Isu perubahan iklim dan krisis lingkungan, serta dampak dari penggunaan energi fosil yang berlebihan telah membawa pada ancaman serius terhadap keberlanjutan kehidupan di Bumi. Untuk mengatasi masalah ini, penggunaan energi bersih menjadi solusi utama. Hal ini pula yang menjadi desakan dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) agar perusahaan menjalankan bisnis dengan inisiatif berkelanjutan dalam aspek sosial, lingkungan dan memperhatikan masa depan tanpa mengorbankan generasi mendatang.
Apalagi pemerintahan presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mempercepat transisi energi nasional dan mengurangi emisi karbon. Transisi energi bukan hanya terkait pengurangan emisi gas rumah kaca, tapi juga menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Ya, dibalik geliatnya pertumbuhan ekonomi ada kebutuhan energi yang terus tumbuh. Maka desakan transisi menuju energi bersih untuk mengurangi dampak buruk perubahan iklim, mengurangi polusi udara, dan menjaga sumber daya alam yang terbatas menjadi kebutuhan dan bukan lagi pilihan. Apalagi dunia akan lebih menghargai pelaku industri yang sudah memanfaatkan sumber energi bersih dalam operasionalnya.
Kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, investasi yang berorientasi pada berkelanjutan akan mampu mendongkrak perekonomian Indonesia. Hal ini searah dengan target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. “Investasi berkelanjutan yang berbasis pada energi bersih tengah menjadi tuntutan utama investor global. Dia berharap segenap pemangku kepentingan di Tanah Air dapat menangkap peluang tersebut,”ungkapnya.
Sementara Managing Director Energy Shift Institute, Putra Adhiguna mengatakan, transisi ke energi terbarukan harus benar-benar dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto jika ingin target pertumbuhan ekonomi 8% tercapai. Pasalnya, transisi energi merupakan perkara daya saing Indonesia di level global bukan perkara barat.
Tengok saja produsen “raksasa batubara” dunia seperti China dan India kini bergegas melakukan percepatan transisi energi. Hal ini terlihat dari pengembangan listrik bersih dari kedua negara itu yang sangat pesat. Lebih jauh, Putra menjelaskan, transisi energi akan senantiasa menciptakan investasi berkualitas dalam kurun waktu beberapa tahun mendatang.
Dia mencontohkan sudah banyak perusahaan kelas dunia menginginkan adanya energi hijau ketika mereka ingin menanamkan modalnya di suatu negara. Sebut saja di sektor properti yang sudah mengenal konsep hijau atau hunian ramah lingkungan terus dioptimalkan dengan pemanfaatan energi hijau. Hal ini selain komitmen mendukung menekan emisi karbon juga meningkatkan daya saing dan nilai jual.
Hasil survei suara konsumen tahun 2024 yang dilakukan PWC menunjukkan bahwa konsumen global bersedia membayar 9,7% lebih mahal untuk produk-produk ramah lingkungan meskipun di saat yang sama biaya hidup lebih mahal di tengah tingginya inflasi. Dengan perkembangan konsumen yang semakin meminati produk-produk ramah lingkungan, investor pun saat ini lebih tertarik berinvestasi di perusahaan yang menerapkan ESG.
Selain itu, pemerintah juga memberi insentif bagi perusahaan-perusahaan yang menerapkan ESG, termasuk dari sisi pembiayaan. Faktor-faktor tersebut akan semakin membuka peluang perusahaan yang fokus menerapkan ESG tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI), Iwan Prijanto mengungkapkan bahwa proses konstruksi sebuah bangunan mengonsumsi 35% energi dan 12% air, menghasilkan 25% sampah, serta mengeluarkan 39% emisi gas rumah kaca. Setelah pembangunan selesai, operasionalisasi bangunan bertingkat itu berkontribusi tiga besar teratas produksi emisi karbondioksida (CO2).
Oleh karena itu, Iwan menyebut bahwa pengembang suka tidak suka harus turut berperan aktif dalam kegiatan memerangi perubahan iklim dunia. “Konsep bangunan hijau bertujuan melakukan konservasi, efisiensi serta saling berbagi dalam pemanfaatan sumber daya energi, air, lahan, udara dan lingkungan,”ujarnya.
Disampaikannya, pengembang yang tidak bisa mengikuti ketentuan nol emisi karbon dalam aktivitas usahanya akan mengalami keterlambatan dalam 10 tahun ke depan dan akan sulit menjual unit propertinya. Oleh karena itu, pemanfaatan energi bersih dan khususnya di sektor properti menjadi keniscayaan. Tengok saja, Sinar Mas Land menjadi pionir perusahaan properti dalam pemanfaatan energi hijau (energi baru terbarukan/EBT) yang mengantongi sertifikat energi hijau (renewable energy certificate/REC) dari PT PLN (Persero).
Sebanyak lima gedung milik Sinar Mas Land telah mengantongi REC dari PLN. Kelima gedung itu yakni Sinar Mas Land Plaza Thamrin, Sinar Mas Land Plaza BSD City, My Republic Plaza BSD City, Green Office Park 1 BSD City, dan Green Office Park 9 BSD City. Untuk tahap awal, ppenyediaan sebesar 613 mWh secara bertahap akan tercapai 100% pembelian REC pada Januari 2025 mendatang.
Kemudian ada pengusaha di sektor kontraktor perumahan PT Almas Berkah Mandiri (pengembang Griya Araz dan Araz Residen), PT Karisma Langit Nusantara (pengembang perumahan Green Nusantara Residen 3), dan Negeri Cinta Property Developer juga turut mendorong penggunaan energi hijau melalui REC PLN.
Potensi Pasar
Tingginya minat pelaku industri akan pemakaian energi bersih, khususnya di sektor properti, tentu saja menjadi peluang bisnis bagi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai lokomotif transisi energi untuk memenuhi distribusi energi bersih ke semua sektor dan tantangannya adalah memperluas layanan tersebut tidak hanya bagi korporasi tetapi juga pasar ritel serta kesiapan infrastruktur.
Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap untuk mendukung visi pemerintah dalam menciptakan ekosistem investasi yang berbasis energi bersih. Dalam hal ini, PLN telah memiliki layanan khusus untuk menjawab kebutuhan industri akan suplai listrik bersih yang andal dan terjangkau, dengan salah satu produk andalannya ialah Renewable Energy Certificate (REC)“Melalui layanan ini, Kami siap mendukung arah investasi yang berkelanjutan yang tengah difokuskan Pemerintah. Langkah ini juga selaras dengan upaya kita untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) di tahun 2060,” tutur Darmawan.
Selain itu, lanjutnya, perseroan bakal membangun jaringan listrik yang terkoneksi secara digital atau smart grid. Hal ini dilakukan seiring langkah perusahaan yang akan menggenjot kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT. Disampaikannya, permintaan dan konsumsi listrik saat ini cukup banyak berasal dari pulau Jawa. Sementara kebanyakan pasokan listrik berbasis sumber energi baru dan terbarukan berada di luar Jawa."Begitu renewable energy, hydro, geothermal, wind kita bicara solar (surya) juga, dengan berbagai energi, ombak dan lain-lain, kita ada pertumbuhan demand di Jabar tapi hydro-nya di Sumut. Apakah bisa dipindahkan? Belum ada teknologi untuk pindahkan dari Sumut ke Jabar,"ujarnya.
Oleh sebab itu, untuk memastikan pasokan listrik EBT tersebar secara merata, maka pihaknya berencana untuk membangun jaringan transmisi atau green enabling transmission. Dengan demikian, pemanfaatan sumber EBT yang belum tergali dapat dimanfaatkan."Mismatch ini kita selesaikan kita sambungkan green enabling transmission line, pendek saja 35 ribu km sirkuit transmission line ini sekeliling bumi masih tambah lagi. Kalau sampai 2040 ini mencapai 70 ribu km transmission line-nya untuk mismatch ke epicentrum demand," kata dia.
Menurutnya, ini diperlukan karena dunia tengah menghadapi tantangan perubahan iklim. Pihaknya pun perlu merespons ini dengan menyediakan sumber listrik berbasis energi baru terbarukan. Namun, pihaknya tentunya tidak bisa sendiri, diperlukan kolaborasi untuk mengatasi isu dampak perubahan iklim ini.
Asal tahu saja, pasokan listrik dari layanan GEAS bersumber dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan. Sampai saat ini, layanan GEAS telah dinikmati oleh berbagai perusahaan nasional mau pun global di Tanah Air. Hingga September 2024, layanan listrik hijau REC PLN telah dinikmati ribuan pelanggan dengan total 9.776 transaksi yang penjualannya mencapai 4,01 juta Megawatt hours (MWh). Angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan dibanding periode yang sama di tahun 2023 yang mencapai 2.554 transaksi dengan penjualan sebesar 2,33 juta MWh. Pertumbuhan ini mencerminkan komitmen kuat PLN dalam mendukung transisi energi hijau melalui peningkatan penggunaan sertifikat energi terbarukan di Indonesia.
Darmawan menambahkan, pihaknya akan terus meningkatkan kapasitas energi bersih untuk memenuhi permintaan listrik hijau untuk industri yang semakin tinggi.”Dalam hal ini kami juga telah berhasil menambah dua pembangkit sebagai sumber REC. Sehingga saat ini kami memiliki 8 pembangkit yang dapat menerbitkan REC dengan kapasitas produksi mencapai 4,7 juta unit REC atau 4,7 TWh per tahun dan jumlah tersebut akan terus bertambah,” jelas Darmawan.
Adapun dua pembangkit sumber REC yang berhasil ditambah PLN tahun ini ialah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Nusa Tenggara Timur dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Orya Genyem di Papua. Dua pembangkit berbasis EBT di atas telah bergabung dengan 6 pembangkit lain yang selama ini telah menyuplai listrik hijau REC PLN yaitu PLTP Ulubelu, PLTA Cirata, PLTP Kamojang, PLTM Lambur, PLTA Bakaru, dan PLTP Lahendong.
NERACA Jakarta – Pacu pertumbuhan volume produksi batu bara, PT Sumber Global Energy Tbk (SGER) sebagai pembeli dan PT Merge…
NERACA Jakarta – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menegaskan peringkat idA+ kepada PT Barito Pacific Tbk. (BRPT). Meski demikian, ada…
Di kuartal tiga 2024, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) mencatat laba sebesar Rp322,53 miliar (Rp47 per saham) atau anjlok…
Kesadaran masyarakat, khususnya generasi milenial terhadap isu lingkungan dan penggunaan energi ramah lingkungan cukup tinggi. Mereka aktif melakukan penghematan energi di rumah…
NERACA Jakarta – Pacu pertumbuhan volume produksi batu bara, PT Sumber Global Energy Tbk (SGER) sebagai pembeli dan PT Merge…
Isu perubahan iklim dan krisis lingkungan, serta dampak dari penggunaan energi fosil yang berlebihan telah membawa pada ancaman serius terhadap…