2025 Ditargetkan Penjualan Kendaraan Bermotor Capai 850 Ribu Unit

NERACA

Jakarta – Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara mengungkapkan target penjualan 2025 sebanyak 850 ribu unit, dengan potensi koreksi turun hingga 750 ribu unit dan upside ke 900 ribu unit. Ini disebabkan beberapa faktor, antara lain PPn 12 %, opsen pajak, dan kondisi perekonomian belum stabil.

Menurut Kukuh, ada beberapa faktor yang memengaruhi pasar mobil 2025, antara lain PPn 12%, opsen pajak, dan kondisi perekonomian belum stabil. Selain itu, ada faktor penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Federal Funds Rate (FFR) dan makin banyak merek-merek kendaraan bermotor masuk ke Indonesia, sehingga konsumen mempuyai lebih banyak pilihan. Tahun ini, dia menuturkan, penjualan EV diperkirakan terus bertumbuh.

Kukuh pun menuturkan,  diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk untuk mengatasi dampak opsen pajak kendaraan bermotor sehingga industri kendaraan bermotor nasional tetap bisa tumbuh.

Sehingga dalam hal ini dukungan insentif diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor (KBM), terlihat pada peningkatan penjualan. Ini akan menggairahkan industri komponen, industri perbankan, hingga lembaga pembiayaan.

“Selain itu, ini akan berdampak pada pertambahan pendapatan negara, baik pusat dan daerah, terdiri atas PPN, BBNKB, PKB, PPh badan, PPh perorangan,” jelas Kukuh.

Gaikindo, lanjut Kukuh, meminta semua teknologi elektrifikasi (xEV), yakni HEV, PHEV, dan BEV diberikan kesempatan untuk mendapatkan insentif sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2) dan bahan bakar minyak (BBM).

“Meningkatnya perkembangan pasar xEV dapat memberikan dampak pada pendalaman industri untuk xEV juga potensi peningkatan ekspor xEV,” ungkap Kukuh.

Sementara itu, pengamat ekonomi Raden Pardede menyatakan, pasar mobil Indonesia stagnan di kisaran 1 juta unit sejak 2014 hingga 2023, terutama disebabkan rendahnya daya beli akibat penurunan kelas menengah, menurunnya produktivitas tenaga kerja, melambatnya pertumbuhan PDB per kapita, inflasi tinggi, nilai tukar mata uang asing, suku bunga, keterbatasan pembiayaan, dan regulasi pemerintah.

Oleh sebab itu, Raden menerangkan, kelas menengah akan menentukan arah pasar mobil ke depan. Intinya, pasar mobil bakal menguat tajam jika Indonesia mencapai visi Indonesia 2045, yakni pendapatan nasional bruto per kapita bisa USD30.300, pertumbuhan ekonomi 7-8 persen/tahun, dan populasi berpenghasilan menengah sebesar 80 persen.

Raden mencatat, relaksasi PPnBM pada tahun 2021 dan 2022 berhasil meningkatkan penjualan mobil. Insentif ini mendorong peningkatan permintaan terhadap input di sektor industri (backward linkage) serta peningkatan output di sektor otomotif (forward linkage).

Sektor otomotif nasional, kata Raden, mengalami pemulihan signifikan pada 2021, didukung oleh inisiatif pemerintah seperti subsidi PPnBM. Penjualan mobil tahun 2021 meningkat lebih dari 300 ribu unit dibandingkan 2020, memberikan dampak positif pada industri suku cadang dan komponen. Namun, setelah subsidi PPnBM dicabut pada 2023, penjualan mobil menurun hampir 40.000 unit dibandingkan 2022, menunjukkan tren penurunan yang berlanjut.

Insentif itu, lanjut Raden, meningkatkan permintaan input di backward linkage sebesar Rp 36 triliun dan output forward linkage Rp 43 triliun. Program PPnBM DTP melibatkan 319 perusahaan komponen tingkat 1, mendorong kinerja industri tingkat 2 dan 3, yang sebagian besar adalah IKM.

Soal tren BEV dunia, Raden meminta pemerintah menyesuaikan regulasi dan kemampuan beli masyarakat (affordability). Sebab, jika regulasi terlalu maju, ini akan mematikan industri.

“Kita tak perlu ikuti negara lain. Indonesia harus menetapkan jalannya sendiri. Pemerintah perlu bersikap rasional dalam melihat keunggulan kompetitif dan keterbatasan yang ada,” ungkap Raden.

Sementara itu, pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto menyatakan, pasar mobil membutuhkan intervensi cepat, karena kondisi makin berat. Adapun perbaikan fundamental, berupa penguatan daya beli dan akselerasi pertumbuhan ekonomi merupakan solusi jangka panjang.

Berdasarkan hitungan LPEM Universitas Indonesia, dengan asumsi opsen pajak diberlakukan di semua wilayah, tarif PKB maksimum 1,2 persen, dan BBNKB 12 persen, total pajak mobil naik menjadi 48,9 persen dari harga dibandingkan sebelumnya sebesar 40,25 persen. Akibatnya, harga mobil baru naik 6,2 persen di tengah belum pulihnya daya beli masyarakat.

BERITA TERKAIT

Yamalube TURBO Matic Beri Performa Motor Matic Lebih Maksimal

NERACA Bogor – Yamalube “TURBO” Matic adalah oli mesin jenis Full Synthetic Premium yang dirancang khusus untuk motor matic Yamaha,…

Selama 2024, Penjualan Sigra Jadi Kontributor Utama di Daihatsu

NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2024, pasar otomotif nasional mencapai sekitar 889 ribu unit. Sementara itu, Daihatsu di Indonesia membukukan…

Industri Otomotif Butuh Tambahan Insentif untuk Jaga Kinerja Penjualan 2025

NERACA Jakarta – Industri otomotif membutuhkan tambahan insentif untuk menjaga kinerja penjualan 2025, seiring besarnya tantangan yang dihadapi, terutama dari…

BERITA LAINNYA DI Otomotif

2025 Ditargetkan Penjualan Kendaraan Bermotor Capai 850 Ribu Unit

NERACA Jakarta – Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara mengungkapkan target penjualan 2025 sebanyak 850 ribu unit,…

Yamalube TURBO Matic Beri Performa Motor Matic Lebih Maksimal

NERACA Bogor – Yamalube “TURBO” Matic adalah oli mesin jenis Full Synthetic Premium yang dirancang khusus untuk motor matic Yamaha,…

Selama 2024, Penjualan Sigra Jadi Kontributor Utama di Daihatsu

NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2024, pasar otomotif nasional mencapai sekitar 889 ribu unit. Sementara itu, Daihatsu di Indonesia membukukan…