INDONESIA HARUS WASPADA: - Defisit Neraca Transaksi Berjalan 2025, Imbas Trump dan Geopolitik yang Memanas

 

 

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta

 

Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia kembali menjadi perhatian setelah data terbaru menunjukkan pelebaran yang signifikan pada kuartal kedua 2024, mencapai US$3 miliar atau 0,9% dari PDB. Sementara surplus perdagangan barang tetap stabil, peningkatan pengeluaran di sektor jasa, terutama perjalanan, serta ketergantungan impor bahan bakar, menekan kinerja transaksi berjalan.

Situasi ini semakin rumit dengan dinamika global yang dipengaruhi oleh kebijakan proteksionis Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik yang memanas. Kembalinya kebijakan proteksionis Donald Trump dalam wacana politik Amerika Serikat berpotensi memberikan dampak besar terhadap perdagangan global, termasuk Indonesia. Kebijakan tarif tinggi terhadap Tiongkok, misalnya, dapat menggeser aliran barang dari Tiongkok ke pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Akibatnya, Indonesia menghadapi ancaman banjir impor barang murah yang berpotensi merusak industri dalam negeri. Di sisi lain, proteksionisme AS juga dapat menekan ekspor Indonesia ke pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa, yang berdampak negatif terhadap surplus neraca perdagangan barang.

Selain kebijakan tarif, ketegangan geopolitik yang terus meningkat antara negara-negara besar, seperti konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Laut Cina Selatan, menciptakan ketidakpastian ekonomi global.

Ketidakpastian ini memengaruhi harga komoditas, mengganggu rantai pasok, dan meningkatkan volatilitas pasar keuangan. Sebagai negara yang ekonominya masih sangat bergantung pada ekspor komoditas, Indonesia berisiko menghadapi fluktuasi yang tajam dalam penerimaan ekspornya. Ketergantungan yang tinggi pada impor bahan bakar juga memperparah situasi, mengingat volatilitas harga minyak dunia yang dapat memperlebar defisit neraca migas.

Dalam negeri, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia mencerminkan tantangan struktural yang belum teratasi. Ketergantungan pada impor minyak yang terus meningkat menjadi beban berat. Indonesia yang sebelumnya menjadi eksportir minyak kini harus mengalokasikan sebagian besar devisa untuk memenuhi kebutuhan energi domestik.

Pada saat yang sama, aliran keluar devisa melalui pembayaran dividen kepada investor asing, pembayaran bunga dan pokok utang luar negeri Publik dan repatriasi keuntungan oleh perusahaan multinasional terus menekan neraca pendapatan primer.

Meskipun pemerintah telah mendorong berbagai kebijakan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, seperti hilirisasi mineral, dampaknya belum cukup signifikan untuk menyeimbangkan transaksi berjalan. Bank Indonesia memproyeksikan bahwa defisit transaksi berjalan pada 2025 masih berada pada kisaran 0,5%-1,5% dari PDB. Meskipun angka ini dianggap aman dalam batas toleransi internasional, pelebaran yang berkelanjutan tetap menjadi risiko besar.

Defisit transaksi berjalan yang terus berlangsung dapat melemahkan nilai tukar rupiah, meningkatkan risiko inflasi impor, dan menambah tekanan pada cadangan devisa. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, Indonesia berisiko menghadapi instabilitas ekonomi yang lebih besar di tengah ketidakpastian global.

Untuk menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih terintegrasi antara lain:  

Diversifikasi ekonomi menjadi prioritas utama untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah dan impor energi. Sektor manufaktur, teknologi, dan pariwisata harus didorong untuk menjadi motor pertumbuhan baru yang dapat menciptakan nilai tambah lebih besar.

Kebijakan fiskal yang lebih strategis juga diperlukan untuk mendorong investasi di sektor-sektor ini, termasuk melalui insentif pajak dan pembiayaan infrastruktur yang mendukung efisiensi logistik.

Diplomasi Ekonomi

Di sisi lain, diplomasi ekonomi juga harus ditingkatkan untuk memitigasi dampak proteksionisme global. Indonesia perlu memperkuat kerja sama dengan negara-negara mitra dagang utama melalui perjanjian perdagangan bilateral dan regional.

Inisiatif seperti RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) dapat dimanfaatkan untuk membuka akses pasar yang lebih luas bagi produk Indonesia, sekaligus meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional.

Dalam jangka pendek, pemerintah dan Bank Indonesia perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat cadangan devisa. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah mengelola arus modal keluar dengan lebih hati-hati, terutama melalui kebijakan moneter yang adaptif terhadap kondisi global. Insentif bagi sektor energi terbarukan juga perlu diperluas untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, yang merupakan salah satu kontributor utama defisit transaksi berjalan.

Defisit neraca transaksi berjalan bukan hanya angka dalam laporan ekonomi, tetapi indikator yang mencerminkan kesehatan fundamental ekonomi negara. Kegagalan dalam mengelola defisit ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan, terutama dalam menghadapi tantangan global yang tidak terduga.

Tahun 2025 harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonominya. Dengan strategi yang tepat, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, Indonesia dapat menghadapi tantangan ini dengan lebih percaya diri. Namun, jika langkah-langkah yang diperlukan tidak segera diambil, Indonesia akan menghadapi risiko yang lebih besar di masa depan, baik dari dalam maupun luar negeri.

BERITA TERKAIT

Penguatan Hilirisasi SDA Langkah Strategis Pemerintah untuk Pemerataan Ekonomi

    Oleh: Arsenio Bagas Pamungkas, Peneliti Pertambangan   Pemerataan ekonomi yang berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia kini semakin mengemuka…

Diplomasi Multilateral Langkah Nyata Komitmen Kuat Prabowo Berantas Narkoba

    Oleh : Bimo Ariyan Beeran, Pengamat Sosial Politik     Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan komitmen yang…

Penghapusan Utang, Simbol Nyata Keberpihakan Pemerintah pada UMKM

  Oleh:  Meliana Kede,  Analis Ekonomi Makro Langkah pemerintahan Prabowo-Gibran dalam menghapus utang macet yang membelit pelaku Usaha Mikro, Kecil…

BERITA LAINNYA DI Opini

Penguatan Hilirisasi SDA Langkah Strategis Pemerintah untuk Pemerataan Ekonomi

    Oleh: Arsenio Bagas Pamungkas, Peneliti Pertambangan   Pemerataan ekonomi yang berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia kini semakin mengemuka…

Diplomasi Multilateral Langkah Nyata Komitmen Kuat Prabowo Berantas Narkoba

    Oleh : Bimo Ariyan Beeran, Pengamat Sosial Politik     Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan komitmen yang…

INDONESIA HARUS WASPADA: - Defisit Neraca Transaksi Berjalan 2025, Imbas Trump dan Geopolitik yang Memanas

      Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Defisit neraca transaksi berjalan Indonesia kembali menjadi perhatian…