NERACA
Jakarta - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Nixon LP Napitupulu mengungkapkan, pihaknya tengah mengajukan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Desa. "Kami sedang mengajukan KPR Desa, untuk renovasi rumah-rumah desa yang tak layak huni," kata Nixon saat ditemui di kantornya di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Dia menjelaskan, program KPR Desa tersebut diusulkan untuk menjadi bagian dari target penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 800 ribu unit. Dengan begitu, program tersebut juga dapat dirasakan oleh masyarakat desa.
Lantaran termasuk bagian dari program KPR FLPP, skema KPR Desa didesain dengan tenor 30 tahun. "Asosiasi perumahan bisa membangun dengan limit Rp75 juta. Kalau 30 tahun, kami kaji angsuran hanya Rp480 ribu. Jadi, sangat terjangkau untuk masyarakat di desa," ujarnya.
Desain tenor 30 tahun disiapkan guna mengurangi beban angsuran masyarakat. Menurut Nixon, definisi harga terjangkau (affordable price) dalam konteks perumahan lebih menekankan aspek cicilan, alih-alih suku bunga atau down payment (DP). "Ini yang orang banyak keliru. Affordable menurut pengalaman kami riset ke masyarakat adalah angsuran. Itu yang langsung dirasakan," ujarnya.
Adapun soal program KPR FLPP 800 ribu unit merupakan usulan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau disapa Ara. Dia berharap target penyaluran KPR FLPP dari yang sebelumnya 200 ribu unit bisa naik menjadi 800 ribu unit pada tahun depan.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, BTN bakal membutuhkan dana senilai Rp80 triliun. Angka itu diperoleh dari perhitungan rencana model pendanaan sebesar 50 persen berasal dari pemerintah dan 50 persen dari likuiditas bank. "Ini belum keputusan, tapi kajiannya kurang lebih Rp70 triliun sampai Rp72 triliun dari sisi pemerintah. Jadi, bank harus menyiapkan Rp80 triliun, kalau formatnya masih FLPP," ujar dia.
Nixon menyebut bakal mengandalkan dana pihak ketiga (DPK), penerbitan obligasi, serta menjajaki pinjaman luar negeri untuk likuiditas. Likuiditas yang diperoleh dari obligasi dan pinjaman ditargetkan dapat mencapai Rp10 triliun hingga Rp15 triliun pada tahun depan.
"Tantangan buat bank adalah menyiapkan likuiditas. Kami juga lagi bicara dengan pemerintah supaya hal-hal terkait likuiditas dapat dibantu. Kami juga mengusulkan kalau bisa penerbitan obligasi bisa dijamin pemerintah agar lebih murah buat kami," tambahnya.
NERACA Tangsel - BSI Maslahat menyalurkan 1.000 paket makan siang di dua lokasi dalam program warteg mobile (Jum’at Berkah).…
NERACA Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan…
NERACA Jakarta - Hasil survei yang diselenggarakan Kolaborasi.com, menunjukkan generasi Z dan masyarakat berpenghasilan rendah diketahui masih membutuhkan asuransi…
NERACA Tangsel - BSI Maslahat menyalurkan 1.000 paket makan siang di dua lokasi dalam program warteg mobile (Jum’at Berkah).…
NERACA Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan…
NERACA Jakarta - Hasil survei yang diselenggarakan Kolaborasi.com, menunjukkan generasi Z dan masyarakat berpenghasilan rendah diketahui masih membutuhkan asuransi…