Kementerian ESDM Gandeng JOGMEC Tingkatkan Kompetensi SDM Wujudkan NZE 2060

NERACA

Tokyo – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meneken kesepakatan dengan Japan Organization for Metals and Energy Security (JOGMEC) terkait program magang bagi pegawai Kementerian ESDM. Memorandum of Agreement (MoA) ini ditandatangani oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) ESDM Prahoro Yulijanto Nurtjahyo dan Chairman & CEO JOGMEC Takahara Ichiro.

Perjanjian strategos ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di sektor ESDM dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

"BPSDM ESDM memprakarsai kerja sama dengan JOGMEC. Perjanjian yang ditandatangani hari ini adalah untuk membina pengembangan SDM dalam mempersiapkan pencapaian target-target NZE Indonesia tahun 2060. JOGMEC menyambut baik program kolaborasi ini," ujar Prahoro di Tokyo.

Kolaborasi dengan JOGMEC ini akan memfasilitasi program magang bagi pegawai Kementerian ESDM, di mana peserta magang akan mendapatkan pengalaman praktis dan penggunaan teknologi canggih, yang selanjutnya akan memperkuat kemampuan teknis setelah kembali ke Indonesia.

"Harapannya, setelah sampai ke Indonesia nanti, para peserta magang dari Kementerian ESDM akan membawa ilmu dan kemampuan praktis, yang dapat disampaikan kepada pegawai Kementerian ESDM dan sektor ESDM lainnya," harap Prahoro.

Program magang ini adalah perluasan dari upaya kolaboratif antara Indonesia dan jepang, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM di kedua negara. Selain itu, juga berkontribusi terhadap ketahanan energi, transisi energi, dan pembangunan berkelanjutan. Adapun kerja sama antara Kementerian ESDM dengan JOGMEC telah berlangsung lama, mulai dari subsektor Migas, panas bumi, batubara, hingga Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). 

Terkait NZE, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan "Indonesia, sebagai negara kepulauan, rentan terhadap dampak perubahan iklim yang memengaruhi dimensi ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan program dekarbonisasi, salah satunya melalui transisi energi."

Dadan menyebutkan, Indonesia memiliki beragam potensi energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 3.689 GW, terdiri dari potensi Surya (3.294 GW), Hidro (95 GW), Bioenergi (57 GW), Angin/Bayu (155 GW), Panas Bumi (23 GW), dan Laut (63 GW). "Alam sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk kita, tinggal bagaimana kita dapat mengelolanya hingga bisa memberikan manfaat dengan tetap memperhatikan lingkungan," lanjut Dadan.

Beberapa komitmen Pemerintah untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ditegaskan melalui Enhanced NDC dimana pemerintah menargetkan penurunan emisi GRK di sektor energi pada tahun 2030 sebesar 31,89% (dengan kemampuan sendiri) dan 43,20% (dengan dukungan internasional).

Pemerintah Indonesia juga berkomitmen dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat lagi. Dalam hal ini dukungan internasional juga ditunjukkan melalui Just Energy Transition-Partnership (JET-P) danAsia Zero Emissions Community (AZEC).

Di depan mahasiswa yang berasal dari 45 kampus di Indonesia tersebut, Dadan juga menjelaskan pentingnya harmonisasi antar dimensi dalam trilema energi untuk mencapai sistem energi berkelanjutan. "Transisi energi tidak hanya tentang keberlanjutan, namun juga tentang kesetaraan energi dan ketahanan energi," tegas Dadan.

Lebih lanjut, Dadan mengungkapkan bahwa berbagai upaya terus dilakukan pemerintah dalam memberikan akses, termasuk memberikan akses listrik sebelum masuknya listrik PLN ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau jaringan PLN. "Untuk menuju NZE, kita juga menyiapkan supergrid sebagai interkoneksi listrik yang akan menghubungkan Pulau-pulau besar di Indonesia," jelas Dadan.

Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) juga mengungkapkan bahwa posisi Indonesia untuk mengurangi perubahan iklim sudah jelas yakni membangun Indonesia yang resilient prosperous sustainable dan ekonomi inklusif. "Kami ingin bekerja keras mencapai NZE di tahun 2060 atau lebih awal sekaligus menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kemiskinan yang terus diturunkan secara signifikan serta lapangan kerja yang terus tercipta," tambah Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menyakini banyak negara-negara berkembang yang mempunyai posisi seperti Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang kolaboratif dan inklusif berupa aksi-aksi nyata untuk menghasilkan karya nyata.

 

BERITA TERKAIT

Aturan Turunan UU Kesehatan Mengancam Industri Tembakau Nasional

NERACA Jakarta - Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menyebut bahwa PP 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU…

Di MWO, Industri Nasional Raup Kerja Sama Senilai USD 10 Juta

NERACA Jakarta – Indonesia menunjukkan komitmennya untuk terus meningkatkan daya saing industri nasional di kancah global dengan turut berpartisipasi dalam…

Hilirisasi Sawit Berpotensi untuk Dioptimalkan

NERACA Jakarta – Pemerintah RI melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, memacu pertumbuhan ekonomi nasional ke level 6-8…

BERITA LAINNYA DI Industri

Aturan Turunan UU Kesehatan Mengancam Industri Tembakau Nasional

NERACA Jakarta - Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menyebut bahwa PP 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU…

Kementerian ESDM Gandeng JOGMEC Tingkatkan Kompetensi SDM Wujudkan NZE 2060

NERACA Tokyo – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meneken kesepakatan dengan Japan Organization for Metals and Energy Security…

Di MWO, Industri Nasional Raup Kerja Sama Senilai USD 10 Juta

NERACA Jakarta – Indonesia menunjukkan komitmennya untuk terus meningkatkan daya saing industri nasional di kancah global dengan turut berpartisipasi dalam…