Pengaruh Kenaikan PPN Terhadap Gaya Hidup Frugal Living

 

Oleh : Armiaty Luckyta, Penyuluh Pajak KPP PMA Empat *)

 

Gaya hidup frugal living semakin mencuat belakangan ini khususnya setelah adanya pandemi COVID-19. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian, masyarakat semakin sadar bahwa memikirkan dana darurat lebih penting daripada menghabiskan dana untuk membiayai gaya hidup. Pandemi membuat seseorang semakin dapat mengukur bagaimana kondisi keuangan, seberapa besar dana pensiun yang dimiliki, dan seberapa kuat pondasi keuangan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Frugal living secara sederhana sering dimaknai sebagai gaya hidup hemat atau irit terhadap pengeluaran agar dapat menabung lebih banyak, bahkan cenderung dinilai pelit oleh sebagian orang. Dilansir dari berbagai sumber, sesungguhnya konsep frugal living tidak sedangkal itu. Frugal Living diartikan sebagai konsep dimana seseorang mengalokasikan dana yang dimiliki dengan kesadaran penuh (mindfull), dengan pertimbangan dan analisis yang baik disertai dengan strategi pencapaian tujuan keuangan masa depan yang jelas.

Seseorang yang mengadopsi frugal living akan memilih memasak makanan sehat daripada membeli makanan di luar, membeli produk lokal berkualitas tanpa harus maniak merek, tidak memusingkan fashion atau gadget yang terus menerus up to date. Namun, para penganut frugal living akan terus menikmati hidup berkualitas dengan standar yang mereka tetapkan tanpa harus goyah dengan pendapat orang lain demi tercapainya tujuan keuangan jangka panjang yang telah ditetapkan.

Sejatinya, frugal living bukanlah konsep gaya hidup hemat yang baru. Frugal living lahir dari adanya kecemasan bahwa jika gaya hidup konsumtif dibiarkan, maka akan berdampak buruk terhadap masa depan, misalnya tidak memiliki tabungan di masa tua hingga kemungkinan terlilit hutang pada rentenir atau pinjaman online.

Tidak Terkena Kenaikan Tarif PPN 12%

Sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah ditetapkan penyesuaian tarif PPN yang semula 10% menjadi 11% yang berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan 12% yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Meski tarif PPN naik menjadi 12%, tetapi ada sejumlah barang dan jasa yang tidak terkena kebijakan itu. Rincian barang dan jasa tidak kena PPN 12% yang tercantum dalam Pasal 4A Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah:

  1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  2. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga;
  3. Jasa keagamaan;
  4. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  5. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  6. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
  7. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  8. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Daftar barang tidak kena PPN 12% yang terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.10/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut :

(a)  beras dan gabah; (b) jagung; (c) sagu; (d) kedelai; (e) garam konsumsi; (f) daging; (g) telur; (h) susu; (i) buah-buahan; (j) ubi-ubian; (l) bumbu-bumbuan; (k) gula konsumsi.

Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara yang akan digunakan untuk mengurangi defisit anggaran, salah satunya adalah dengan menaikkan tarif PPN menjadi 12% mulai  1 Januari 2025. Selain itu, kenaikan PPN juga sejalan dengan upaya untuk memperkuat basis perpajakan dan memperbaiki rasio pajak (tax ratio) yang tergolong rendah di kawasan Asia Tenggara.

Kenaikan tarif PPN tentu berdampak langsung pada harga barang dan jasa, karena PPN adalah pajak tidak langsung yang dibebankan pada konsumen. Kenaikan harga ini mungkin tidak terlalu signifikan untuk beberapa produk, tetapi akumulasi dari kenaikan harga berbagai barang dan jasa dapat berdampak pada anggaran rumah tangga terutama para pelaku frugal living yang akan secara cermat memilah barang dan jasa yang akan dibeli.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi  dan mendukung iklim investasi di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan beberapa kebijakan untuk meredam dampak kenaikan PPN yatu dengan memberikan pembebasan PPN atas impor dan penyerahan barang/jasa strategis tertentu pada sektor industri manufaktur, pertanian, perikanan, peternakan, kesehatan dan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat dalam mempersiapkan kenaikan tarif PPN sebesar 1% dan untuk mendorong perkembangan industri tertentu yang bersifat padat karya, pemerintah menetapkan kebijakan di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan unit rumah susun untuk kepemilikan pertama dengan harga sampai dengan lima  miliar rupiah;
  2. fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) dengan kandungan dalam negeri sebesar 40%;
  3. fasilitas untuk industri pionir berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk jumlah invstasi dan jangka waktu tertentu;
  4. fasilitas IKN (Ibu Kota Nusantara);
  5. fasilitas penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); danf.fasilitas bagi perusahaan yang melaksanakan program magang dan penelitian.

Pemberian fasilitas tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect bagi perkembangan perusahaan pendukung industri di atas. Pada gilirannya perkembangan industri tersebut akan menyerap tenaga kerja sehingga akan mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya beli masyarakat.

Setiap Rupiah yang didapat dari pembayaran pajak akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk antara lain:

a. makanan bergizi gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil;

b. membangun sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten, dan memperbaiki sekolah yang perlu direnovasi;

c. pemeriksaan kesehatan gratis, menuntaskan kasus TBC, dan membangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten;

d.melanjutkan dan menambahkan program kartu-kartu kesejahteraan sosial serta kartu usaha untuk menghilangkan kemiskinan absolut;

e.mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional; serta

f. melanjutkan Pembangunan infrastruktur desa dan kelurahan, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan menjamin penyediaan rumah murah bersanitasi baik untuk yang membutuhkan, terutama generasi milenial, generasi Z ,dan Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Kesimpulan

Para pelaku frugal living tidak perlu khawatir dengan dampak kenaikan PPN menjadi 12% mulai1 Januari 2025, karena dengan tetap membelanjakan penghasilannya akan turut memutar roda perekonomian negara dan setiap rupiah dari hasil pajak yang dibelanjakannya akan dikembalikan kepada seluruh masyarakat dalam bentuk fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas infrastruktur, fasilitas Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan masih banyak fasilitas lainnya yang diberikan oleh pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya. Manusia harus tetap memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan maupun kebutuhan sekunder ataupun tersier. Hidup hemat diperbolehkan asalkan tidak mengganggu siklus pemenuhan kebutuhan hidupnya. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Prabowo Pastikan Keberlanjutan Pembangunan IKN demi Pemerataan Ekonomi

    Oleh: Mirza Ghulam Fanany, Pengamat Kebijakan Publik    Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya untuk memastikan keberlanjutan pembangunan Ibu…

Kelompok Tani dan Pengusaha UMKM Apresiasi Kebijakan Penghapusan Utang

  Oleh: Recky Rumbiak, Pemerhati UMKM     Kebijakan penghapusan utang yang diinisiasi oleh pemerintah telah menjadi angin segar bagi…

Penguatan Hilirisasi SDA Langkah Strategis Pemerintah untuk Pemerataan Ekonomi

    Oleh: Arsenio Bagas Pamungkas, Peneliti Pertambangan   Pemerataan ekonomi yang berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia kini semakin mengemuka…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pengaruh Kenaikan PPN Terhadap Gaya Hidup Frugal Living

  Oleh : Armiaty Luckyta, Penyuluh Pajak KPP PMA Empat *)   Gaya hidup frugal living semakin mencuat belakangan ini khususnya setelah…

Prabowo Pastikan Keberlanjutan Pembangunan IKN demi Pemerataan Ekonomi

    Oleh: Mirza Ghulam Fanany, Pengamat Kebijakan Publik    Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya untuk memastikan keberlanjutan pembangunan Ibu…

Kelompok Tani dan Pengusaha UMKM Apresiasi Kebijakan Penghapusan Utang

  Oleh: Recky Rumbiak, Pemerhati UMKM     Kebijakan penghapusan utang yang diinisiasi oleh pemerintah telah menjadi angin segar bagi…