Reformasi Hukum Inklusif Perkuat Demokrasi Tuju Indonesia Emas - Mahfud:

NERACA

Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menegaskan pentingnya reformasi hukum yang inklusif untuk memberdayakan rakyat guna memperkuat ketahanan demokrasi dalam menuju Indonesia Emas 2045, yakni Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan merata.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam sambutannya pada HDF 2024-Pidato dan Panel Kebangsaan di Jakarta, Selasa (12/11).

Awalnya dia mengatakan bahwa penegakan hukum sangat penting di Indonesia, karena mencakup 44 persen dari seluruh aset negara.

Bank Dunia melalui laporannya Where is the Wealth of Nations menyebutkan bahwa dari 100 persen aset negara, hanya 23 persen yang merupakan kekayaan atau aset berwujud, yaitu kekayaan alam dan modal.

Sementara yang 77 persen itu adalah aset yang tidak berwujud. Dari 77 persen itu, yang 44 persen-nya adalah penegakan hukum.

"Jadi secara sederhana dapat dikatakan, jika supremasi hukum yang inklusif ditegakkan, maka berarti kita sudah membenahi 44 persen aset," kata Mahfud.

Sehingga sisanya yang terdiri dari banyak sub-aset akan lebih mudah ditangani. Bahkan, penanganannya bisa bersifat ad hoc yang diselesaikan secara cepat.

Di lain sisi, Mahfud mengungkapkan menjelang akhir tugas pemerintahannya selaku Menko Polhukam, dirinya di tahun 2023 menyerahkan satu naskah pencepatan reformasi hukum yang disusun oleh tim ahli yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, dan aktivis masyarakat sipil.

Dia mengaku naskah tersebut telah diterima Presiden Ke-7 RI Joko Widodo dan akan ditindaklanjuti sebagai sumbangan kepada pemerintahan baru.

Adapun naskah tersebut memuat berbagai teori pembangunan demokrasi dan hukum yang sudah dibahas dan diseminarkan dalam forum-forum ilmiah hingga dianalisis oleh berbagai kampus sejak Indonesia melakukan reformasi pada tahun 1998.

"Dapat dikatakan sampai semua teori sudah dimasukkan ke dalam berbagai undang-undang dan kebijakan pemerintah. Ibarat-nya sudah habis teori di gudang, karena sudah dibedah dan dipertimbangkan untuk mendiagnosa penyakit demokrasi dan hukum di Indonesia," ujarnya.

Kemudian Mahfud Md menilai demokrasi dan hukum Indonesia saat ini berada pada situasi dan kondisi yang tepat.

Pasalnya, Indonesia baru saja menyelesaikan pemilu dan melakukan pergantian Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan kalender konstitusi.

"Kita perlu menyikapi dan menghayati kondisi ini sebagai bagian dari keadaban berdemokrasi sekurang-kurangnya dalam dua hal," kata Mahfud.

Pertama, negara Indonesia yang merdeka atas berkat rahmat Allah harus terus berjalan sesuai dengan konstitusi.

Menurutnya, semua yang pada saat pemilu di mana masyarakat memilih atau tidak memilih Presiden yang saat ini telah terpilih harus menerima fakta keterpilihan tersebut.

"Mereka terikat pada kepemimpinan dan kebijakan yang terpilih sesuai dengan hak dan kewenangan konstitusionalnya," ujarnya.

Kedua, pemilu adalah sarana distribusi dan redistribusi kekuasaan yang dilakukan oleh rakyat sebagai bagian penting dari demokrasi.

"Dengan pemilu kita bisa mendistribusikan kekuasaan dan mendistribusikannya kembali sesuai dengan arus aspirasi rakyat yang disalurkan secara periodik minimal lima tahun," pungkas Mahfud.

Lalu, Mahfud Md mengatakan Presiden Ke-3 RI B.J. Habibie telah memberikan contoh berdemokrasi yang berkeadaban selama memimpin Indonesia.

Mahfud mengemukakan bahwa Habibie memenuhi aspirasi masyarakat untuk melakukan percepatan pemilu sebagai langkah awal dari reformasi 1998.

Selain itu, Habibie juga menolak untuk dicalonkan kembali menjadi Presiden Indonesia ketika laporan pertanggungjawabannya terkait pemisahan Timor-Timur dari Indonesia melalui referendum yang sah ditolak oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

"Padahal jika mau, berdasar konstitusi yang berlaku waktu itu, Profesor Habibie bisa ngotot, 'saya ini bisa menjadi presiden sampai tahun 2003'. Begitu keterangan konstitusi," kata Mahfud.

Meski begitu, Mahfud menjelaskan Habibie menganut demokrasi bukan hanya sebagai formal prosedural, melainkan demokrasi yang substansial dan berkeadaban.

Oleh karena itu, hak-hak yang bisa dipertahankan secara konstitusional itu dilepaskan secara sukarela, termasuk ketika Habibie menolak dicalonkan kembali sebagai Presiden Indonesia, meskipun menurut konstitusi tidak ada halangan untuk menjadi calon presiden kalau hanya karena sebagian dari laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

"Tapi, Pak Habibie mengatakan kalau MPR menolak laporan saya berarti saya tidak pantas menjadi presiden. Itu contoh dari cara berdemokrasi yang berkeadaban," ujarnya. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Ombudsman Minta Pemerintah Percepat Penyelamatan Sritex Cegah PHK

NERACA Jakarta - Ombudsman RI meminta pemerintah segera mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sebagai…

BPOM Selaraskan Praktik Regulasi ATMP dengan Standar Internasional

NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyelaraskan praktik regulasi produk obat terapi lanjutan (ATMP) dengan standar internasional…

Kemenkum Pastikan Pelayanan Informasi Masyarakat Berjalan Optimal

NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) memastikan agar pelayanan informasi kepada masyarakat berjalan optimal. Dalam kegiatan presentasi uji publik keterbukaan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Ombudsman Minta Pemerintah Percepat Penyelamatan Sritex Cegah PHK

NERACA Jakarta - Ombudsman RI meminta pemerintah segera mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sebagai…

BPOM Selaraskan Praktik Regulasi ATMP dengan Standar Internasional

NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyelaraskan praktik regulasi produk obat terapi lanjutan (ATMP) dengan standar internasional…

Kemenkum Pastikan Pelayanan Informasi Masyarakat Berjalan Optimal

NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) memastikan agar pelayanan informasi kepada masyarakat berjalan optimal. Dalam kegiatan presentasi uji publik keterbukaan…