Pemerintah Tinjau Ulang Ketentuan Pungutan Ekspor Sawit

NERACA

Jakarta – Dalam rangka meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional dan di tengah semakin kompetitifnya harga minyak nabati lainnya, menjadi pertimbangan pemerintah untuk meninjau ulang ketentuan terkait pungutan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) yang saat ini ditetapkan sebesar 7,5%. “Kami akan evaluasi secara reguler, setiap 3 bulan, 6 bulan sekali dan tidak menutup kemungkinan diubah,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera di Jakarta, kemarin (18/11).

Dia menekankan pentingnya melakukan evaluasi rutin terhadap kebijakan tarif ekspor CPO agar tetap relevan dengan dinamika pasar. Kemudian tinjauan ulang ini didasarkan pada dua pertimbangan utama. Pertama, peningkatan harga tandan buah segar (TBS) harus beriringan dengan peningkatan kesejahteraan petani. Kedua, menjaga harga CPO tetap kompetitif di pasar global.

Dida menjelaskan bahwa evaluasi pungutan ekspor CPO tidak hanya didasarkan pada daya saing, tetapi juga memperhitungkan kebutuhan CPO dalam negeri dan kondisi keuangan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dirinya menyiratkan bahwa pemerintah terbuka untuk melakukan penyesuaian kebijakan pungutan ekspor pada tahun depan, tergantung pada hasil review.

Selain itu, disampaikannya pula, dana pungutan ekspor sawit yang dikelola oleh BPDPKS cukup untuk membiayai program mandatori biodiesel B40 pada tahun depan. Pasalnya, pemerintah telah melakukan analisis terhadap kebutuhan pendanaan program B40. Dia menyebut saldo dana yang dimiliki BPDPKS sebesar lebih dari Rp30 triliun cukup untuk mendukung pelaksanaan program tersebut.“Dari hasil analisis yang dilakukan bersama dengan BPDPKS, dana yang tersedia di BPDPKS dinilai masih cukup untuk mendukung implementasi kebijakan B40 di tahun 2025,”ungkapnya.

Meski demikian, lanjutnya, untuk memastikan keberlangsungan program mandatori biodiesel, pemerintah juga akan melakukan penyesuaian kebijakan pungutan ekspor atau mencari alternatif sumber pendanaan di luar BPDPKS. Pemerintah juga akan melakukan evaluasi terhadap kapasitas terpasang dan kemampuan produksi Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) biodiesel.

Sementara Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, diperlukan tata kelola industri kelapa sawit berkelanjutan untuk mendukung kelancaran salah satu program ketahanan energi Indonesia, yakni penggunaan biodiesel.“Pengembangan industri biodiesel sangat tergantung pada keberhasilan membangun perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan,” ujarnya.

Minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Terkait hal tersebut, Yeka menyarankan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk melakukan perbaikan terhadap kebijakan biodiesel guna mencapai ketahanan energi.

Perbaikan tersebut meliputi penyusunan peta jalan rencana peningkatan program biodiesel dari B35 ke B40 atau B50 dengan memastikan perihal ketersediaan pasokan bahan baku, dalam hal ini CPO, yang mencukupi; kesiapan infrastruktur produsen biodiesel; optimalisasi uji coba kelaikan penggunaan biodiesel alat transportasi; serta keberlanjutan pengelolaan dana pungutan ekspor produk sawit.

Dirinya juga menyoroti permasalahan anggaran untuk program biodiesel. Apabila program biodiesel semakin diperbesar, yakni dari B40 ke B50, maka jumlah ekspor kelapa sawit dikhawatirkan berkurang sehingga terjadi penurunan pendapatan dari ekspor. Sementara itu, lanjut Yeka, jumlah biaya insentif yang harus ditanggung untuk program biodiesel akan semakin besar.

Dengan demikian, bila program biodiesel tidak diikuti dengan pertambahan produktivitas kelapa sawit maka akan berdampak pada berkurangnya ekspor“Kalau ekspor semakin berkurang, maka insentif biodiesel akan semakin menurun dan beban APBN semakin besar. Ini yang harus diperhitungkan secara komprehensif,” kata Yeka.

Dalam agenda Indonesia-Brazil Business Forum, di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (17/11), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto berambisi meningkatkan penggunaan biodiesel hingga 50% pada 2025, dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku utama.

Pemerintah sendiri akan menerapkan kebijakan mandatori B40 pada 2025. Volume penyaluran B40 ditargetkan mencapai 16,08 juta kiloliter dengan perkiraan dana pembayaran B40 sebesar Rp37,5 triliun yang berasal dari BPDPKS. Pemerintah juga mencanangkan bahwa transisi energi terbarukan berbasis kelapa sawit ini tidak hanya berhenti sampai B40, tetapi akan terus berlanjut B50 dan seterusnya. bani

BERITA TERKAIT

PENUH TANTANGAN EKONOMI 2025 - Indonesia Makin Bergantung pada China

Jakarta-Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, mengungkapkan, tahun 2025 akan menjadi periode penuh tantangan bagi ekonomi Indonesia. Sementara itu,…

UNTUK MELINDUNGI PETERNAK LOKAL: - Pemerintah Wacanakan Aturan Impor Susu

NERACA Jakarta - Pemerintah tengah menggodok aturan terkait dengan impor susu dalam negeri yang menjadi syarat pengusaha untuk mengimpor susu.…

DAMPAK NEGATIF KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Berpotensi Terjadi PHK di Kalangan Pekerja dan Buruh

Jakarta-Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 di tengah upah yang minim semakin memperparah kondisi…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PENUH TANTANGAN EKONOMI 2025 - Indonesia Makin Bergantung pada China

Jakarta-Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, mengungkapkan, tahun 2025 akan menjadi periode penuh tantangan bagi ekonomi Indonesia. Sementara itu,…

UNTUK MELINDUNGI PETERNAK LOKAL: - Pemerintah Wacanakan Aturan Impor Susu

NERACA Jakarta - Pemerintah tengah menggodok aturan terkait dengan impor susu dalam negeri yang menjadi syarat pengusaha untuk mengimpor susu.…

DAMPAK NEGATIF KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Berpotensi Terjadi PHK di Kalangan Pekerja dan Buruh

Jakarta-Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 di tengah upah yang minim semakin memperparah kondisi…