inilah yang menjadi alasan mengapa masih ada ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, terutama didasarkan pada pertimbangan terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Pihaknya memperkirakan inflasi ke depan tetap rendah. Misalnya, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir tahun ini diprediksi sekitar 2,7 persen dan inflasi inti 2,6 persen.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan didorong dengan mengonsolidasikan kebijakan fiskal dan moneter agar mencapai target 5,2 persen pada 2025. “Tinggal masalahnya adalah masalah stabilitas nilai tukar (karena sangat tergantung dinamika global dan domestik),” katanya. Dalam hal ini, Perry memastikan nilai tukar rupiah tetap stabil, bahkan cenderung menguat. Dia menegaskan bahwa nilai tukar tetap stabil di tengah gejolak global dengan transaksi intervensi di pasar valas pada transaksi secara tunai atau spot secara domestic non-delivery forward maupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder.

Beberapa alasan mengapa kurs rupiah bisa stabil ialah angka inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi masih bagus. “Itu juga didukung oleh inflow yang triwulan IV-2024 yang lalu, SBN sudah mulai inflow Rp1,6 triliun, SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) adalah Rp4 triliun dan itu akan mendorong,” ujar Gubernur BI.

Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret menyampaikan bahwa pihaknya memproyeksikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate akan mengalami penurunan sebanyak 2 hingga 3 kali pada 2025. “Tahun ini kami memprediksi BI rate untuk rupiah turun sekitar 2-3 kali, yang pertama sudah terjadi ya di Januari ini,” kata Vera Margaret.

Ia mengatakan bahwa penurunan BI rate tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi dan pasar domestik, sehingga pelaku usaha dapat terus mengembangkan usaha mereka. Meskipun begitu, ia menuturkan bahwa kondisi moneter Amerika Serikat dan keputusan bank sentralnya, The Fed, untuk menurunkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate/FFR, sejak September 2024 telah memberikan tekanan terhadap rupiah akibat adanya aliran modal keluar (capital outflow).

Vera menuturkan bahwa pihaknya memproyeksikan rupiah akan terus tertekan sepanjang tahun ini akibat ekspektasi pasar terhadap The Fed, walaupun penurunan FFR cenderung melambat. Ia menyatakan bahwa pihaknya memproyeksikan rupiah akan berada di level Rp16.500 pada akhir 2025, setelah mengalami tekanan terbesar pada kuartal III 2025 yang mengakibatkan kurs rupiah terhadap dolar AS meningkat hingga ke level Rp16.800. “Tapi, tidak hanya rupiah yang melemah, hampir semua mata uang juga melemah terhadap dolar AS,” ujarnya.

Vera pun mengingatkan para pelaku usaha dan masyarakat untuk memitigasi dampak pelemahan nilai rupiah tersebut, karena ketika rupiah melemah, maka harga komoditas cenderung meningkat. “Jadi, ketika rupiah melemah, harga barang-barang yang masuk ke Indonesia cenderung mahal,” ucapnya. Kenaikan harga komoditas tersebut juga diprediksi oleh tim ekonom UOB akan berdampak pada kenaikan tingkat inflasi domestik yang diperkirakan mencapai 2,5 persen.

Angka tersebut meningkat dibandingkan proyeksi tahun lalu, salah satunya International Monetary Fund (IMF) yang memprediksi tingkat inflasi Indonesia sebesar 2,3 persen pada 2024. “Karena tren yang kami lihat saat ini dan kami lihat kondisi pangan juga terus naik, justru kami melihat akan ada kenaikan (tingkat inflasi) sedikit dibanding tahun sebelumnya (2024) dari 2,3 persen ke 2,5 persen,” imbuh Vera.

BERITA TERKAIT

Marak Perusahaan Startup Bermasalah, Pengawasan OJK Dipertanyakan

  NERACA Jakarta - Iklim bisnis startup di Indonesia memasuki masa suram. Berturut-turut startup Indonesia berguguran, dari investree, TaniHub, Tani…

TRIV Kenalkan Fitur Crypto Futures

  NERACA Jakarta - Platform perdagangan aset kripto di Indonesia, TRIV mengumumkan peluncuran fitur terbaru dalam aplikasinya, TRIV Crypto Futures.…

SimInvest Majukan Aktivitas Investasi di Pasar Modal Lewat Program SimVersary

SimInvest Majukan Aktivitas Investasi di Pasar Modal Lewat Program SimVersary NERACA Jakarta - Program SimVersary, yang digelar untuk memperingati ulang…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Marak Perusahaan Startup Bermasalah, Pengawasan OJK Dipertanyakan

  NERACA Jakarta - Iklim bisnis startup di Indonesia memasuki masa suram. Berturut-turut startup Indonesia berguguran, dari investree, TaniHub, Tani…

TRIV Kenalkan Fitur Crypto Futures

  NERACA Jakarta - Platform perdagangan aset kripto di Indonesia, TRIV mengumumkan peluncuran fitur terbaru dalam aplikasinya, TRIV Crypto Futures.…

SimInvest Majukan Aktivitas Investasi di Pasar Modal Lewat Program SimVersary

SimInvest Majukan Aktivitas Investasi di Pasar Modal Lewat Program SimVersary NERACA Jakarta - Program SimVersary, yang digelar untuk memperingati ulang…