NERACA
Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Bioetanol Bulan November 2024 sebesar Rp14.039/liter.
"Keputusan penetapan harga Bioetanol tersebut berlaku per tanggal 1 November 2024," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, di Jakarta.
Agus menyebut, terjadi penurunan harga bioetanol sebesar Rp105 apabila dibandingkan dengan HIP bioetanol pada bulan sebelumnya, yakni Oktober 2024 yang sebesar Rp14.144 per liter.
Adapun perhitungan besaran HIP BBN Bioetanol dihitung dengan formula sebagai berikut:
HIP = (harga tetes tebu KPB rerata periode 3 bulan x 4,125 kg/L) + 0,25 USD/L.
Nilai kurs yang digunakan merujuk kepada kurs tengah Bank Indonesia selama periode kurs dari 15 September - 14 Oktober 2024, yakni sebesar Rp15.348. Sedangkan harga tetes tebu KPB rata-rata 15 Juli - 14 Oktober 2024 sebesar Rp2.473/kilogram (kg).
Sebelumnya, HIP untuk BBN jenis Bioetanol Bulan Oktober 2024 sebesar Rp14.144/liter. "Harga Bioetanol Bulan Oktober 2024 mengalami penurunan sebanyak Rp794 apabila dibandingkan dengan September, dimana pada bulan lalu harganya sebesar Rp14.938/liter," ujar Agus.
Lebih lanjut, Kementerian ESDM menegaskan bioenergi sebagai salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT) sangat berperan penting dalam target pengurangan emisi karbon (net zero emission) yang ditargetkan tercapai pada 2060. Kontribusi sektor EBT dalam bauran energi nasional mencapai 13,2 persen di mana bioenergi berkontribusi 7,7 persen atau 60 persen dari total bauran energi.
Indonesia memiliki dua komitmen utama terhadap mitigasi perubahan iklim yang harus dicapai. Target nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mencapai sebesar 29 persen pada 2030 yang terlah diperbaharui menjadi 31,9 persen melalui business as usual dengan usaha sendiri dan penurunan sebesar 41 persen yang skema business as usual dengan bantuan internasional pada 2030 yang telah diperbaharui menjadi 43,2 persen terhadap dengan bantuan internasional.
Seperti diketahui bahwa Kementerian ESDM akan mulai mengimplementasikan penggunaan campuran Bioetanol 5 persen pada bensin, atau E5.
Implementasi E5 yang akan dimulai tahun 2023 di Surabaya mencakup segmen bensin dengan oktan number 95. Adapun penyiapan sarana dan fasilitas penyaluran yang telah diselesaikan oleh PT Pertamina Patra Niaga meliputi modifikasi fasilitas blending di Integrated Terminal Surabaya dan 10 (sepuluh) SPBU di wilayah Surabaya serta saat ini sedang disiapkan pada 5 (lima) SPBU di wilayah Jakarta.
Sebelumnya, untuk memastikan performa penggunaan campuran bahan bakar nabati jenis bioetanol di dalam kendaraan, telah dilakukan serangkaian pengujian termasuk uji jalan hingga 15.000 km oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS" menggunakan bahan bakar gasoline RON 95 dari PT Pertamina Patra Niaga dan serta Bioetanol dari PT Energi Agro Nusantara (Enero). Hasilnya memenuhi kriteria pada aplikasi kendaraan bermotor jenis bensin.
Selain itu telah ditetapkan Standar dan Mutu (spesifikasi)Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Gasoline) RON 95 dengan Campuran Bioetanol 5 persen (E5) yang dipasarkan di Dalam Negerioleh Ditjen Migas.Tim Studi Bioetanol ITB juga telah memberikan rekomendasi untuk implementasi E5.
Terkait bioetanol, Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) menunjukkan keseriusannya dalam mengembangkan bisnis bioetanol. Hal ini ditunjukkan melalui penandatanganan dua bentuk kerja sama, yaitu dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) dan dengan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kerja sama ini adalah langkah strategis yang baik dalam rencana pengembangan bioetanol di Indonesia. Kami optimis bahwa kolaborasi antara Pertamina NRE dan SGN serta Pemprov NTT akan menghasilkan dampak yang positif dalam percepatan transisi energi nasional. Pertamina NRE selama ini berfokus di penyediaan energi baru dan terbarukan, salah satunya melalui bioetanol," ujar CEO Pertamina NRE, John Anis.
Pertamina NRE bersama SGN sepakat untuk bekerja sama membangun pabrik bioetanol di Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dengan memanfaatkan bahan baku molase (produk samping dari pengolahan tebu untuk gula) di pabrik gula Glenmore. Pabrik bioetanol ini direncanakan memiliki kapasitas produksi sebesar 30.000 kilo liter per tahun atau setara dengan 100 kilo liter per hari (KLPD). Proyek ini merupakan bagian dari rencana jangka pendek pengembangan bisnis bioetanol.
“Kami menyambut baik rencana kerja sama dari PNRE, hal ini sejalan dengan komitmen SGN untuk terus mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan produksi bioetanol sebagaimana tertuang dalam Perpres 40/2023," ujar Direktur Utama PT Sinergi Gula Nusantara, Mahmudi.
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengoptimalkan potensi pangan biru (pangan akuatik) untuk mendukung pencapaian target swasembada…
NERACA Tagerang – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) optimistis sistem resi gudang (SRG) dan pasar lelang komoditas (PLK) dapat…
NERACA Jakarta – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan/TPP (safeguard measures) terhadap impor barang pakaian…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengoptimalkan potensi pangan biru (pangan akuatik) untuk mendukung pencapaian target swasembada…
NERACA Tagerang – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) optimistis sistem resi gudang (SRG) dan pasar lelang komoditas (PLK) dapat…
NERACA Jakarta – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan/TPP (safeguard measures) terhadap impor barang pakaian…