Inovasi Bisnis LKMS

 

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

 

Pengembangan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) seperti koperasi sebenarnya memiliki potensi yang besar bila dibandingkankan dengan lembaga keuangan syariah lainnya. Selain memiliki inklusi, di LKMS berbagai role model bisnis bisa di desain dengan berbagai akad syariah bila dibandingkan dengan lembaga keuangan lain seperti perbankan syariah.

Bahkan di LKMS, berbagai inovasi  pembiayaan besar seperti properti, industri, distribusi logistik, transportasi yang “mustahil” bagi LKMS bisa dilakukan apabila LKMS memiliki paradigma bukan sekedar lembaga keuangan  syariah ‘’wong cilik” tapi adalah lembaga keuangan syariah “sapu jagat”. Yang artinya LKMS tidak memposisikan diri terus menerus sebagai keuangan mikro saja, tapi bisa berfikir untuk melompat lebih jauh dalam membiayai yang besar- besar.

Hal ini dikarenakan secara regulasi LKMS memiliki keleluasaan dalam menciptkan inovasi – inovasi produk yang tidak kaku seperti perbankan syariah dimana untuk menciptakan produk saja harus bolak–balik konsultasi dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tapi cukup dengan konsultasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perspektif akad syariah serta analisa manajemen risiko bisnis, produk bisa diwujudkan oleh LKMS.

 Lantas, apa yang harus dilakukan oleh LKMS agar bisa melakuan itu? Sementara modal yang dimiliki oleh LKMS sangat kecil. Belum lagi LKMS memiliki batas minimum dalam pembiayaan atau legal lending limit (LLL). Bagi LKMS yang tak memiliki paradigma, memang sangat sulit, apalagi jika tidak memiliki jaringan (networking) antar LKMS sangat kesulitan melakukan itu. Tapi mengulik Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang  koperasi, ada tingkatan koperasi disebutkan, terdiri dari koperasi primer, sekunder dan induk.

Dimana sebuah koperasi primer syariah bisa membentuk koperasi sekunder syariah  yang anggotanya terdiri dari para anggota koperasi  primer syariah.  Melalui koperasi sekunder syariah inilah antar koperasi primer bisa bersekutu dalam segala pembiayaan baik secara channeling atau sindikasi dengan jumlah pembiayaan besar. Dengan demikian pembiayaan property, industri, distribusi logistik dan transportasi bisa dibiayai oleh para pelaku microfinance syariah.

 Jadi kendala–kendala batas minimum dalam pembiayaan atau legal lending limit (LLL) yang menjadi beban bagi koperasi primer syariah  bisa terjawab apabila mereka bersekutu dan bergotong – royong dalam wadah koperasi sekunder.  Tapi jika egois dan berdiri sendiri maka yang terjadi adalah hanya menggantungkan pihak lembaga keuangan lain seperti perbankan syariah dan lainya yang ujungnya terjebak dalam debt trap (jebakan utang) di LKMS. Hal inilah yang selama ini banyak kejadiannya.  

Kembali pada inovasi bisnis LKMS, bahwa inovasi itu bisa terjadi apabila Pertama, para pengelola di LKMS penuh dengan inovatif dan tidak merasa selalu di zona nyaman saja. Dimana mereka hanya puas melayani para aggota yang eksisting saja seperti pedagang di pasar– pasar atau komunitasnya saja. Tapi lompatan – lompatan pembiayaan yang lebih inovatif seperti tulisan di awal itu jauh dari sentuhan dan penghayatan banyak LKMS. 

Kedua, pengurus atau pengawas LKMS  juga harus aktif dalam membuat proyeksi dan terobosoan peluang–peluang bisnis baru dengan disertai kemampuan pengawas syariah memberikan skema akad – akad syariah yang kompatibel dengan realitas bisnis berbasis riset data kepada para pengelola.

Ketiga para karyawan sebagai pengelola terus berikhtiar untuk terus menangkap peluang–peluang bisnis dan disertai dengan kualitas pelayanan kepada para anggota dengan baik. Sehingga terjadi tingkat kepuasaan pelanggan terhadap LKMS, untuk itu para karyawan harus memiliki standarisasi ukuran bekerja secara terukur dan obyektif dalam manajemen kinerjanya.   

Jadi, inovasi bisnis LKMS saat ini  menjadi keniscayaan dikarenakan tuntutan jaman serta persaingan antar lembaga keuangan yang semakin ketat. Hanya sekedar zona nyaman saja tidak menjadi sebuah kenyamanan dalam berbisnis keuangan tanpa harus disertai inovasi bisnis terus menerus. Transformasi digital yang selama ini dikembangkan di LKMS adalah sebuah alat saja sementara inovasi bisnis LKMS adalah strategi dalam memenangkan kompetisi dan persaingan di pasar bisnis. Pemahaman ini yang harus dipahami dan disadari oleh para pemain atau pelaku di dunia microfinance syariah.  

BERITA TERKAIT

Potensi Keberagaman

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Keberagaman kekayaan alam – budaya yang dimiliki…

Tarif Trump dan Tekanan Terhadap Utang RI

  Oleh: Marwanto Harjowiryono  Pemerhati Kebijakan Fiskal Gelombang kebijakan tarif Trump yang diluncurkan pada awal April 2025 telah mengguncang aktivitas…

Data Industri Nasional

  Permenperin 13/2025 Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Adie Rochmanto Pandiangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan…

BERITA LAINNYA DI

Inovasi Bisnis LKMS

  Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Pengembangan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) seperti koperasi sebenarnya memiliki potensi yang…

Potensi Keberagaman

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Keberagaman kekayaan alam – budaya yang dimiliki…

Tarif Trump dan Tekanan Terhadap Utang RI

  Oleh: Marwanto Harjowiryono  Pemerhati Kebijakan Fiskal Gelombang kebijakan tarif Trump yang diluncurkan pada awal April 2025 telah mengguncang aktivitas…

Berita Terpopuler