PROGRAM 3 JUTA RUMAH: - Bahaya, Beban APBN Menanggung Subsidi Selama 20 Tahun

 

 Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta

 

Program pembangunan 3 juta rumah gratis yang dirancang pemerintah dengan subsidi cicilan Rp600 ribu per bulan selama 20 tahun adalah langkah ambisius untuk mengentaskan kemiskinan. Namun, dari perspektif anggaran negara, skema ini berpotensi menimbulkan beban yang sangat besar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan estimasi total dana sebesar Rp21,3 triliun, program ini akan menjadi salah satu program subsidi terbesar dan terlama dalam sejarah Indonesia. Subsidi sebesar Rp600 ribu per rumah selama 20 tahun menciptakan komitmen jangka panjang yang mengikat keuangan negara.

Konteks skala nasional, beban ini bisa meningkat drastis jika program diperluas atau terjadi inflasi yang memengaruhi biaya pelaksanaan.

Situasi ekonomi global yang tidak pasti, alokasi anggaran sebesar itu berisiko mengurangi fleksibilitas pemerintah untuk menangani prioritas lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan infrastruktur. Selain itu, adanya potensi salah sasaran dalam program ini dapat memperparah masalah.

Meskipun program ini dirancang untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tantangan verifikasi data dan pelaksanaan di lapangan membuka celah penyalahgunaan anggaran.

Dana yang seharusnya digunakan untuk tujuan lain yang lebih mendesak, seperti peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin, bisa terbuang sia-sia jika program tidak dikelola dengan baik.

Tidak Realistis bagi MBR

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan di Indonesia pada 2025 adalah sekitar Rp550 ribu per bulan per kapita. Meskipun subsidi Rp600 ribu per bulan untuk mencicil rumah dibiayai oleh negara, bagaimana mungkin masyarakat miskin dengan pendapatan Rp550 ribu per bulan dapat dianggap layak untuk memenuhi kebutuhan tersebut?

Langkah ini mengajarkan konsep yang tidak masuk akal, yaitu mengalokasikan pendapatan yang lebih kecil daripada cicilan yang dibiayai oleh negara.

Selain itu, kebutuhan akan rumah bagi masyarakat miskin tidak sepenting bantuan pangan, pendidikan, atau kesehatan yang langsung mendukung kualitas hidup mereka. Pemerintah seharusnya memprioritaskan kebutuhan dasar ini daripada memberikan subsidi rumah.

Untuk kelompok MBR, prioritas pengeluaran biasanya difokuskan pada kebutuhan makanan, kesehatan, dan pendidikan. Dengan pendapatan yang terbatas, mereka cenderung tidak memiliki sisa dana untuk mencicil rumah, bahkan jika subsidi penuh diberikan.

Bantuan dalam bentuk lain, seperti pemberian makanan bergizi, subsidi pendidikan, atau akses layanan kesehatan, akan jauh lebih efektif dalam meningkatkan kualitas hidup mereka dibandingkan dengan pemberian rumah. Selain itu, skema ini juga tidak mempertimbangkan fakta bahwa rumah membutuhkan biaya perawatan.

Setelah menerima rumah, MBR tetap harus mengeluarkan uang untuk perbaikan, utilitas, dan pajak properti, yang semuanya menjadi beban tambahan. Bagi keluarga miskin, tekanan ini dapat menyebabkan mereka menjual atau meninggalkan rumah yang seharusnya menjadi aset produktif.

 Pemerintah seharusnya lebih fokus pada penyediaan lapangan pekerjaan dibandingkan dengan memberikan rumah gratis. Masyarakat miskin di Indonesia menghadapi masalah pengangguran dan kurangnya pendapatan yang jauh lebih mendesak.

Dengan menciptakan pekerjaan yang layak, pemerintah tidak hanya membantu masyarakat mendapatkan penghasilan tetap, tetapi juga memberdayakan mereka untuk membeli rumah atau memenuhi kebutuhan lain secara mandiri.

Pelatihan Keterampilan

Program 3 juta rumah gratis ini mengabaikan akar masalah kemiskinan, yaitu kurangnya akses terhadap pekerjaan yang stabil dan berpenghasilan layak. Ketimbang membebankan negara dengan subsidi besar-besaran, anggaran tersebut sebaiknya dialokasikan untuk program-program yang mendukung pembangunan ekonomi, seperti pelatihan keterampilan, investasi infrastruktur yang menciptakan lapangan kerja, atau pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sebagai contoh, program pelatihan kerja dapat membantu masyarakat miskin meningkatkan keterampilan mereka dan memasuki pasar tenaga kerja.

Dengan penghasilan yang lebih baik, mereka akan mampu memenuhi kebutuhan dasar, termasuk menyewa atau membeli rumah secara mandiri. Solusi ini tidak hanya lebih berkelanjutan, tetapi juga memberikan dampak jangka panjang yang lebih signifikan.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Komitmen Wujudkan Indonesia Bebas Narkoba

  Oleh: Arika Putri,  Pengamat Sosial Budaya   Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat untuk…

Kelompok Pengusaha Dukung Program MBG Perkuat Ekonomi Nasional

  Oleh : Gavin Asadit, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan     Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pada…

Perlu Perubahan Paradigma dan Sistem untuk Pembangunan UMKM dan Koperasi

Oleh: Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)   Sudah berpuluh tahun program pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan…

BERITA LAINNYA DI Opini

PROGRAM 3 JUTA RUMAH: - Bahaya, Beban APBN Menanggung Subsidi Selama 20 Tahun

   Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Program pembangunan 3 juta rumah gratis yang dirancang pemerintah dengan…

Pemerintah Komitmen Wujudkan Indonesia Bebas Narkoba

  Oleh: Arika Putri,  Pengamat Sosial Budaya   Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat untuk…

Kelompok Pengusaha Dukung Program MBG Perkuat Ekonomi Nasional

  Oleh : Gavin Asadit, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan     Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pada…

Berita Terpopuler