NERACA
Jakarta - Rencana kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dinilai akan menambah penerimaan negara sebesar Rp75 triliun. Hal itu seperti disampaikan Ekonom Bright Institute Awalil Rizky. Namun, jumlah tersebut tetap tidak cukup untuk menutup gap dengan target penerimaan perpajakan dalam APBN 2025 yang dipatok Rp2.189,3 triliun, atau tumbuh 13,9 persen dari outlook 2024.
“Dilihat dari kesulitan pemerintah untuk memenuhi target penerimaan pajak APBN 2025 itu, maka pelaksanaan kenaikan tarif PPN (12 persen) nyaris hampir pasti dieksekusi ya soalnya ada tekanan politik yang luar biasa,” kata Awalil, seperti dikutip Antara, kemarin.
Disisi lain, setidaknya ada enam hal dampak dari kenaikan PPN yakni konsumsi rumah tangga yang menurun lantaran harga jual barang dan jasa yang ikut naik. kedua, penurunan kinerja produksi perusahaan pasalnya permintaan dari masyarakat yang menurun. ketiga, merajalelanya PHK karena perusahaan tak mampu memproduksi barang karena daya beli menurun. keempat penurunan investasi. Kelima, target pertumbuhan akan sulit dicapai dan keenam, dampak ke APBN.
Awalil memandang kebijakan tersebut sebagai langkah yang hampir pasti mengingat kesulitan Pemerintah mencapai target penerimaan perpajakan. Kenaikan PPN diyakini berdampak langsung pada inflasi dan daya beli masyarakat. Awalil mengingatkan pengalaman tahun 2022 saat PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen, terjadi lonjakan inflasi kala itu mencapai 0,95 persen dalam satu bulan.
Ia juga mengkhawatirkan dampak terhadap sektor produksi, mengingat adanya potensi efek crowding out yang membatasi dana masyarakat dan swasta untuk konsumsi serta investasi. Meski demikian, tarif PPN Indonesia masih lebih rendah dari rata-rata global yang mencapai 15,4 persen, namun merupakan yang tertinggi di ASEAN.
Selain kenaikan PPN, pemerintah juga tengah mempertimbangkan tax amnesty jilid III. Berdasarkan perhitungan Bright Institute, program ini memiliki potensi menambah penerimaan hingga Rp80 triliun, sehingga dapat mendongkrak penerimaan pajak menjadi Rp1.246 triliun.
Namun, Awalil mengingatkan bahwa program tax amnesty sebaiknya tidak hanya fokus pada penerimaan tebusan, tetapi juga diarahkan untuk memperbaiki basis perpajakan. “Sedangkan tax amnesty sangat mungkin ya, mengingat juga kebutuhannya ada. Kalaupun tidak jadi dilaksanakan 2025, akan dilaksanakan 2026 tax amnesty-nya. Nah, langkah lain yang meningkatkan penerimaan pajak kan sudah diwacanakan dengan publik,” jelasnya.
Selain menaikkan PPN 12 persen dan tax amnesty, Awalil menyebutkan beberapa strategi lain yang tengah diwacanakan untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Di antaranya adalah eksekusi penagihan pajak yang sudah diputuskan secara hukum, penggalian potensi pajak dari ekonomi bawah tanah (underground economy), penguatan pengawasan transaksi digital, serta perbaikan implementasi ketentuan perpajakan.
Adapun kenaikan PPN 12 persen dan pelaksanaan tax amnesty jilid III tentu memiliki peluang untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan stabilitas ekonomi. “Meskipun target penerimaan pajak adalah hal yang penting, kebijakan yang diambil harus tetap berpihak pada masyarakat dan tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,” terangnya.
NERACA Jakarta – PT Aqua Farm Nusantara bersama U.S. Soybean Export Council (USSEC) mendorong pemanfaatan ikan tilapia sebagai sumber…
NERACA Bogor - Korps Sukarela (KSr) Polbangtan Bogor bekerjasama dengan PMI Kota Bogor menggelar Donor Darah pada Rabu (20/11) di…
Industrialisasi dan Hilirisasi Jadi Kebijakan Sentral NERACA Jakarta - Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan…
NERACA Jakarta – PT Aqua Farm Nusantara bersama U.S. Soybean Export Council (USSEC) mendorong pemanfaatan ikan tilapia sebagai sumber…
NERACA Bogor - Korps Sukarela (KSr) Polbangtan Bogor bekerjasama dengan PMI Kota Bogor menggelar Donor Darah pada Rabu (20/11) di…
Industrialisasi dan Hilirisasi Jadi Kebijakan Sentral NERACA Jakarta - Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan…