Meski mengapresiasi keberadaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, namun Greenpeace Indonesia menyayangkan tidak adanya keterbukaan informasi terkait roadmap yang telah dikirim oleh 30 produsen.
Greenpeace saat ini sedang membuat petisi untuk bisa mengakses peta jalan yang dibuat oleh produsen.”Harapannya, roadmap ini bisa diakses secara mudah oleh publik, sehingga publik bisa menjadikan tanggung jawab produsen atas kemasan dan sampahnya mereka sebagai salah satu pertimbangan ketika membeli,”kata Muharram Atha Rasyadi, juru bicara Greenpeace Indonesia di Jakarta, Jum’at (22/10).
Keseriusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyelesaikan permasalahan sampah plastik di Indonesia juga dipertanyakan pegiat dan pengamat regulasi persampahan yang juga Ketua Komisi Penegakan Regulasi Satgas Sampah Nawacita Indonesia, Asrul Hoesein.
Menurutnya, Peraturan Menteri LHK No.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen yang pemberlakuannya pada 2030 mendatang merupakan waktu yang cukup lama. Produsen-produsen tertentu juga masih belum dilarang untuk memproduksi kemasan-kemasan baru plastik sekali pakai seperti galon sekali pakai.
Kata Asrul, pelaksanaan EPR (extended producer responsibilty) ini harusnya melalui peraturan pemerintah, yang di dalamnya diatur semua stakeholder, bukan hanya KLHK saja yang membuat peta jalan. Ini merupakan mandat pasal 16 UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. “Sebenarnya dibuat dasarnya dulu, baru peta jalannya di bawah. Itu persoalannya, makanya apa yang terjadi seperti sekarang, simpang siur, galon isi ulang diserang oleh galon sekali pakai. Plastik sekali pakai ini di satu sisi dilarang, tapi satu sisi seakan-akan disupport. Makanya kenapa terjadi perang antara galon isi ulang dengan galon sekali pakai yang akhir-akhir ini muncul, itu sudah perang industri di sini. Kenapa terjadi, karena sistem EPR ini nggak ada,” ujar Asrul.
KLHK, lanjutnya, seharusnya tidak perlu menunggu perusahaan mau berkomitmen atau tidak dalam melakukan tanggung jawabnya terhadap sampah-sampah plastik yang mereka hasilkan mengingat itu sudah kewajiban mereka untuk mengelolanya dengan baik. “Jadi tidak boleh takut, karena EPR itu bukan duit perusahaan tapi duitnya konsumen. Sangat jelas bahwa mekanisme EPR itu dimasukkan dalam mekanisme harga produk,” ucapnya.
Jadi, kata Asrul, tidak heran kenapa KLHK saat ini membiarkan saja produsen yang dengan seenaknya memproduksi kemasan baru plastik sekali pakai dengan masif seperti galon sekali pakai itu. “Ini kan aneh, kenapa pada saat muncul pelarangan plastik sekali pakai, mereka justru membiarkan salah satu industri memproduksi kemasan galon sekali pakai. Harusnya KLHK kan menegur mereka karena produk itu jelas akan menambah tumpukan sampah plastik terhadap lingkungan,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, mengatakan bahwa Indonesia baru menjalankan EPR itu pada tahun 2019. “Jadi, bagaimanapun yang namanya sesuatu yang baru semua juga berjalan meraba-raba juga,” katanya.
Dia menegaskan bahwa hirarki pengelolaan sampah itu adalah reduce, reuse, recycle. Jadi, katanya, reduce itu paling tinggi tingkatannya, baru diikuti reuse dan recycle. “Kita tahu kan bahwa selama ini galon itu reuse, berulang kali dipakai. Jadi, artinya secara hierarki, secara filosofis, itu lebih tinggi dari recycle,” ucapnya.
Seperti diketahui produk galon sekali pakai saat ini dipromosikan oleh produsennya seolah olah lebih baik dari galon yang bisa dipakai berulang dan mudah di akses oleh masyarakat, padahal sangat bertentangan dengan hirarki pengelolaan sampah dimana pengurangan atau reduksi itu yang utama.
Arief Susanto, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) bidang Sustainability & Social Impact, mengatakan selalu men-sharing apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam program pengurangan sampah daur ulang dan sebagainya. “Seperti perusahaan-perusahaan besar, itu kemudian kita sharing bagaimana itu bisa diterapkan ke perusahaan-perusahaan yang lebih kecil,” katanya.
Gelombang solidaritas untuk Palestina terus bergulir di Indonesia. Terbaru, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyerukan aksi boikot terhadap 25 merek…
NERACA Jakarta - Bulan Ramadan menjadi momentum bagi Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia…
Dorong pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan potensi alam menjadi tempat wisata, menjadi alasan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) memberikan…
Gelombang solidaritas untuk Palestina terus bergulir di Indonesia. Terbaru, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyerukan aksi boikot terhadap 25 merek…
NERACA Jakarta - Bulan Ramadan menjadi momentum bagi Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia…
Dorong pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan potensi alam menjadi tempat wisata, menjadi alasan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) memberikan…