NERACA
Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan pentingnya quality assurance dalam ekonomi biru dan keberlanjutan. Bukan hanya di bidang penangkapan ikan, quality assurance atau serangkaian proses untuk menentukan produk dan perikanan sesuai dengan norma, standar prosedur dan kriteria (NSPK) juga dibutuhkan dalam budidaya dan pengolahan ikan.
"Itulah yang kami jalankan, terutama terkait dengan sistem jaminan kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan hulu-hilir," kata Kepala Pusat Karantina Ikan (Kapuskari) Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Riza Priyatna di Jakarta.
Saat menjadi pemateri di forum "Blue Economy Conference and Trade Exhibition", Riza memaparkan pelaksanaan quality assurance di bidang budidaya. Dikatakannya, BKIPM sebagai pelaksana quality assurance melakukan sertifikasi ikan dan hasil perikanan guna memastikan bahwa kegiatan budidaya menerapkan biosecurity sekaligus memenuhi persyaratan mutu dan bebas penyakit.
Selain itu, BKIPM juga melakukan pengawasan lalu lintas komoditi guna mencegah masuknya penyakit ikan karantina.
"Kita rutin lakukan surveilance hama dan penyakit ikan karantina serta memiliki early warning system dan emergency response terjadinya penyakit," urai Riza.
Kemudian di bidang pengolahan, BKIPM turut mengawal keberterimaan produk unit pengolah ikan (UPI) ke berbagai negara. Hingga Juni 2022, sebanyak 2.205 UPI telah terdaftar sebagai sebagai eksportir ke Vietnam, Uni Eropa, Rusia, Norwegia, Kanada, Korea Selatan, Arab Saudi, dan Tiongkok.
"Dari sisi penyediaan bahan baku, kita selalu melakukan tindakan karantina terhadap ikan-ikan yang masuk ke Indonesia. Dan jika tidak sesuai persyaratan, kita musnahkan," terang Riza.
Karenanya, dalam menjalankan tugas, BKIPM memiliki 46 unit pelaksana teknis (UPT) dan 1 balai uji standar. Riza memastikan UPT ini tersebar di berbagai daerah, termasuk di antaranya titik-titik vital seperti pintu masuk atau pos lintas batas negara.
"Mengingat vitalnya keberadaan BKIPM, terutama dalam pencegahan dan pengendalian penyakit ikan, jajaran kami bertugas di pintu masuk dan pos perbatasan selama 24/7," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan pentingnya quality assurance. Menurutnya, quality assurance ini berperan dalam mendongkrak kinerja ekspor produk perikanan. Dia pun mengintruksikan agar jajarannya memfasilitasi para pelaku usaha perikanan baik dalam pendampingan, sertifikasi, profiling potensi pasar, hingga memperkuat peran sebagai quality assurance dari produk yang dihasilkan pelaku usaha.
Quality Assurance merujuk pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Quality Assurance dapat dipedomani baik di tingkat Pusat maupun UPT lingkup BKIPM, bersama pihak-pihak terkait. Dia menegaskan rencana kerja ini tak lepas untuk menyukseskan kebijakan/program prioritas KKP tahun 2021 – 2024.
Adapun kebijakan prioritas KKP 2021 - 2024 meliputi penerapan penangkapan terukur di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan untuk keberlanjutan ekologi. Kedua, pengembangan budidaya perikanan berorientasi ekspor untuk komoditas unggulan antara lain udang, lobster, kepiting dan rumput laut.
Terakhir, pembangunan kampung-kampung perikanan berbasis kearifan lokal di di perairan tawar, payau, laut untuk pengentasan kemiskinan dan menjaga keberlanjutan ikan-ikan lokal khususnya yang bernilai ekonomis tinggi.
Seblumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu atau yang akrab disapa Tebe mengungkapkan mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia memberikan dampak yang serius di berbagai segmentasi termasuk sektor kelautan dan perikanan.
“Subsektor perikanan budidaya turut mengusung tiga target terobosan yang dicanangkan oleh KKP dimana dua diantaranya berfokus kepada perikanan budidaya yaitu pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor didukung oleh riset serta pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal,” paparTebe.
Atas dasar itulah Tebe mengimbau kepada pelaku usaha perikanan budidaya agar tidak lengah dalam menjaga mutu dan keamanan produk perikanan budidaya.
Sehingga dalam hal ini Indonesia menaruh perhatian penuh atas permasalahan ini mengingat China merupakan pasar ekspor utama Indonesia dari segi volume yang mencapai lebih dari 400.000 ton dan terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS) dari segi nilai. Selain itu pemeriksaan produk yang sangat ketat untuk masuk ke suatu negara juga berpotensi diikuti oleh negara-negara buyer lainnya.
NERACA Jakarta - Perusahaan pembiayaan berbasis teknologi digital PT Akulaku Finance Indonesia (AFI) menandatangani kesepakatan pendanaan eksekuting secara terpisah dengan…
NERACA Banten – Para petani sawit di Kabupaten Lebak, Banten, turut serta dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dengan menanam padi…
NERACA Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara…
NERACA Jakarta - Perusahaan pembiayaan berbasis teknologi digital PT Akulaku Finance Indonesia (AFI) menandatangani kesepakatan pendanaan eksekuting secara terpisah dengan…
NERACA Banten – Para petani sawit di Kabupaten Lebak, Banten, turut serta dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dengan menanam padi…
NERACA Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara…