Bencana Alam Meluas - DPR : RUU Keadilan Iklim Kebutuhan Mendesak

NERACA

Jakarta - Banjir dan bencana alam lainnya yang semakin sering terjadi dan tak terkendali di berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan betapa gentingnya krisis iklim yang sedang masyarakat hadapi.

 

Curah hujan ekstrem, naiknya permukaan air laut, serta kerusakan lingkungan di darat dan perairan memperparah situasi, mengancam keselamatan warga dan menimbulkan kerugian ekonomi.

 

Merespons hal itu, Anggota Baleg DPR RI Muhammad Kholid, menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim adalah kebutuhan mendesak.

 

“Dalam menghadapi bencana alam yang disebabkan oleh krisis iklim ini, sudah saatnya Indonesia memiliki payung hukum yang jelas dan kuat terkait keadilan iklim,” tegas Kholid dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (8/3)

 

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa sejak awal tahun hingga 3 Maret 2025, telah terjadi 526 peristiwa bencana alam di Indonesia, di mana 342 di antaranya adalah banjir.

 

Beberapa hari belakangan, daerah yang paling terdampak banjir adalah Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, dan daerah lainnya di Jawa Barat. Kejadian ini tidak hanya menyebabkan kerugian materiil yang signifikan tetapi juga menelan korban jiwa dan memaksa ribuan orang kehilangan tempat tinggal.

 

“Rentetan bencana ini menunjukkan bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, tapi dampaknya sudah nyata di hadapan kita,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

 

Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat VI Kota Depok Kota Bekasi itu memandang bahwa RUU Keadilan Iklim tidak hanya mengatur mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, tetapi juga memastikan adanya perlindungan bagi masyarakat terdampak, khususnya kelompok rentan.

 

“Keadilan iklim berarti mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap krisis ini tidak boleh menjadi korban terbesar, dan tanggung jawab utama harus dipikul oleh para pelaku emisi besar dan industri yang lalai terhadap kelestarian lingkungan,” sambung Kholid.

 

Selain itu, RUU ini juga harus mencakup tata ruang dan tata wilayah yang berkeadilan dan tidak memarjinalkan ekosistem lingkungan, guna memastikan bahwa pengelolaan ruang dan wilayah dapat berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat secara adil.

 

Pengesahan RUU Keadilan Iklim juga akan mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah serta dunia usaha dalam menjalankan kebijakan ekonomi hijau. Tanpa regulasi yang tegas, upaya mengurangi emisi karbon dan mengelola risiko bencana hanya akan menjadi janji kosong.

 

“RUU ini perlu menjadi landasan hukum agar semua pihak, termasuk masyarakat sipil, memiliki peran aktif dalam pengawasan kebijakan iklim,” ujar Kholid yang merupakan lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu.

 

Sebagaimana diketahui, DPR RI sudah memasukkan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dan akan segera masuk tahap berikutnya.

 

Kolaborasi lintas sektor—pemerintah, parlemen, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta—sangat penting untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan bersifat adil dan inklusif. “Kita di DPR RI akan segera menindaklanjuti, karena sudah masuk Prolegnas Prioritas tahun ini,” tuturnya.

 

Sebelumnya, Pengamat masalah lingkungan Mustam Arif yang juga Direktur Eksekutif Jurnal Celebes mengatakan semua pihak patut mewaspadai bencana ekologis yang dapat menjadi ancaman rutin dan serentak.

 

"Kita berada di era bencana rutin, karena kerusakan lingkungan dan dampak perubahan iklim. Sejumlah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan telah dipetakan olah BPBD sebagai daerah rawan bencana, terutama banjir dan longsor," kata Mustam.

 

Hal yang mendasar, kata dia, perlu mengubah paradigma penanggulangan bencana yang berimbang antara orientasi tanggap darurat dan pemulihan dengan pencegahan (mitigasi) dan kesiapsiagaan.

 

Selama ini penanggulangan bencana terlalu berorientasi pada tanggap darurat (response) dan pemulihan (recovery). Dana dan sumber daya terlalu banyak dialokasikan untuk tanggap darurat dan pemulihan setelah bencana.

 

Sementara pencegahan atau mitigasi menjadi aspek kurang penting. Padahal, di level hulu inilah sesungguhnya dampak bencana bisa diminimalkan atau dicegah.

 

Sementara eskalasi bencana kian tahun kian meningkat akibat kerusakan lingkungan dan dampak perubahan iklim. Sedangkan penanggulangan bencana terkesan selalu menunggu datangnya bencana.

 

"Bencana alam harus jadi pembelajaran pembelajaran berharga, dan menjadi kesadaran bahwa degradasi lingkungan menjadi penyebab utama bencana rutin. Dengan demikian, tidak kemudian menyalahkan faktor cuaca atau iklim, karena aspek itu lebih sebagai aspek pemicu, bukan semata-mata penyebabnya,” ujarnya.

 

Selain itu, pemerintah memperkuat kesiagaan masyarakat, terutama di wilayah atau daerah rawan bencana.

 

Tidak sekadar pelatihan atau pembentukan kelompok dan forum yang hanya berorientasi pemenuhan target proyek. Butuh keseriusan untuk membangun ketahanan masyarakat (resilience) menghadapi bencana.

 

Masyarakat di titik-titik rawan bencana sudah harus didukung oleh rencana kedaruratan (contigency plan) yang memadai dan siap diaktifkan pada saat datanya bencana dan tanggap darurat. Rencana kedaruratan yang didukung sistem peringatan dini (early warning system) yang memadai.

 

Sarana peringatan dini tidak selalu harus tergantung pada teknologi canggih. BMKG hampir setiap saat memberi peringatan. Sesuai asesmen Jurnal Celebes, sebagian masyarakat lokal dan adat di Sulsel memiliki pengetahuan atau kearifan lokal yang menjadi peringatan dini menghadapi bencana. Harusnya potensi ini diberdayakan di lapangan. agus

BERITA TERKAIT

DAMPAK PENGANGKATAN CPNS TERTUNDA: - CELIOS: Kerugian Ekonomi Negara Rp 11,9 Triliun

  Jakarta-Hasil riset Center of Economic dan law Studies (CELIOS) menunjukan penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai…

ESDM Usulkan Kenaikan Tarif Royalti Minerba

  NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kenaikan tarif royalti untuk komoditas tambang mineral dan…

Untuk Jaga Kualitas - Harus Ada Audit Rutin Produsen MinyaKita

NERACA Jakarta -Kembali langkanya MinyaKita di pasar sebagai minyak goreng subsidi pemerintah dan bahkan berkurangnya isi takaran membuat susah rakyat…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

DAMPAK PENGANGKATAN CPNS TERTUNDA: - CELIOS: Kerugian Ekonomi Negara Rp 11,9 Triliun

  Jakarta-Hasil riset Center of Economic dan law Studies (CELIOS) menunjukan penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai…

ESDM Usulkan Kenaikan Tarif Royalti Minerba

  NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kenaikan tarif royalti untuk komoditas tambang mineral dan…

Untuk Jaga Kualitas - Harus Ada Audit Rutin Produsen MinyaKita

NERACA Jakarta -Kembali langkanya MinyaKita di pasar sebagai minyak goreng subsidi pemerintah dan bahkan berkurangnya isi takaran membuat susah rakyat…

Berita Terpopuler