Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat alokasi sumber daya yang lebih efisien ke sektor-sektor yang paling produktif, sehingga terjadi penurunan berkelanjutan dalam pertumbuhan produktivitas (total factor productivity growth), dari 2,3% menjadi 1,2% antara 2011 hingga 2024.
NERACA
"Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia dapat mendorong reformasi efisiensi, termasuk melalui pendalaman sektor keuangan serta perbaikan iklim investasi, perdagangan, dan usaha," demikian tulis Bank Dunia dalam laporan terbarunya baru-baru ini.
Bank Dunia juga menilai bahwa ketidakpastian kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas akan berdampak negatif ke kinerja perekonomian Indonesia dan kepercayaan investor. Hanya saja, Bank Dunia melihat stimulus fiskal hingga reformasi yang direncanakan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dapat mengimbangi dampak negatif dari tekanan eksternal. Sejalan dengan itu, investasi diharapkan meningkat secara bertahap seiring terbentuknya Danantara.
Sementara itu, Bank Dunia memproyeksikan tingkat kemiskinan akan turun ke 11,5% pada tahun 2027. Pada 2024, Bank Dunia mencatat tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 15,6%. Sedangkan, utang pemerintah akan stabil di sekitar 40,1% dari PDB hingga 2027 berdasarkan proyeksi Bank Dunia, dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi mendorong pembayaran bunga utang menjadi 19% dari total penerimaan negara.
"Di tengah kondisi keuangan global yang ketat dan langkah-langkah kebijakan perdagangan, defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan melebar menjadi 1,7% dari PDB pada tahun 2027, di bawah tingkat sebelum pandemi," menurut laporan tersebut.
Bank Dunia melihat investasi asing masih akan tetap menjadi sumber pendanaan utama, yang sebagian besar diarahkan untuk hilirisasi industry. Bank Dunia meramalkan pertumbuhan sektor industri Indonesia hanya mencapai 3,8% pada 2025, lebih rendah daripada 2024 yang sebesar 5,2%.
Dalam laporan terbarunya, Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025, Bank Dunia memproyeksikan adanya perlambatan pertumbuhan sebesar -1,4% akibat kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengganggu perdagangan global. “Ketidakpastian kebijakan perdagangan, melemahnya harga komoditas, dan ketidakpastian kebijakan dalam negeri dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan,” tulis Bank Dunia. Minggu (27/4).
Dari tiga faktor yang menyumbang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil, industri diperkirakan anjlok paling dalam. Adapun sektor jasa diperkirakan terkoreksi 0,5% dari 6,4% pada 2024 menjadi 5,7% pada 2025.
Sementara faktor agriculture atau pertanian diyakini bakal menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena menjadi satu-satunya yang sektor dengan pertumbuhan naik dari 0,7% pada 2024 menjadi 3,6% pada 2025.
Melambatnya sektor industri tersebut turut tercermin dalam data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia. Tren penurunan kinerja dari Industri Furnitur diperkirakan akan berlanjut pada kuartal II/2025, menuju zona kontraksi di level 47,8% dari 52,95% pada kuartal I/2025.
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi—yang hasil outputnya menjadi komoditas ekspor unggulan ke Amerika Serikat—masih di level kontraksi sebesar 49,27% pada kuartal I/2025. Kontraksi yang lebih dalam diperkirakan terjadi pada kuartal berikutnya, menjadi 46,5%.
Bank Dunia sendiri turut merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 4,7% dari awalnya 5,1%. Lalu, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2027 diperkirakan sebesar 4,8%. Apabila melihat pertumbuhan PDB riil menurut pengeluaran, koreksi pertumbuhan tersebut sejalan dengan melambatnya konsumsi.
Konsumsi pribadi atau private consumption diprediksi terkoreksi 0,2% menjadi 4,9%. Konsumsi pemerintah turut memperlihatkan tren serupa dan kontraksi yang lebih dalam, dari pertumbuhan 6,6% pada 2024 menjadi terkoreksi 2,1% pada 2025.
Sementara itu, ekspor dan impor diramal masih menunjukkan pertumbuhan meski melambat dari tahun sebelumnya, masing-masing sebesar 4,8% dan 4,5%. Hanya gross fixed capital investment atau investasi modal tetap bruto yang menunjukkan pertumbuhan dari 4,6% (2024) menjadi 6,1% pada tahun ini.
Rekomendasi IMF
Dana Moneter Internasional ( International Monetary Fund-IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen pada Januari 2025 menjadi 2,8 persen pada April 2025. Pemangkasan ini terkait dengan kebijakan tarif impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan tarif, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva merekomendasikan tiga kebijakan. “Pertama, negara-negara harus menyelesaikan ketegangan perdagangan secepat mungkin untuk menjaga keterbukaan dan menghilangkan ketidakpastian,” ucap Kristalina dalam konferensi pers di Washington DC, dikutip dari laman resmi IMF, Minggu (27/4).
Kedua, masing-masing negara diminta menjaga stabilitas finansial dengan memperkuat kondisi fiskal dan moneter. Kristalina mengimbau semua bank sentral untuk memperhatikan data inflasi dan tetap menjaga independensi. Pemerintah juga diimbau untuk memastikan efisiensi anggaran dan keberlanjutan utang.
Ketiga, Kristalina menyarankan negara-negara melakukan reformasi demi meningkatkan produktivitas dan laju pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, sebelum ada kebijakan tarif AS, pertumbuhan ekonomi dunia sudah menunjukkan tanda-tanda melambat dan disertai utang yang semakin tinggi. “Tiba saatnya untuk mendorong reformasi demi menciptakan lingkungan bisnis yang baik, mendorong kewirausahaan, mereformasi pasar tenaga kerja, dan menciptakan iklim inovasi berbasis teknologi,” ucap Kristalina.
Dalam laporan berbeda, International Monetary Fund (IMF) juga merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 4,7%. Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025, revisi tersebut sejalan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara Asean 5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dari 3,6% (2024) menjadi hanya 3% untuk 2025.
Terlebih, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3% pada 2024 menjadi 2,8% untuk keseluruhan tahun 2025, akibat implementasi tarif resiprokal Trump. Proyeksi untuk Indonesia tersebut juga jauh lebih rendah dari World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2025, di mana Indonesia sebelumnya diyakini mampu tumbuh sebesar 5,1%.
Director Research Department IMF Pierre‑Olivier Gourinchas menyebutkan bahwa ketegangan perdagangan ini akan sangat berdampak pada perdagangan global. IMF memproyeksikan bahwa pertumbuhan perdagangan global akan terpangkas lebih dari setengahnya dari 3,8% tahun lalu menjadi 1,7% tahun ini.
Sementara bagi mitra dagang, tarif sebagian besar bertindak sebagai guncangan permintaan eksternal yang negatif. Melemahkan aktivitas dan harga, meskipun beberapa negara bisa mendapatkan keuntungan dari pengalihan perdagangan. Kondisi tersebutlah yang membuat IMF merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi berbagai negara untuk 2025.
Terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral menyepakati rekomendasi yang diberikan IMF. Dalam Pertemuan Musim Semi atau Spring Meeting yang diadakan IMF dan Bank Dunia di Washington DC, Perry menyatakan pentingnya sikap tegas IMF dalam menghadapi tantangan global. “IMF memiliki peran strategis dalam menyampaikan sikap yang tegas, terutama dalam merespons tantangan bersama yang dapat mengancam stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan global,” ucap Perry dalam keterangan resmi Bank Indonesia, Minggu (27/4).
Bank Indonesia juga menerima anjuran IMF untuk mendorong perdagangan intra-regional, diversifikasi pasar ekspor, integrasi pasar modal, dan reformasi struktural untuk mendorong permintaan domestik. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…
Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…
Maret 2025, Nilai Ekspor Capai USD23,25 Miliar Jakarta – Maret 2025, total nilai ekspor Indonesia mencapai USD 23,25 miliar.…
Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…
NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…
Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…