Prevalensi depresi di Indonesia paling banyak ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun. Kondisi ini patut diwaspadai sebab munculnya pemikiran untuk bunuh diri pada orang dengan depresi lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang tanpa depresi. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan, prevalensi depresi paling tinggi pada penduduk usia di atas 15 tahun ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun, yakni sebesar 2%.
Kemudian, diikuti kelompok usia lanjut 1,9%. Sementara kelompok usia dengan prevalensi terendah ialah 35-44 tahun, sebesar 1%. Sementara data survei rumah tangga berskala nasional yang dilakukan oleh Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) Tahun 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja (34,9%) atau setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir; 1 dari 20 remaja (5,5%) atau setara dengan 2,45 juta remaja Indonesia memiliki satu gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.
Dari jumlah tersebut, hanya 2,6% remaja dengan masalah kesehatan mental yang pernah mengakses layanan yang menyediakan dukungan atau konseling untuk masalah emosi dan perilaku dalam 12 bulan terakhir. Dokter dari Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda, Kalimantan Timur, Citra Rahmadani memaparkan pentingnya masyarakat memahami cara mengatasi depresi pada remaja."Depresi adalah suatu bentuk perasaan sedih yang kita alami sehingga aktivitas sehari-hari menjadi terhambat," ujar Citra di Samarinda, kemarin.
Menurut dia, gejala utama depresi meliputi perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya menyenangkan, serta rasa lelah atau kurang energi. Dirinya menjelaskan bahwa gejala utama tersebut seringkali disertai oleh gejala tambahan, seperti kurang nafsu makan, insomnia, perasaan putus asa atau masa depan yang suram, serta kesulitan berkonsentrasi."Gejala tambahan ini bisa termasuk kurang makan, kurang tidur, merasa masa depan suram, dan bahkan munculnya ide bunuh diri atau kematian," katanya.
Lebih lanjut, Citra menjelaskan bahwa faktor risiko depresi pada remaja dapat berasal dari stres, lingkungan, dan faktor genetik. Stres atau tekanan dari dalam diri, lingkungan keluarga atau sosial, serta faktor genetik bisa menjadi pemicu depresi."Remaja yang tidak mampu menghadapi tekanan dalam aktivitas sehari-hari rentan mengalami depresi," kata Citra.
Dia juga mengingatkan, pentingnya peran orang tua dalam mengenali tanda-tanda depresi pada anak. Orang tua harus peka terhadap perubahan perilaku anak. Jika anak mulai menunjukkan tanda-tanda seperti perilaku agresif, sering membolos, atau mengeluh sakit saat mau ke sekolah, sebaiknya segera dibawa ke psikolog atau psikiater.
Dukungan Keluarga
Untuk mengatasi depresi, Citra menyarankan beberapa langkah penting yang bisa diambil oleh remaja dan orang tua. Langkah pertama adalah mencari bantuan dari tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. Mereka dapat memberikan diagnosis yang tepat dan meresepkan pengobatan jika diperlukan."Selain itu, dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar juga sangat penting," ujarnya.
Dia menyatakan bahwa melalui pemahaman gejala dan faktor risiko depresi, serta mencari bantuan profesional saat dibutuhkan, maka remaja yang mengalami depresi dapat segera mendapatkan penanganan yang tepat dan pulih."Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika merasa sedih berlarut-larut. Kita semua berhak untuk hidup sehat secara mental dan fisik," kata Citra Rahmadani.
Sementara itu, Child Protection Officer - UNICEF Indonesia, Asep Zulhijar menekankan bahwa program kesehatan mental dan psikososial harus dijalankan lintas sektor karena psikososial anak berefek pada aspek perkembangan dan sosial anak. Saat ini sedang "populer" bullying secara online atau techno anxiety, serta adanya eco anxiety akibat dari perubahan iklim yang menjadi tantangan tambahan bagi kesejahteraan mental mereka.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat memicu gangguan kesehatan mental pada remaja, salah satunya adalah pola asuh orang tua. Beberapa orang tua mungkin tidak menyadari bahwa mereka telah memberikan tekanan berlebih atau bersikap terlalu protektif pada anaknya. Tekanan seperti itulah yang kerap menyebabkan anak remaja mengalami masalah mental.
Disampingi itu, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental pada remaja adalah sebagai berikut, krisis identitas atau kesulitan menemukan jati diri, mendapatkan persepsi keliru dari media sosial, tekanan dari lingkungan sekitarnya karena adanya perbedaan atau diskriminasi gender dan kondisi keluarga yang tidak harmonis.
Lalu faktor lainnya, memiliki hubungan yang buruk dengan teman sebayanya, menghadapi masalah ekonomi dan sosial yang buruk dan terakhir mengalami masalah perundungan (bullying) atau kekerasan seksual.
Asep juga menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan dalam penanganan masalah kesehatan mental meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. "Pendekatan promotif dan preventif bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pencegahan dini masalah kesehatan mental, sedangkan pendekatan kuratif dan rehabilitatif fokus pada penanganan dan pemulihan individu yang sudah terdampak,"kata Asep.
Menurut Osi Kusuma Sari, Timker Promosi Kesehatan Jiwa & Kemitraan Kementerian Kesehatan, menyampaikan bahwa kesehatan jiwa masyarakat diupayakan melalui promosi di posyandu, sekolah, perkantoran, dan rumah, pertolongan pertama pada luka psikologis, dukungan komunitas, konseling oleh tenaga terlatih di puskesmas dan rumah sakit, serta kampanye pengasuhan positif dan P3LP untuk mengurangi stres dan risiko masalah psikologis.
Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Estetika Indonesia dr. Cynthia Jayanto M.Biomed (AAM) mengungkapkan tren perawatan tubuh dan kulit,…
Musim hujan hingga potensi banjir membuat masyarakat, khususnya anak-anak rentan terhadap serangan penyakit dan khususnya dari serangga yang bertebaran. Pakar…
Kiat Menghindarkan ANak dari Penyakit Menular Selama Liburan Dokter spesialis anak konsultan infeksi dan penyakit tropis anak Dr. dr.…
Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Estetika Indonesia dr. Cynthia Jayanto M.Biomed (AAM) mengungkapkan tren perawatan tubuh dan kulit,…
Prevalensi depresi di Indonesia paling banyak ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun. Kondisi ini patut diwaspadai sebab munculnya pemikiran untuk bunuh diri pada orang…
Musim hujan hingga potensi banjir membuat masyarakat, khususnya anak-anak rentan terhadap serangan penyakit dan khususnya dari serangga yang bertebaran. Pakar…