Daya Beli Masih Muram, Industri Suram

 

Oleh: Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

 

Menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024 yang tercatat sebesar 5,02 persen (y-on-y) membuat pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,03 persen secara keseluruhan pada 2024. Capaian ini menandakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi jika dibandingkan dengan capaian di 2023.

Tren deflasi yang terjadi secara berturut-turut serta pelemahan Purchasing Managers' Index (PMI) sepanjang triwulan IV-2024 menjadi indikasi awal terjadinya pelemahan baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Kondisi ini menegaskan bahwa perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan struktural yang serius. Hal ini menjadi alasan capaian pertumbuhan pada triwulan IV-2024 lebih lambat 0,02 persen dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) INDEF, Andry Satrio Nugroho, menegaskan bahwa tahun 2025 akan semakin sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen jika tidak ada langkah yang serius dilakukan oleh Pemerintah. “Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus untuk membangkitkan kedua hal tersebut.”

Untuk itu Pemerintah perlu segera mengeluarkan paket kebijakan stimulus industri dan hilirisasi, antara lain:

-Memastikan harga energi kompetitif dengan memberikan keringanan bagi industri untuk membayar listrik dan penyaluran Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sesuai dengan volume yangditetapkan.

-Menurunkan biaya logistik melalui penurunan tarif tol khusus bagi kendaraan logistik.

-Mengevaluasi kebijakan lartas dan perlindungan pasar domestik;Menurunkan pungutan dan iuran yang dibebankan kepada perusahaan serta mendorong pemberantasan pungutan liar yang marak terjadi.

-Mendorong penyaluran kredit bagi industri manufaktur dan mendirikan lembaga penjaminan investasi khusus bagi proyek-proyek hilirisasi.

Ekonom INDEF lainnya, Dzulfian Syafrian, menyoroti peran belanja pemerintah yang selama ini juga menjadi salah satu motor utama penggerak ekonomi. “Dengan adanya kebijakan efisiensi belanja pemerintah hari ini, maka beban untuk menjaga pertumbuhan ekonomi harus dialihkan ke sektor swasta”.

Masalahnya, apakah kemudahan berusaha, situasi industri, iklim investasi, dan kebijakan insentif sudah cukup mendorong swasta untuk berperan lebih besar? Tanpa kebijakan yang lebih progresif dan konkret, pertumbuhan di atas 5 persen apalagi cita-cita 8 persen ini bisa jadi utopis.

Selain itu, INDEF juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur yang berperan sebagai pencipta lapangan kerja berkualitas pada 2024 hanya tumbuh sebesar 4,43 persen. Hal ini menegaskan bahwa sektor industri masih menghadapi berbagai kendala struktural.

Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal (PMA dan PMDN) selama triwulan IV-2024 mencapai Rp452,8 triliun, meningkat sebesar 23,8 persen (y-on-y). Namun, peningkatan investasi ini belum sepenuhnya terserap ke sektor produktif yang berkontribusi langsung pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya saing industri domestik.

Perkembangan ekspor dan impor juga mencerminkan ketidakseimbangan dalam ekonomi Indonesia. Nilai ekspor barang pada triwulan IV-2024 mencapai USD71,88 miliar, meningkat 8,04 persen (y-on-y), sementara nilai impor barang mencapai USD62,79 miliar, meningkat 9,46 persen (y-on-y). Defisit perdagangan barang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih bergantung pada impor bahan baku dan barang modal yang mencerminkan lemahnya kapasitas industri dalam negeri.

INDEF juga mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan membuat Pembangunan kita menjadi lebih berkualitas dan inklusif.

Kebijakan yang hanya berorientasi pada angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kualitasnya akan menjadi bumerang di masa depan. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis untuk menguatkan daya beli masyarakat, Mendorong peran swasta, menarik investasi produktif, serta memperbaiki iklim bisnis harus menjadi prioritas utama pemerintah ke depan.

Kondisi ini menegaskan bahwa perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan struktural yang serius. Hal ini menjadi alasan capaian pertumbuhan pada triwulan IV-2024 lebih lambat 0,02 persen dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Ini mengingatkan kepada ekonom yang duduk di pemerintahan dan pemangku kebijakan sehingga tidak hanya duduk manis dengan kebijakan bersifat as usual.

BERITA TERKAIT

Langkah Pemerintah Berantas Judol Buahkan Hasil Positif

  Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas, Pengamat Sosial Budaya     Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi…

Program MBG Komitmen Nyata Penuhi Kebutuhan Gizi Nasional

    Oleh : Anindira Putri Maheswani,  Pemerhati Kesehatan Masyarakat   Dalam semangat kebersamaan dan komitmen untuk mencapai Indonesia yang…

Program MBG: Langkah Konkret Pemerintah Wujudkan Indonesia Emas 2045

  Oleh : Rivka Mayangsari, Pemerhati Sosial Budaya   Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir sebagai salah satu jawaban atas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Daya Beli Masih Muram, Industri Suram

  Oleh: Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)   Menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024…

Langkah Pemerintah Berantas Judol Buahkan Hasil Positif

  Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas, Pengamat Sosial Budaya     Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi…

Program MBG Komitmen Nyata Penuhi Kebutuhan Gizi Nasional

    Oleh : Anindira Putri Maheswani,  Pemerhati Kesehatan Masyarakat   Dalam semangat kebersamaan dan komitmen untuk mencapai Indonesia yang…