Disenggol Malaysia, Orang Indonesia Memang Suka Berobat ke Luar Negeri

 

Unggahan mengenai poster ajakan untuk berobat ke Malaysia sempat viral di sosial media. Dalam foto unggahan tersebut, klinik kesehatan asal Malaysia yakni Malaysia Healthcare mengajak orang Indonesia untuk berobat ke negara tersebut dengan tulisan “Mau berobat? Ke Malaysia aja! Lebih dekat, lebih terjangkau” tulis poster promosi tersebut.

Persoalan orang Indonesia yang berobat ke luar negeri juga pernah disinggung oleh Presiden Joko Widodo. Dia mengatakan 1 juta orang warga Indonesia masih berobat ke luar negeri. Tujuannya mulai dari Malaysia, Singapura, hingga ke Amerika. "Ada 1 juta lebih warga negara kita Indonesia berobat keluar negeri. Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Amerika, Eropa," ungkap Jokowi dalam Rakerkernas Kesehatan 2024. Menurutnya, karena 1 juta lebih orang ini berobat ke luar negeri, Indonesia jadi kehilangan Rp 180 triliun karena ada uang keluar dan tidak terdistribusi di dalam negeri. "Kita kehilangan US$ 11,5 miliar, kalau dirupiahkan Rp 180 triliun. Itu hilang," papar Jokowi.

Lalu apa yang menyebabkan orang Indonesia berobat ke luar negeri? Ternyata, biaya yang lebih murah bukan satu-satunya alasan yang mendorong warga RI pergi ke Malaysia dan Singapura untuk berobat, atau bahkan sekedar melakukan tes kesehatan. 

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi mengatakan bahwa alasan orang Indonesia banyak berobat ke Malaysia dan Singapura adalah selain karena obat dan transportasi lebih murah, menurutnya ada kenyamanan pasien dalam melakukan komunikasi dengan dokter.

Menurutnya, hal ini perlu menjadi catatan sejumlah tenaga medis di Indonesia agar bisa meningkatkan kualitas pelayanan. "Kami sekarang selalu mengatakan kemampuan komunikasi pada dokter di Indonesia harus ditingkatkan, karena salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, berobat ke Malaysia, atau Singapura, itu salah satunya karena faktor komunikasinya yang mereka anggap lebih enak di sana daripada di Indonesia," kata Adib seperti dikutip detikcom, beberapa waktu lalu.

"Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, regulasi negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," pungkas dr Adib. Indonesia jelas dirugikan dari kondisi ini. Sebab, ada potensi nilai ekonomi yang hilang. Menurut catatan pemerintah, negara tujuan berobat favorit masyarakat Indonesia antara lain Singapura, Malaysia, Jepang dan Amerika Serikat.

Presiden menyadari, Indonesia memang tertinggal dalam sektor kesehatan. Saat ini, rasio dokter di Indonesia ada di level 0,47 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Tanah Air. Mengacu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, yang ideal, yaitu 1/1000 atau 1 dokter per 1000 penduduk. Apabila sebuah negara berhasil memenuhi "golden line" tersebut, maka dapat dikategorikan berhasil dan bertanggung jawab kepada rakyatnya di bidang kesehatan.

Angka terakhir yang di dapatkan dari WHO dan juga World Bank, rasio Indonesia berada di 0,47/1000. Angka ini membawa Indonesia menempati posisi ketiga terendah di ASEAN setelah Laos 0,3/1000 dan Kamboja 0,42/1000.

Juru Bicara Kemenkes M Syahril menyampaikan lembaganya punya tiga solusi guna mencegah WNI berobat ke luar negeri. Ketiga solusi ini merupakan bagian dari program transformasi kesehatan yang digagas Kemenkes. Pertama, Syahril menyebut transformasi layanan rujukan. Intinya ialah rumah sakit yang jadi rujukan nasional baik itu swasta dan pemerintah harus punya kemampuan tangani pasien secara maksimal. "Jadi pasien enggak perlu kemana-mana cukup di Indonesia saja. Karena apa? SDMnya, alatnya, harganya dianggap lebih murah dan bagus," kata dokter Syahril.

Kedua, Syahril menyoroti transformasi sumber daya kesehatan. Lewat solusi ini, Kemenkes menyiapkan SDM kesehatan dari dokter, perawat dan penunjang itu harus cukup dan merata di Indonesia. "Ini termasuk kemampuan dan keahliannya harus bagus sehingga apapun kebutuhan masyarakat yang sulit bisa ditangani oleh dokter di Indonesia," ujar Syahril.

Ketiga, Syahril menyebut perlunya transformasi teknologi kesehatan. Hal ini menyangkut teknologi terbaik harus dipakai dalam dunia medis di Tanah Air. "Ini bagaimanapun kesehatan terkait teknologi. Jadi alatnya harus bagus, canggih kemudian update dan harga terjangkau," ujar Syahril.

BERITA TERKAIT

Saatnya Mengatur Si Manis Cegah Komplikasi Diabetes

Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukan jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2021 mencapai 537 juta. Angka ini…

Halodoc Siapkan Priskiater Tersertifikasi - Saatnya Masyarakat Terbuka Soal Kesehatan Metal

Indonesia dihadapkan pada tantangan serius terkait kesehatan mental. Data dari Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa lebih dari 20 juta warga…

Sering Mengucek Mata? Kenali Risikonya

  Saat mata terasa gatal, kering, atau lelah, mengucek mata adalah hal yang sangat menyenangkan. Rasa gatal atau tidak nyaman…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Saatnya Mengatur Si Manis Cegah Komplikasi Diabetes

Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukan jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2021 mencapai 537 juta. Angka ini…

Halodoc Siapkan Priskiater Tersertifikasi - Saatnya Masyarakat Terbuka Soal Kesehatan Metal

Indonesia dihadapkan pada tantangan serius terkait kesehatan mental. Data dari Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa lebih dari 20 juta warga…

Disenggol Malaysia, Orang Indonesia Memang Suka Berobat ke Luar Negeri

  Unggahan mengenai poster ajakan untuk berobat ke Malaysia sempat viral di sosial media. Dalam foto unggahan tersebut, klinik kesehatan…