NERACA
Jakarta-Mega proyek pembangunan tiga juta rumah setiap tahunnya untuk mengatasi backlog perumahaan merupakan tugas berat yang tidak bisa berjalan sendiri dilakukan pemerintah, tetapi juga perlu keterlibatan pelaku usaha dan sektor swasta. Berangkat dari hal tersebut, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengajak pengusaha besar bergotong royong menyukseskan program pembangunan tiga juta rumah setiap tahun."Adanya dukungan dari pengusaha dan konglomerat menunjukkan semangat bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendorong ekonomi melalui pembangunan rumah layak huni," ujar Maruarar atau akrab disapa Ara di Jakarta, Senin (4/11).
Kementerian PKP membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi aktif dalam program Presiden RI Prabowo Subianto tersebut. Menurutnya, dengan anggaran yang terbatas dan target pembangunan yang cukup tinggi yakni tiga juta rumah per tahun membuat dirinya dan jajaran Kementerian PKP terus berinovasi dalam melaksanakan pembangunan rumah bagi rakyat Indonesia itu.
Sebelumnya, Ara mengatakan penyediaan hunian bagi masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan anggaran pemerintah, melainkan gotong royong antara berbagai pihak. Menurutnya, perlu kerja tim guna mewujudkan pembangunan tiga juta unit rumah tersebut. Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memiliki program pembangunan tiga juta unit rumah per tahun untuk mengatasi kekurangan pasokan (back log) rumah di Indonesia.
Secara rinci, program itu menargetkan pembangunan dua juta unit rumah di perdesaan dan satu juta unit rumah di perkotaan. Oleh karenanya, dia pun berharap pengembang-pengembang swasta mendukung program tiga juta rumah. Dirinya optimistis Indonesia mampu membangun negeri bersama-sama.
Sementara Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Endang Kawidjaja seperti dikutip Alinea.id menilai, program 3 juta hunian per tahun bakal sulit direalisasikan di awal pemerintahan Prabowo. Apalagi, jika pemerintahan Prabowo membeli tanah sekaligus membangun rumah dalam program tersebut. "Hitungan satgas, untuk sampai 3 juta unit itu, diperlukan Rp113 triliun. Tetapi, mungkin tidak sampai segitu tahun pertama kalau program Prabowo sebenarnya ingin mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan rumah di pedesaan,"ujarnya.
Angka 3 juta unit per tahun, kata Endang, hanya masuk akal jika pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya "memberikan" rumah kepada rakyat di pedesaan yang sudah memiliki tanah atau membantu memperbaiki rumah tidak layak huni (RTLH). Proyek semacam ini jauh lebih bisa menekan anggaran.
Berdasar hitung-hitungan Himperra, menurut Endang, pemerintahan Prabowo-Gibran hanya bakal mampu membangun 2.150.000 unit rumah pada tahun pertama. Itu pun termasuk 1 juta perbaikan RTLH. Selebihnya, gabungan dari dari pembangunan rumah yang didukung fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) alias rumah subsidi dan perumahan untuk kalangan ASN.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar menilai bahwa program 3 juta rumah era Prabowo merupakan langkah penting untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat Indonesia. Namun, kata Media, keberhasilan program tersebut akan sangat bergantung dengan pemilihan lokasi pembangunan dan fasilitas publik, salah satunya transportasi."Keberhasilan program ini sangat bergantung pada pemilihan lokasi pembangunan, mempertimbangkan aksesibilitas terhadap lokasi kerja. Fasilitas publik, seperti transportasi, pendidikan, dan kesehatan," ujarnya seperti dikutip JawaPos.com.
Sementara Bonny Z. Minang, Anggota Satgas Perumahan Pemerintahan Prabowo Subianto mengatakan, program tiga juta rumah berangkat dari visi pemerintahan baru untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi dari saat ini sekitar 5% menjadi minimal 8%. Program tersebut dijalankan dengan menggerakkan ekonomi dari desa, dengan instrumennya yakni pembangunan rumah di pedesaan.
“Kami melihat program perumahan untuk pengentasan kemiskinan merupakan driver pertumbuhan yang paling efektif. Selama ini subsidi bahan bakar dinikmati oleh masyarakat mampu, sedangkan masyarakat tidak mampu seharusnya dapat menikmati subsidi berupa rumah yang terjangkau dan layak huni. Dengan adanya kepastian bahwa pemerintah membayar subsidi ini, maka terdapat kepastian. Jika ada kepastian, perbankan pasti akan bersedia untuk mendukung program ini, yang kemudian akan diikuti oleh developer dan kontraktor,” ujar Bonny. bani
Jakarta-Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sedang mempertimbangkan perubahan skema penyaluran subsidi BBM dan listrik melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT).…
NERACA Jakarta – Sebagai bagian penting dari sektor sumber daya alam Indonesia, bisnis minyak kelapa sawit berperan signifikan dalam memajukan…
Jakarta-Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meminta pengusaha tidak khawatir mengenai dampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan sejumlah pasal…
Jakarta-Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sedang mempertimbangkan perubahan skema penyaluran subsidi BBM dan listrik melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT).…
NERACA Jakarta-Mega proyek pembangunan tiga juta rumah setiap tahunnya untuk mengatasi backlog perumahaan merupakan tugas berat yang tidak bisa berjalan…
NERACA Jakarta – Sebagai bagian penting dari sektor sumber daya alam Indonesia, bisnis minyak kelapa sawit berperan signifikan dalam memajukan…