NERACA
Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyuarakan agar kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen ditunda. "Kita harus menyuarakan untuk menunda, menunda PPN 12 persen ini karena dengan kondisi yang ada," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/11).
Kadin menyarankan kepada pada pemerintah untuk mempelajari kembali PPN 12 persen ini. Dikarenakan dampak PPN itu langsung kepada konsumer, dan berkaitan terhadap bukan hanya dengan dunia usaha, tapi juga masyarakat.
"PPN 12 persen waktu diputuskan kondisi ekonomi kita berbeda. Keadaan situasinya pada waktu itu sangat-sangat berbeda sekali. Sekarang keadaannya sangat berbeda dengan pada waktu keputusan PPN 12 persen diputuskan kurang lebih tiga tahun yang lalu," kata Arsjad Rasjid.
Selain itu, kondisi ekonomi global saat ini dalam situasi ketegangan geopolitik yang sangat tinggi, serta daya beli di Amerika Serikat yang mengalami penurunan saat ini. Hal terpenting yang harus dijaga adalah perekonomian domestik yang menjadi penjaga perekonomian nasional.
"Karena walau bagaimanapun, kita harus bisa memastikan bahwa yang namanya ekonomi domestik kita jaga. Karena (15:13) itulah yang menjadi utama penjaga (15:15) ekonomi kita. Ekonomi domestik harus kita jaga," kata Arsjad.
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen dinilai berisiko mengurangi konsumsi rumah tangga hingga Rp40,68 triliun serta berpotensi memukul daya beli masyarakat.
“Hasil studi CELIOS mengungkap kebijakan tarif PPN 12 persen berisiko menurunkan PDB (Produk Domestik Bruto) hingga Rp65,3 triliun, mengurangi jumlah konsumsi rumah tangga sebesar Rp40,68 triliun,” kata Direktur Fiscal Justice CELIOS Media Wahyudi Askar.
Menurut simulasi perhitungan CELIOS, kenaikan PPN 12 persen akan meningkatkan pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan, kelompok rentan miskin sebesar Rp153.871 per bulan, dan kelas menengah hingga Rp354.293 per bulan.
Kondisi ini tidak hanya mengancam daya beli masyarakat namun juga memperburuk fenomena penurunan kelas sosial dari kelas menengah menjadi rentan miskin.
Media menekankan bahwa pemerintah seharusnya mencari sumber penerimaan negara lain yang lebih berkeadilan, seperti pajak kekayaan, pajak windfall profit komoditas, pajak produksi batu bara, atau pajak karbon.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur turut mengkritisi kebijakan tersebut.
Ia menyebut kenaikan PPN 12 persen tak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga mempunyai efek rambatan ke sektor pendidikan, lingkungan, dan iklim demokrasi yang semakin menyempit. “Sementara pemerintah memiliki mandat konstitusi untuk mensejahterakan seluruh warga negaranya,” jelas Isnur.
Menurut dia, kenaikan PPN 12 persen bertentangan dengan Pasal 28D yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” Kemudian, imbas kenaikan PPN 12 persen kian menggerus ekonomi rumah tangga dengan tambahnya pengeluaran uang.
Isnur mengatakan, dalam kalkulasi ekonomi sederhana tambahan pengeluaran ini merogoh kocek sekitar Rp1,75 juta per tahun. Kondisi faktual ini jelas kontras bertentangan dengan mandat negara untuk menyejahterakan rakyatnya sehingga kebijakan kenaikan PPN 12 persen bertentangan dengan Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Oleh karena itu, YLBHI bersama CELIOS mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera merevisi perhitungan tarif PPN dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
NERACA Jakarta - Kehadiran e-commerce telah berkontribusi positif terhadap pertumbuhan brand-brand lokal asli Indonesia. Terlebih adanya perhatian khusus…
NERACA Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjamin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) turut menyasar upaya peningkatan…
NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, program mandatori biodiesel 40 persen (B40) tetap diimplementasikan mulai…
NERACA Jakarta - Kehadiran e-commerce telah berkontribusi positif terhadap pertumbuhan brand-brand lokal asli Indonesia. Terlebih adanya perhatian khusus…
NERACA Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjamin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) turut menyasar upaya peningkatan…
NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, program mandatori biodiesel 40 persen (B40) tetap diimplementasikan mulai…