Jangan Anggap Remeh Peta Kerawanan Bencana

 

NERACA

Jakarta - Badan Geologi Kementerian ESDM mengingatkan jangan pernah menganggap remeh atau mengesampingkan peta kerawanan bencana dalam rencana pembangunan Tata Ruang/Tata Wilayah (RTRW), karena dapat menimbulkan permasalahan yang serius terhadap sosial ekonomi masyarakat.

 

“Kami selalu mengingatkan dalam setiap kesempatan kepada semua, khususnya pemerintah daerah (pemda) bahwa peta zona kerentanan bencana akan lebih baik bila menjadi referensi tata ruang,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid di Jakarta, Rabu (20/11).

 

Wafid memastikan Badan Geologi sebagai wali data dari peta zona bencana sudah memberikan informasi sedetail mungkin, baik tertulis maupun berbasis digital yang dapat diakses melalui portal internet.

 

Para ahli dari Badan Geologi bersama lembaga terkait lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hingga Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setiap bulan memperbaharui, memperbaiki, dan menyempurnakan kualitas peta zona bahaya di setiap daerah tersebut.

 

Pihaknya telah membagi beberapa kerawanan bencana dengan kategori rendah, ringan, dan tinggi,  seperti zona bahaya gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran hutan, kekeringan, tanah longsor, abrasi, likuifaksi, hingga tsunami. “Semua daerah sudah dipetakan tingkat kerawanan dan karakteristik bencananya melibatkan ahli. Itu kami selalu kirimkan ke provinsi, khususnya melalui gubernur setiap bulan,” kata dia.

 

Adapun risiko sosial ekonomi masyarakat yang dapat ditimbulkan akibat bencana sebagaimana yang terdata oleh BNPB tergolong cukup besar. BNPB mencatat secara rinci indeks risiko yang ditimbulkan karena bencana pada medio tahun 2023, seperti bencana tanah longsor ada lebih dari 20.736 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp180,831 miliar, kerugian ekonomi sekitar Rp515,194 miliar, dan kerusakan lingkungan seluas 7,686 ribu hektare.

 

Bencana Banjir dengan luas bahaya 49,776 ribu hektare ada lebih dari 109.618 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp526,654 miliar, kerugian ekonomi sekitar Rp480,264 miliar, dan kerusakan lingkungan seluas 4,225 ribu hektare.

 

Sementara gempa bumi dengan luas bahaya 60,182 ribu hektare ada sebanyak 131.881 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp654,610 miliar lebih, kerugian ekonomi sekitar Rp9,753 miliar.

Kemudian bencana likuifaksi ada lebih dari 77.370 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp208,655 miliar, kerugian ekonomi sekitar Rp143,220 miliar dan kerusakan lingkungan seluas 1,434 ribu hektare.

 

Selanjutnya untuk cuaca ekstrem dengan luas bahaya 68,733 ribu hektare, ada sebanyak 226.329 jiwa  terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp1,962 triliun lebih, kerugian ekonomi sekitar Rp781,335 miliar, dan kerusakan lingkungan hingga seluas 4.225.262 hektare.

 

"Peta kerentanan bencana, risikonya, ini disampaikan agar semua dapat menghindari permasalahan berkelanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan)," kata Wafid.

Terpisah Pakar Bencana dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Harkunti Pertiwi Rahayu mengungkapkan dalam merespons risiko bencana ini membutuhkan kerja sama dan komitmen yang kuat antar-instansi, namun porsi tanggung jawab yang lebih besar dipegang oleh pemerintah daerah setiap provinsi kabupaten/kota.

 

Oleh karena itu, menurutnya, perencanaan pembangunan daerah yang selaras dengan kondisi wilayah benar-benar harus menjadi perhatian bersama, termasuk peningkatan kemampuan masyarakat dalam merespons potensi kerawanan bencana yang ada di sekitarnya. Misalnya pembangunan pemukiman di kawasan pesisir tidak boleh sembarangan dikarenakan kerentanan abrasi-gempa berpotensi tsunami.

 

“Sebagian dari itu ada di pemerintah daerah dengan segala keterbatasan dan karakteristik bentang alam Indonesia maka ini tantangan yang kita hadapi saat ini,” kata Harkunti, yang juga Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) ini.

 

 

BERITA TERKAIT

Korea Pavilion Hadirkan 24 Brand Ternama di SIAL Interfood 2024

  NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian Republik Korea bersama dengan Korea Agro-Fisheries & Food Trade Corporation (aT Center) berpartisipasi dalam…

Masih Banyak Ruang Pemanfaatan Elektrifikasi EBT

  NERACA Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengingatkan masih banyak ruang yang tersedia…

Pajak Orang Kaya Bisa Bantu Program Makan Bergizi Gratis

Pajak Orang Kaya Bisa Bantu Program Makan Bergizi Gratis NERACA Jakarta - Direktur Eksekutif Centr Of Economic And Law Studies…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Korea Pavilion Hadirkan 24 Brand Ternama di SIAL Interfood 2024

  NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian Republik Korea bersama dengan Korea Agro-Fisheries & Food Trade Corporation (aT Center) berpartisipasi dalam…

Masih Banyak Ruang Pemanfaatan Elektrifikasi EBT

  NERACA Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengingatkan masih banyak ruang yang tersedia…

Jangan Anggap Remeh Peta Kerawanan Bencana

  NERACA Jakarta - Badan Geologi Kementerian ESDM mengingatkan jangan pernah menganggap remeh atau mengesampingkan peta kerawanan bencana dalam rencana…