NERACA
Baku – Pemerintah terus mendorong bahan bakar nabati untuk mendorong transisi energi, termasuk PT Pertamina (Persero) yang menjadikan biofuel atau bahan bakar berbasis tanaman sebagai salah satu kunci strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia. Upaya ini pun didukung penuh oleh legislatif maupun pemerintah.
Wakil Ketua MPR RI dan Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno menjelaskan Indonesia memiliki potensi dan sumber biofuel yang melimpah. Program B35 yang dilakukan oleh Pertamina menjadi bukti konkret dari upaya penurunan emisi.
"Indonesia juga memiliki sumber biofuel yang melimpah. Saat ini kita menggunakan B35, biodiesel 35, dari CPO. Kita memiliki sumber tebu, singkong, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar nabati," kata Eddy Soeparno di COP29.
Apalagi, saat ini Pertamina sendiri sudah memiliki Sustainability Aviation Fuel (SAF). yang berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas. Baru-baru ini, Indonesia berhasil mencampur 5% bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan ini telah berhasil diuji coba dalam penerbangan sekitar dua tahun lalu dan akan terus ditingkatkan.
CEO of Pertamina New & Renewable Energy John Anis pun menjelaskan PNRE merupakan pionir dalam bisnis rendah karbon di Pertamina grup. Selain meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) juga mengembangkan Biofuel.
"Kami memiliki banyak program, namun ini didasarkan pada apa yang kami sebut sebagai strategi pertumbuhan ganda. Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon," kata John Anis.
John juga menjelaskan PNRE telah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga tahun 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi. Hingga tahun 2034 mendatang, John menjelaskan proyeksi demand atas biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Saat ini Pertamina NRE bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.
"Untuk bioetanol, kita memiliki ambisi meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dengan reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, dengan mengambil molase sebagai bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula," kata John.
Sedangkan di bisnis karbon, Pertamina NRE saat ini telah menjadi pemain utama perdagangan kredit karbon di Indonesia dengan menguasai pangsa pasar 93 persen. Kredit karbon Pertamina NRE bersumber tidak saja dari pembangkit listrik energi rendah karbon tapi juga bersumber dari nature based solutions (NBS). Sejak mempelopori perdagangan karbon di bursa karbon tahun lalu, sebanyak 864 ribu ton CO2 kredit karbon saat ini telah terjual habis. Dalam inisiatif NBS, Pertamina telah bermitra dengan partner strategis.
“Untuk mengakselerasi transisi energi dan merealisasikan target 75 GW listrik berbasis EBT hingga 15 tahun mendatang, diperlukan kolaborasi agar investasi dan pengembangan EBT menjadi lebih agresif di Indonesia dan menjadi lebih mudah diakses dengan harga terjangkau bagi masyarakat,” jelas John.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menyatakan komitmen pemerintah untuk lebih agresif dalam mendorong transisi energi dan menurunkan emisi.
"Pemerintah benar-benar berkomitmen untuk menurunkan emisi. Minggu depan ada COP 29, jadi mudah-mudahan ada poin menarik yang bisa kita sampaikan, tetapi kita masih menunggu karena masih membahas tentang penghentian bertahap PLTU batubara, kita masih punya komitmen, tentu saja, untuk mengurangi emisi. Mudah-mudahan ada kabar baik untuk itu," ujar Eniya.
Eniya menyebutkan empat parameter ketahanan energi, di mana masing-masing parameter menjadi fokus utama Pemerintah dalam menjaga keberlanjutan dan keamanan energi di masa depan. Eniya juga meyakinkan bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memiliki peta jalan sebagai panduan dalam mencapai target dan tujuan energi nasional.
"Jadi, dalam empat parameter ketahanan energi, telah dibicarakan tentang jumlah ketersediaan, aksesibilitas, keterjangkauan, dan penerimaan. Di Kementerian ESDM kami memiliki roadmap untuk sektor energi," lanjut Eniya.
Eniya mengatakan bahwa Pemerintah tidak hanya akan fokus pada transisi energi, tetapi juga akan fokus pada efisiensi energi. Menurutnya, dengan hanya mengimplementasikan efisiensi energi, emisi dapat dikurangi hingga 32 persen.
"Kita punya lebih banyak fokus di kabinet baru ini. Kami akan lebih fokus pada investasi transmisi. Jadi, infrastruktur energi terbarukan akan dibangun. Dan, tentu saja, di masa mendatang, kami akan lebih aktif tidak hanya dalam energi baru, tetapi juga dalam hal efisiensi energi, kami dapat mengurangi emisi hingga 32 persen hanya dengan melakukan efisiensi energi," jelas Eniya.
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri kecil dan menengah (IKM) untuk bisa lebih berdaya saing dan menguasai…
NERACA Jakarta – PT PLN (Persero) melalui subholding Energi Primer Indonesia (PLN EPI) berkolaborasi dengan Sembcorp Industries (Sembcorp) Singapura dan…
Sambut hari Pahlawan saatnya miliki motor impian. PT Wahana Makmur Sejati (WMS) selaku Main Dealer sepeda motor Honda Jakarta -…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri kecil dan menengah (IKM) untuk bisa lebih berdaya saing dan menguasai…
NERACA Jakarta – PT PLN (Persero) melalui subholding Energi Primer Indonesia (PLN EPI) berkolaborasi dengan Sembcorp Industries (Sembcorp) Singapura dan…
NERACA Baku – Pemerintah terus mendorong bahan bakar nabati untuk mendorong transisi energi, termasuk PT Pertamina (Persero) yang menjadikan biofuel…