Transformasi Ekonomi Digital Ugal-Ugalan?

 

Oleh: Avanaditya Wahyu Agung, Staf KPPBC Tipe Madya, Malang

Rasanya belum lama saya datang mengantre berjam-jam lebih awal ke bioskop agar bisa menonton film The Avengers (2012) demi mendapat barisan kursi yang paling nyaman. Namun, hari ini dalam sekali “klik” sudah bisa memesan kursi pilihan sesuka saya di layar smartphone. Jelas, saya yang sebelumnya terbiasa dengan siklus waktu menunggu berjam-jam, kini disodorkan sebuah perubahan menjadi milidetik.

Itu bukti pemanfaatan teknologi digital tak dipungkiri berperan penting terhadap ekonomi kita saat ini. Teknologi digital seperti kendaraan untuk membawa masyarakat dengan selamat menuju kemajuan ekonomi nasional. Namun, jika “pengemudi” mengendarai secara ugal-ugalan tentu akan membahayakan masyarakat. Ibarat mengendarai mobil melaju kencang menuju garis akhir tanpa menggunakan sabuk pengaman.

Perubahan cepat tersebut kian tak terelakkan dengan datangnya pandemi Covid-19. Kita sebelumnya sering belanja mingguan bahan makanan di pasar, dilanjut kegiatan memasak setiap hari selama satu minggu ke depan, kini semua proses itu bisa dipangkas dengan sebuah layanan online yang bisa menghidangkan makanan dalam hitungan menit guna meminimalisir kontak fisik di pasar.

Dapat disimpulkan transformasi ekonomi digital merupakan sebuah proses yang radikal atau luar biasa melibatkan teknologi digital, sehingga memudahkan aktivitas ekonomi seperti melakukan transaksi, komunikasi, belanja dan lain sebagainya.

Transformasi ekonomi digital terbukti menjadi faktor penting perkembangan ekonomi Indonesia, terutama mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Ini ditunjukkan dengan tren positif investasi ekonomi digital di Indonesia.

Hasil studi Google, Temasek, Bain & Company (2021) sepanjang Q1-2021 nilai investasi ekonomi digital Indonesia tercatat US$4,7 miliar. Selain investasi, potensi transaksi e-commerce Indonesia juga sangat tinggi, volume transaksi mencapai 1,73 miliar dengan nilai transaksi Rp 401,25 triliun.

Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kerangka pengembangan ekonomi digital meliputi empat pilar untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Empat pilar tersebut diantara lain, infrastruktur digital dan fisik yang kuat, riset dan inovasi digital, pengembangan SDM, dan penyederhanaan birokrasi, sebagai berikut:

Pertama, infrastuktur digital dan fisik sudah terhitung kuat untuk meningkatkan arus ekonomi dan menciptakan peluang kerja di Indonesia. Hal ini didukung dengan cakupan wilayah yang terjangkau internet semakin luas. Berdasarkan laporan dari We Are Social mengungkapkan terdapat 204,7 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2022.

Digitalisasi infrastruktur ini mampu meningkatkan jangkauan bisnis bagi pelaku usaha. Terutama pelaku UMKM, dimana awalnya memiliki pasar skala lokal, sekarang bisa mencapai nasional bahkan internasional.

Kedua, riset dan inovasi digital untuk menghasilkan nilai tambah industri dan mengurangi ketergantungan sumber daya alam. Akselerasi penggunaan teknologi digital mendorong hadirnya ide-ide segar dalam berbagai bidang.

Diantara lain seperti perusahaan Gojek dan Tokopedia melebur menjadi GoTo. Inovasi ini berdampak positif pada ekosistem transportasi dan logistik nasional. Tercipta juga inovasi di bidang baru lainnya, seperti platform edukasi digital dan kesehatan digital, semakin menciptakan sebuah ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital.

Ketiga, pengembangan SDM yang memiliki keterampilan dalam sains dan teknologi. Memasuki revolusi industri 4.0 rasanya hampir semua orang, minimal mampu mengoperasikan smartphone dan melek teknologi. Namun tidak melek risiko ancaman penyalahgunaan teknologi.

Manfaat penggunaan teknologi digital akan selalu beriringan dengan tingkat risiko ancaman penyalahgunaan teknologi. Salah satu isu saat ini adalah dugaan serangan siber dengan bocornya data masyarakat yang dimiliki pemerintah oleh seorang hacker yang menamakan dirinya Bjorka.

Kasus Bjorka hanya salah satu contoh. Tahun 2021, Badan Siber Sandi Negara (BSSN) mencatat 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber. Naik hampir dua kali lipat dari tahun 2020 yang tercatat 888 juta serangan siber. Menyimak data tersebut menunjukkan Indonesia bukan dalam kondisi aman terhadap ancaman siber.

Setiap manusia di zaman sekarang tidak lebih hanya sekedar data dan informasi. Jika informasi kita di dunia digital bocor maka akan ada ancaman penyalahgunaan informasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Seperti judul dan analogi awal yang penulis sampaikan, saat ini kita sedang ugal-ugalan mengendarai mobil melaju kencang menuju garis akhir tanpa menggunakan sabuk pengaman. Jaminan kecepatan sampai tujuan kita dapatkan tapi mengorbankan keamanan pengendaranya.

Tidak dapat dibendung lagi memang, di dunia yang memasuki era industri 4.0 serba digital dan serba instan, muncul berbagai aplikasi startup online yang memudahkan aktivitas masyarakat. Berbanding terbalik dengan literasi digital masyarakat yang rendah, khususnya literasi kesadaran perlindungan data pribadi.

Contoh sederhana, hampir semua masyarakat, bahkan kadang penulis sendiri, saat dihadapkan dengan terms and conditions agreement atau privacy policy suatu aplikasi pasti akan langsung memilih setuju tanpa membaca poin-poin seluruhnya. Kemudian dengan santainya mengunggah data diri pada aplikasi tersebut.

Itu saja mencirikan bahwa SDM kita kaget dan tidak siap dengan meleburnya dua dunia, dunia nyata dan digital, menjadi satu. Kesadaran diri akan pentingnya keamanan informasi sangat rendah karena cepatnya laju digitalisasi ini. Dengan adanya isu Bjorka yang mencuat, terbukti atau tidak terbukti kebenarannya, adalah hikmah tersendiri. Menjadi bahan renungan kita agar mengubah pola pikir kita menjadi semakin bijak dalam memasuki era digitalisasi ini.

Keempat, penyederhanaan birokrasi melalui kebijakan pemerintah untuk mendukung dan mengurangi hambatan inovasi. Harus diakui laju ekonomi digital, dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, inovasi-inovasi digital lebih cepat muncul dibandingkan peraturan yang kian ketinggalan relevansinya. Kasus ojek online melawan ojek konvensional menjadi saksi kala itu.

Selain itu, tak lupa pemerintah juga wajib hadir untuk melahirkan sebuah produk regulasi keamanan siber yang solid. Sebuah payung hukum dalam memperkuat pengawasan, penelusuran dan penindakan terhadap kebocoran data pribadi.

Diharapkan mengendarai mobil tidak asal hanya melaju kencang saja, pembalap profesional juga mengebut untuk mencapai garis akhir, tapi keselamatan lebih diutamakan. Percepatan pemulihan ekonomi nasional tentu kita harapkan dapat sukses tercapai, tentu tanpa mengorbankan keamanan data pribadi masyarakat Indonesia. Semoga.

BERITA TERKAIT

Komitmen Prabowo-Gibran Menjaga Kelestarian Alam

  Oleh: Elmira R. Kusuma, Pemerhati Lingkungan Hidup   Pemerintahan Indonesia yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming…

Mewujudkan Pilkada 2024 yang Bebas Politik Uang dan SARA

  Oleh: Hardian Sani, Pengamat Sosial Politik     Pilkada 2024 adalah momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin…

Aspek Hukum dalam Fraud Terkait POJK No.12/2024

    Oleh:  Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA.,BKP, Advokat dan Akuntan Forensik             Terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Komitmen Prabowo-Gibran Menjaga Kelestarian Alam

  Oleh: Elmira R. Kusuma, Pemerhati Lingkungan Hidup   Pemerintahan Indonesia yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming…

Mewujudkan Pilkada 2024 yang Bebas Politik Uang dan SARA

  Oleh: Hardian Sani, Pengamat Sosial Politik     Pilkada 2024 adalah momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin…

Aspek Hukum dalam Fraud Terkait POJK No.12/2024

    Oleh:  Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA.,BKP, Advokat dan Akuntan Forensik             Terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)…