Klaim Barang Palsu

 

Laporan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang kembali menyoroti Indonesia, khususnya Pasar Mangga Dua dan platform e-commerce dalam daftar "Notorious Markets", adalah kritik keras yang tidak bisa dipandang sebelah mata. 

Dalam daftar tersebut, Indonesia dianggap gagal menertibkan peredaran barang palsu dan bajakan, serta tidak cukup melindungi hak kekayaan intelektual. Ini adalah isu yang kompleks, menyentuh berbagai aspek: dari perdagangan internasional, penegakan hukum, hingga dinamika ekonomi mikro pelaku usaha kecil. Klaim ini, walau punya dasar yang sahih, perlu dipahami secara kontekstual dan direspon dengan pendekatan seimbang: antara perlindungan pasar domestik dan pemenuhan komitmen global.

Jika kita melihat data global, China memang merupakan negara dengan volume produksi barang palsu terbesar di dunia, mencakup lebih dari 70% barang bajakan secara global menurut laporan OECD dan EUIPO.  Namun, fokus laporan USTR bukan semata-mata pada negara produsen, melainkan pada titik-titik distribusi dan pasar akhir. Dalam hal ini, Indonesia—dengan pasar fisik seperti Mangga Dua dan ekosistem digital e-commerce yang longgar regulasinya—menjadi titik temu antara produksi luar dan konsumsi domestik.

Amerika Serikat tentu punya kepentingan strategis: melindungi brand dan industri mereka dari erosi nilai akibat pemalsuan. Ketika barang palsu yang meniru merek-merek Amerika masuk dan dijual bebas di Indonesia, mereka tidak hanya kehilangan potensi penjualan, tetapi juga menghadapi degradasi reputasi merek. 

Menurut Achmad Nur Hidayat, ekonom UPN Vetaran Jakarta, ini yang mendorong AS untuk menekan negara seperti Indonesia agar memperkuat perlindungan HKI, meski negara asal produksi seperti China tidak disentuh secara frontal karena kompleksitas hubungan dagang yang lebih besar.

Ada kesan penegakan hukum terhadap barang palsu di Indonesia, khususnya di ranah digital, masih jauh dari kata optimal. Banyak pelaku usaha menjual barang tiruan secara terang-terangan di marketplace besar tanpa takut sanksi. 

“Ketidakhadiran sistem filtering yang efektif, lemahnya pengawasan dari pemerintah, serta kurangnya insentif bagi platform digital untuk membersihkan diri dari pedagang ilegal menjadi akar masalah,” ujar Achmad. Ditambah lagi, ketentuan hukum seperti UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen belum memberikan tekanan yang cukup spesifik terhadap pemalsuan di ranah digital.

Jelas, perdagangan digital menciptakan ruang gelap (black box) di mana identitas pelaku dan asal barang sulit ditelusuri. Ini memerlukan pembaruan regulasi digital dan kolaborasi aktif antara pemerintah, penyedia platform, dan pemegang hak kekayaan intelektual.

Kita melihat sikap pemerintah Indonesia yang selama ini cenderung menunggu laporan dari pemegang merek sebelum menindak pelanggaran HKI harus diubah. Pendekatan ini hanya menimbulkan kesan bahwa negara bersikap pasif terhadap pelanggaran hukum yang jelas. 

Perlu ada reposisi paradigma dari sekadar "penegakan berbasis laporan" menuju "penertiban sistemik dan proaktif". Artinya, pemerintah bisa menggunakan pendekatan berbasis data dan teknologi untuk mengidentifikasi titik-titik distribusi barang ilegal, termasuk menerapkan kebijakan sanksi administratif terhadap pasar atau platform yang terbukti membiarkan perdagangan ilegal berlangsung. 

Di sisi lain, kampanye edukasi publik tentang pentingnya membeli produk asli dan dukungan kepada brand lokal juga perlu ditingkatkan. Dalam konteks ini, penting untuk dipahami bahwa tidak semua pelaku di Pasar Mangga Dua atau pelapak online adalah pelaku niat buruk. 

Sebagian besar adalah UMKM yang mencari nafkah di tengah persaingan ketat. Mereka kerap memilih menjual barang tiruan bukan karena niat kriminal, melainkan karena tidak mampu mengakses barang legal dengan margin yang kompetitif. 

BERITA TERKAIT

Koperasi Merah Putih

   Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih menjadi langkah strategis…

Kerjasama Strategis

  Pemerintah tengah mengintensifkan upaya diplomasi ekonomi dengan mendorong investasi strategis di sektor minyak dan gas bumi (migas) serta teknologi…

Perkuat Jaminan Sosial

   Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam memperkuat perlindungan sosial bagi pekerja, khususnya di tengah meningkatnya risiko Pemutusan Hubungan Kerja…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Koperasi Merah Putih

   Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih menjadi langkah strategis…

Klaim Barang Palsu

  Laporan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang kembali menyoroti Indonesia, khususnya Pasar Mangga Dua dan platform e-commerce dalam…

Kerjasama Strategis

  Pemerintah tengah mengintensifkan upaya diplomasi ekonomi dengan mendorong investasi strategis di sektor minyak dan gas bumi (migas) serta teknologi…