NERACA
Jakarta – Di kuartal tiga 2024, emiten pengelola Pizza Hut yakni PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) mencatatkan rugi bersih sebesar Rp96,71 miliar atau membengkak 148,25% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp38,95 miliar. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Sementara, penjualan neto PZZA juga jeblok 25,93% yoy menjadi Rp2,03 triliun per kuartal III/2024, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp2,75 triliun. Direktur Sarimelati Kencana, Boy Ardhitya Lukito mengatakan, pada tahun ini terdapat dua tantangan yang memengaruhi kinerja PZZA. Pertama, kondisi ekonomi yang terjadi di Indonesia, di mana terjadi penurunan daya beli masyarakat. Kedua, faktor geopolitik. "Dampak geopolitik bisa dilihat dari social reasoning, kami memang sudah ada penurunan," ujarnya.
Dia juga mengatakan, ke depan perseroan tidak akan fokus ke ekspansi. "Kami pelajari selama 2024 ini adalah meng-upgrade restoran-restoran kami yang ada yang mungkin umurnya sudah puluhan tahun dan ada beberapa outlet yang memang sudah out-dated atau ketinggalan desainnya,"kata Boy.
Pizza Hut sendiri saat ini sudah ada di 36 provinsi di Indonesia. Namun, jumlah gerai di Pizza Hut mengalami tren penurunan seiring dengan pembengkakan rugi serta penurunan penjualan. Per kuartal III/2024, jumlah gerai Pizza Hut di Indonesia mencapai 595 gerai, berkurang 17 gerai dalam kurun waktu setahun.
Sebelumnya, Direktur Utama Sarimelati Kencana Hadian Iswara juga mengungkapkan bahwa sejak tahun lalu, terdapat faktor boikot yang memengaruhi kinerja perseroan. "Krisis Palestina menyebabkan preferensi sebagian konsumen berubah dan berdampak juga kepada kinerja perseroan,” ujarnya.
Tahun ini, perseroan pasang target penjualan konservatif karena bayang-bayang melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. “Kami konservatif untuk tahun ini, seiring dengan kondisi makroekonomi indonesia yang mengalami banyak tantangan," ujar Boy Lukito, Direktur Operasional Pizza Hut seperti dikutip Kontan.
Boy mengatakan, penguatan nilai dolar memberikan dampak pada perusahaan karena ada bahan baku yang masih diimpor seperti gandum dan keju. Kendati demikian, PZZA akui bahwa porsi impornya masih lebih kecil dari pada penyerapan bahan baku dari domestik. Porsinya masih di bawah 50%.
Selain itu, pelemahan nilai tukar Rupiah pada Dolar Amerika Serikat juga mempengaruhi daya beli konsumen. "Dengan dollar AS yang tinggi, tentu saja daya beli masyarakat juga ada adjustment dari situ jadi kami tidak menargetkan tinggi-tinggi," tuturnya.
Untuk meminimalisasi dampak pelemahan rupiah, perusahaan masih menyiapkan inovasi untuk meningkatkan penjualan. Di sisi lain, perusahaan tetap optimis untuk mencatatkan kinerja keungan yang positif. “Kalau optimisme selalu ada terus ya. Tapi kita lihat saja nanti di akhir Desember tahun ini bagaimana," pungkasnya.
Perkuat likuiditas guna mendanai ekspansi bisnisnya, PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA) akan memperoleh pinjaman maksimal Rp1,25 triliun dari PT…
NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (18/11) sore awal pekan kemarin, indeks harga saham…
NERACA Jakarta -Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Arsy Buana Travelindo Tbk (HAJJ) membidik mengelola 5.000 kamar hotel di Mekah dan Madinah…
Perkuat likuiditas guna mendanai ekspansi bisnisnya, PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA) akan memperoleh pinjaman maksimal Rp1,25 triliun dari PT…
NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (18/11) sore awal pekan kemarin, indeks harga saham…
NERACA Jakarta -Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Arsy Buana Travelindo Tbk (HAJJ) membidik mengelola 5.000 kamar hotel di Mekah dan Madinah…