Pendapatan Gaji di Indonesia Diproyeksikan Meningkat 6,3% Tahun 2025

NERACA


Jakarta – Mercer, pemimpin global dalam mendefinisikan kembali dunia kerja, mengelola hasil pensiun dan investasi, serta membuka kesehatan dan kesejahteraan karyawan yang nyata, dan merupakan bagian dari Marsh McLennan merilis temuan dari Total Remuneration Survey (TRS) 2024. Survei tersebut mengungkapkan bahwa rata rata gaji karyawan di Indonesia diperkirakan akan meningkat sebesar 6,3% pada tahun 2025, yang mana sedikit lebih tinggi dari rata-rata di tahun 2024, yaitu 6,0%.

Kenaikan ini menganalisis tren dan kebijakan remunerasi terhadap 4.606 jabatan pekerjaan di lebih dari 585 perusahaan di Indonesia, analisis tersebut menunjukkan bahwa walaupun gaji diperkirakan akan meningkat secara stabil dibandingkan tahun 2024, semua perusahaan yang disurvei (100%) berencana akan memberikan kenaikan gaji pada tahun 2025, meskipun adanya tantangan makroekonomi. Di antara industri yang disurvei, industri teknologi tinggi (high-tech) memperkirakan kenaikan gaji yang lebih rendah pada tahun 2025 (5,9%) dibandingkan dengan tahun 2024 (6,0%) dan 2023 (6,2%). Industri seperti consumer goods, dan pertambangan dan jasa pertambangan optimis dalam memproyeksikan kenaikan gaji yang lebih tinggi untuk tahun depan, dengan kenaikan yang diperkirakan masing-masing sebesar 6,7% dan 5,8%, dibandingkan dengan kenaikan pada tahun 2024 sebesar 6,2% untuk consumer goods dan 5,2% untuk pertambangan dan jasa pertambangan.

Yosef Budiman, Associate Director, Mercer Indonesia, mengatakan: “Meskipun industri teknologi tinggi (high-tech), khususnya perusahaan-perusahaan internet yang sedang berkembang, telah mengalami pertumbuhan yang pesat, iklim bisnis saat ini mengharuskan mereka untuk lebih berhati-hati dalam meningkatkan biaya tetap karyawan untuk memastikan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang. Di sisi lain, industri seperti consumer goods, dan pertambangan dan jasa pertambangan memiliki keyakinan yang lebih baik terhadap kinerja keuangan mereka secara keseluruhan di tahun depan dibandingkan tahun ini,” ujarnya saat paparan dihadapan wartawan di Jakarta, Rabu (11/12).

Pada kesempatan yang sama, Astrid Suryapranata, Market Leader, Mercer Indonesia, menambahkan, berbeda dengan tahun 2024, persentase perusahaan yang berniat menambah tenaga kerja lebih kecil pada tahun 2025, menurun dari 35% perusahaan yang disurvei pada tahun 2024 menjadi hanya 25% pada survei terbaru. Perlu dicatat juga bahwa tingkat turnover sukarela menurun dari hasil survei tahun 2023, dengan angka tahunan yang diharapkan sebesar 6,4% pada tahun 2023 dan 6,6% pada tahun 2024, turun dari rata-rata 7,2% pada tahun 2022. “Secara presentase perusahaan yang mengangkat pagawai lebih sedikit. Perusahaan lebih meningkatkan produkstivitas pegawai yang ada dibandingkan harus merekrut pegawai baru,” katanya.

Alasannya menurut Astrid ini karena perkembangan ekonomi. Dimana, perusahaan dituntut untuk membangun hubungan yang lebih baik antara hasil bisnis dengan kompensasi karyawan. Saat ini, hampir 95% perusahaan yang disurvei memiliki rencana insentif jangka pendek, seperti bonus, sementara persentase perusahaan yang menawarkan insentif jangka panjang, seperti opsi saham dan rencana saham terbatas, tumbuh dari 29% pada tahun 2023 menjadi 33% pada tahun 2024. Dalam hal bonus, industri dengan fluktuasi laba dan rugi yang lebih besar, seperti pertambangan dan jasa pertambangan, cenderung menawarkan proporsi bonus yang lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Dalam industri ini, bonus diperkirakan sebesar 4 hingga 5 kali gaji pokok bulanan, sedangkan rata-rata untuk industri umum sekitar 3 kali gaji pokok bulanan.

 “Semua kondisi bisnis sedang wait and see, sebagian besar perusahaan akan terus mendorong untuk tenaga kerja yang lebih produktif yang dapat memberikan hasil optimal dalam hal menggerakkan pertumbuhan pendapatan, meningkatkan efisiensi, dan mengembangkan inovasi yang lebih baik. Para pemimpin bisnis dan profesional HR dituntut untuk menentukan pendekatan yang tepat untuk mendorong produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan sambil menyeimbangkan kebutuhan akan keberlanjutan jangka panjang dengan menjaga keterlibatan, kesejahteraan, motivasi dan retensi tenaga kerja, yang dicapai melalui eksplorasi rencana kompensasi berbasis kinerja dan imbalan non-moneter lainnya,” tandasnya.

BERITA TERKAIT

Pusat Layanan Investasi Indonesia Hadir di Bandara Guangzhou, China

  NERACA Jakarta - Pusat Layanan Investasi dan Stasiun Konsultasi China - Indonesia Two Countries Twin Park telah hadir di…

BPK Ungkap Pemanfaatan BDA dan AI Diperlukan Demi Efisiensi Audit PBB

NERACA Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun menyatakan, eksplorasi pemanfaatan big data analytics (BDA) dan artificial intelligent (AI) diperlukan dalam rangka efisiensi…

Pemerintah Batasi Operasional Angkutan Barang Saat Nataru

NERACA Jakarta - Pemerintah resmi menetapkan pembatasan operasional kendaraan angkutan barang selama libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, demi kelancaran…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pusat Layanan Investasi Indonesia Hadir di Bandara Guangzhou, China

  NERACA Jakarta - Pusat Layanan Investasi dan Stasiun Konsultasi China - Indonesia Two Countries Twin Park telah hadir di…

BPK Ungkap Pemanfaatan BDA dan AI Diperlukan Demi Efisiensi Audit PBB

NERACA Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun menyatakan, eksplorasi pemanfaatan big data analytics (BDA) dan artificial intelligent (AI) diperlukan dalam rangka efisiensi…

Pendapatan Gaji di Indonesia Diproyeksikan Meningkat 6,3% Tahun 2025

NERACA Jakarta – Mercer, pemimpin global dalam mendefinisikan kembali dunia kerja, mengelola hasil pensiun dan investasi, serta membuka kesehatan dan…