NERACA
Depok - Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Prof Ede Surya Darmawan mengatakan pembangunan kesehatan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir.
"Berbagai indikator utama, seperti Usia Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Bayi (AKB), dan prevalensi stunting, menunjukkan tren peningkatan yang menggembirakan seiring berjalannya waktu dan berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat," ucapnya di Depok, Kamis (21/11).
Walaupun terdapat kemajuan dalam sektor kesehatan, Prof. Ede mengatakan Indonesia masih menghadapi kesenjangan yang cukup signifikan dibandingkan dengan negara-negara maju dan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara.
Sebagai contoh, Singapura telah menjadi negara maju dan memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) sebesar 82,9 tahun pada 2022, dengan Angka Kematian Bayi (AKB) hanya 1,8 per 1.000 kelahiran hidup.
Malaysia dan Thailand, dua negara ASEAN lainnya, juga menunjukkan capaian yang lebih baik, dengan UHH masing-masing 76,26 tahun dan 79,68 tahun, serta AKB yang lebih rendah dibandingkan Indonesia.
Meskipun demikian Prof. Ede mengatakan Indonesia telah memasuki periode bonus demografi sejak tahun 2015, dengan puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun 2020- 2035.
“Bonus demografi ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena tingginya proporsi penduduk usia produktif yang dapat berkontribusi dalam kegiatan ekonomi. Namun, peluang ini juga disertai dengan tantangan,” ujar Prof Ede.
Lebih lanjut ia mengatakan terdapat tantangan utama yang dikelompokkan menjadi dua dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia untuk mengoptimalkan bonus demografi.
Pertama, tantangan kesehatan masyarakat, termasuk transisi epidemiologi, perilaku hidup tidak sehat, kesenjangan geografis, dan ketimpangan akses layanan kesehatan.
Kedua, tantangan administrasi dan tata kelola, seperti perencanaan yang tidak harmonis, pengawasan yang lemah, kurangnya digitalisasi, dan kurangnya sinergi lintas sektor.
“Kedua tantangan ini harus diatasi secara serius untuk memastikan bahwa sistem kesehatan dapat mendukung pembangunan manusia yang berkualitas,” katanya.
Guna menjawab tantangan tersebut, Prof Ede memberikan rekomendasi yang telah disusun baik untuk masyarakat maupun pemerintah. Pertama, ia merekomendasikan reposisi pembangunan kesehatan sebagai dasar pembangunan manusia cerdas, terampil dan produktif.
Salah satunya ia mengajukan usulan baru tentang definisi kesehatan masyarakat atau public health, yaitu sebagai ilmu dan seni bagaimana negara memenuhi hak rakyatnya untuk hidup sehat dan berumur panjang.
Dalam skala yang lebih kecil maka negara sebagai institusi bisa bertahap dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintahan desa hingga bagaimana masyarakat dan keluarga berupaya untuk mewujudkan hidup sehat dan berumur panjang.
“Definisi ini menawarkan nuansa pemahaman kesehatan masyarakat bukan sebagai upaya melayani individu atau urusan individu, melainkan tanggung jawab secara menyeluruh terhadap peningkatan kualitas hidup setiap warga negara sepanjang rentang siklus hidup manusia bahkan dari masa sebelum lahir hingga lanjut usia,” ujarnya.
Rekomendasi kedua, transformasi sistem kesehatan untuk mewujudkan masyarakat sehat dan berdaya, yang diilustrasikan dalam bentuk piramida yang memperlihatkan bagaimana berbagai elemen masyarakat saling berkontribusi dalam menciptakan kesehatan yang berkelanjutan.
Mulai dari tingkat individu, yang mengadopsi pola hidup bersih dan sehat, hingga tingkat kebijakan, yang berlandaskan data dan bukti ilmiah untuk mendukung kesehatan bagi semua.
“Bonus demografi adalah peluang emas yang hanya datang sekali dalam sejarah bangsa," katanya.
Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk menciptakan masyarakat yang sehat, produktif, dan berdaya saing tinggi.
Namun jika tantangan kesehatan dan tata kelola diabaikan, kata dia, risiko besar akan mengintai, menghambat kemajuan, dan membawa beban sosial-ekonomi yang berat.
"Dengan menjadikan kesehatan sebagai pusat pembangunan manusia, visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan secara nyata,” ujar Prof Ede. Ant
NERACA Serang - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Rochayati Basra mengatakan tingkat indeks demokrasi Indonesia (IDI) menghadapi berbagai tantangan…
NERACA Nusa Dua, Bali - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang air Retno Marsudi menyebut krisis politik menjadi salah satu…
NERACA Bengkulu - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyatakan kesejahteraan desa menjadi indikator tentang kemajuan…
NERACA Depok - Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Prof Ede Surya Darmawan mengatakan…
NERACA Serang - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Rochayati Basra mengatakan tingkat indeks demokrasi Indonesia (IDI) menghadapi berbagai tantangan…
NERACA Nusa Dua, Bali - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang air Retno Marsudi menyebut krisis politik menjadi salah satu…