NERACA
Jakarta - Menyambut datangnya 2025, Indonesia bersiap menghadapi perekonomian global yang berpotensi diselimuti ketidakpastian akibat kondisi geopolitik. Sementara dari dalam negeri, perlambatan ekonomi dan pelemahan daya beli menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan.
SEVP Retail Banking Bank Muamalat Dedy Suryadi Dharmawan mengatakan pihaknya ingin memberikan gambaran kondisi ekonomi dan outlook investasi bagi nasabah Bank Muamalat. Tahun ini, pionir bank syariah di Tanah Air ini mengusung tema “Arah Kebijakan Ekonomi Pemerintah dan Iklim Investasi 2025 untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8%”.
Head of Investment Specialist & Kepala Unit Pengelola Investasi Syariah Insight Investment Management Suluh Tripambudi Rahardjo pun meyakini sektor syariah khususnya sukuk punya peranan penting untuk bisa membantu mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
Ia menilai, sukuk negara dan korporasi memiliki potensi yang besar di era suku bunga rendah seperti saat ini. Apalagi keduanya saat ini memiliki supply dan demand yang terjaga dengan baik. Secara historis, kinerja sukuk korporasi juga bisa mengungguli kinerja instrumen lainnya.
“Untuk itu, investor bisa mulai melirik instrumen sukuk korporasi, atau instrumen lain berbasis sukuk korporasi seperti Reksa Dana Pendapatan Tetap Syariah I-Hajj Syariah Fund yang juga telah tersedia di Bank Muamalat” imbuh Suluh dalam Bank Muamalat Indonesia Wealth Prosperity 2024, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, akhir pekan kemarin.
Editor in Chief Investor Daily Djaka Susila memaparkan bahwa perekonomian dunia pada 2025 akan menghadapi ketidakpastian pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kebijakan perang dagang Trump berpotensi menghambat ekspor Indonesia ke AS dan aliran dana investasi asing yang masuk ke Indonesia.
“Indonesia justru bisa memanfaatkan situasi ini untuk menarik lebih banyak investasi asing dari perusahaan yang ingin merelokasi operasinya. Indonesia harus mampu menjaga stabilitas domestik jika ingin menjadi tujuan investasi alternatif asing,” jelas Djaka.
Sementara dari dalam negeri, Djaka melihat industri manufaktur yang lesu, pelemahan daya beli masyarakat, dan posisi kelas menengah rentan menjadi tantangan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
SVP of Retail Marketing & Product Development Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan menambahkan, data historis memperlihatkan ketegangan geopolitik memang memicu pergerakan investor yang dinamis di pasar saham. Hanya saja, dampaknya cenderung bersifat jangka pendek.
“Jadi instrumen saham masih tetap bisa jadi pilihan, hanya saja investor harus lebih selektif dalam memilih aset berbasis saham dengan mempertimbangkan risiko tersebut. Investor bisa fokus pada saham yang memberikan kinerja lebih konsisten,” tutupnya.
Bank Muamalat : Sektor Syariah Punya Peran Penting Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%
NERACA
Jakarta - Menyambut datangnya 2025, Indonesia bersiap menghadapi perekonomian global yang berpotensi diselimuti ketidakpastian akibat kondisi geopolitik. Sementara dari dalam negeri, perlambatan ekonomi dan pelemahan daya beli menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan.
SEVP Retail Banking Bank Muamalat Dedy Suryadi Dharmawan mengatakan pihaknya ingin memberikan gambaran kondisi ekonomi dan outlook investasi bagi nasabah Bank Muamalat. Tahun ini, pionir bank syariah di Tanah Air ini mengusung tema “Arah Kebijakan Ekonomi Pemerintah dan Iklim Investasi 2025 untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8%”.
Head of Investment Specialist & Kepala Unit Pengelola Investasi Syariah Insight Investment Management Suluh Tripambudi Rahardjo pun meyakini sektor syariah khususnya sukuk punya peranan penting untuk bisa membantu mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
Ia menilai, sukuk negara dan korporasi memiliki potensi yang besar di era suku bunga rendah seperti saat ini. Apalagi keduanya saat ini memiliki supply dan demand yang terjaga dengan baik. Secara historis, kinerja sukuk korporasi juga bisa mengungguli kinerja instrumen lainnya.
“Untuk itu, investor bisa mulai melirik instrumen sukuk korporasi, atau instrumen lain berbasis sukuk korporasi seperti Reksa Dana Pendapatan Tetap Syariah I-Hajj Syariah Fund yang juga telah tersedia di Bank Muamalat” imbuh Suluh dalam Bank Muamalat Indonesia Wealth Prosperity 2024, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, akhir pekan kemarin.
Editor in Chief Investor Daily Djaka Susila memaparkan bahwa perekonomian dunia pada 2025 akan menghadapi ketidakpastian pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kebijakan perang dagang Trump berpotensi menghambat ekspor Indonesia ke AS dan aliran dana investasi asing yang masuk ke Indonesia.
“Indonesia justru bisa memanfaatkan situasi ini untuk menarik lebih banyak investasi asing dari perusahaan yang ingin merelokasi operasinya. Indonesia harus mampu menjaga stabilitas domestik jika ingin menjadi tujuan investasi alternatif asing,” jelas Djaka.
Sementara dari dalam negeri, Djaka melihat industri manufaktur yang lesu, pelemahan daya beli masyarakat, dan posisi kelas menengah rentan menjadi tantangan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
SVP of Retail Marketing & Product Development Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan menambahkan, data historis memperlihatkan ketegangan geopolitik memang memicu pergerakan investor yang dinamis di pasar saham. Hanya saja, dampaknya cenderung bersifat jangka pendek.
“Jadi instrumen saham masih tetap bisa jadi pilihan, hanya saja investor harus lebih selektif dalam memilih aset berbasis saham dengan mempertimbangkan risiko tersebut. Investor bisa fokus pada saham yang memberikan kinerja lebih konsisten,” tutupnya.
Muamalat : Sektor Syariah Punya Peran Penting Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%
NERACA
Jakarta - Menyambut datangnya 2025, Indonesia bersiap menghadapi perekonomian global yang berpotensi diselimuti ketidakpastian akibat kondisi geopolitik. Sementara dari dalam negeri, perlambatan ekonomi dan pelemahan daya beli menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan.
SEVP Retail Banking Bank Muamalat Dedy Suryadi Dharmawan mengatakan pihaknya ingin memberikan gambaran kondisi ekonomi dan outlook investasi bagi nasabah Bank Muamalat. Tahun ini, pionir bank syariah di Tanah Air ini mengusung tema “Arah Kebijakan Ekonomi Pemerintah dan Iklim Investasi 2025 untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8%”.
Head of Investment Specialist & Kepala Unit Pengelola Investasi Syariah Insight Investment Management Suluh Tripambudi Rahardjo pun meyakini sektor syariah khususnya sukuk punya peranan penting untuk bisa membantu mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
Ia menilai, sukuk negara dan korporasi memiliki potensi yang besar di era suku bunga rendah seperti saat ini. Apalagi keduanya saat ini memiliki supply dan demand yang terjaga dengan baik. Secara historis, kinerja sukuk korporasi juga bisa mengungguli kinerja instrumen lainnya.
“Untuk itu, investor bisa mulai melirik instrumen sukuk korporasi, atau instrumen lain berbasis sukuk korporasi seperti Reksa Dana Pendapatan Tetap Syariah I-Hajj Syariah Fund yang juga telah tersedia di Bank Muamalat” imbuh Suluh dalam Bank Muamalat Indonesia Wealth Prosperity 2024, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, akhir pekan kemarin.
Editor in Chief Investor Daily Djaka Susila memaparkan bahwa perekonomian dunia pada 2025 akan menghadapi ketidakpastian pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Menurutnya, kebijakan perang dagang Trump berpotensi menghambat ekspor Indonesia ke AS dan aliran dana investasi asing yang masuk ke Indonesia.
“Indonesia justru bisa memanfaatkan situasi ini untuk menarik lebih banyak investasi asing dari perusahaan yang ingin merelokasi operasinya. Indonesia harus mampu menjaga stabilitas domestik jika ingin menjadi tujuan investasi alternatif asing,” jelas Djaka.
Sementara dari dalam negeri, Djaka melihat industri manufaktur yang lesu, pelemahan daya beli masyarakat, dan posisi kelas menengah rentan menjadi tantangan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.
SVP of Retail Marketing & Product Development Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan menambahkan, data historis memperlihatkan ketegangan geopolitik memang memicu pergerakan investor yang dinamis di pasar saham. Hanya saja, dampaknya cenderung bersifat jangka pendek.
“Jadi instrumen saham masih tetap bisa jadi pilihan, hanya saja investor harus lebih selektif dalam memilih aset berbasis saham dengan mempertimbangkan risiko tersebut. Investor bisa fokus pada saham yang memberikan kinerja lebih konsisten,” tutupnya.
NERACA Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN) terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan pelayanan terbaik…
Transaksi Kripto Tercatat Capai Rp475,13 Triliun NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai transaksi kripto hingga Oktober 2024…
Bank Diminta Waspadai Rekening Dormant untuk Judol NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta bank-bank mewaspadai pemanfaatan rekening…
NERACA Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN) terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan pelayanan terbaik…
NERACA Jakarta - Menyambut datangnya 2025, Indonesia bersiap menghadapi perekonomian global yang berpotensi diselimuti ketidakpastian akibat kondisi geopolitik. Sementara…
Transaksi Kripto Tercatat Capai Rp475,13 Triliun NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai transaksi kripto hingga Oktober 2024…