Berkat Pendampingan YBDA - Teh Herbal Dewiti Naik Kelas dan Laris Manis Terjual

Di tengah masih bergantungnya impor bahan baku obat-obatan, rupanya Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah dan menjadi berkah bagi industri herbal tanah air untuk berbagai manfaat pengobatan ataupun ramuan jamu kesehatan. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan potensi obat herbal yang dapat dihasilkan oleh Indonesia sangat besar berkat dukungan sumber daya keanekaragaman hayati yang melimpah.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan, secara umum mestinya Indonesia bisa menggantikan semua bahan baku obat. Tengok saja, dari sekitar 30 ribu spesies dari biodiversitas yang telah terindentifikasi, namun obat herbal berstandar masih sangat sedikit, baru 76 obat. Menurutnya, bila keanekaragaman hayati itu bisa dioptimalkan secara baik dapat menciptakan kedaulatan obat dan kesehatan bagi Indonesia.

Ya, semangat inilah yang rupanya menjadi mimpi besar Herdiana Dewi Utari atau Dian, pemilik teh herbal Dewiti yang terus berinovasi untuk menghadirkan produk herbal lainnya. “Besarnya potensi kekayaan alam dan dibekali buku kuno warisan ramuan herbal nenek moyang, memacu saya untuk berkembang dan produksi herbal lainnya selain teh untuk kesehatan,”ucapnya.

Dirinya pun bercerita, produksi teh herbal Dewiti yang beralamat di Gang Randhim, Dusun Tegal Kenanga, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta semua berawal dari rumahan dan kemudian berkembang seiring dengan permintaan yang mulai berdatangan di luar Yogyakarta.“Usaha ini berdiri pada 2008 silam. Melalui CV Dewi Makmur yang diurus pada 2010, kami memproduksi aneka teh herbal seperti teh celup angkak, teh celup daun jati cina, teh celup daun kelor, teh celup daun manggis, dan teh celup daun sirsak,” kata Dian yang merupakan sarjana Geografi ini.

Di awal usaha bermodal Rp20 juta itu, Dian mengaku fokus mengembangkan produk teh rosela yang tengah booming. Sistem pemasaran dari toko ke toko menjadi pilihan dalam strategi pemasaran Dewiti. Meski sudah mengikuti berbagai pameran UMKM di berbagai daerah sejak 2011, teh herbal Dewiti masih diproduksi secara tradisional dan berskala rumahan. “Salah satu kendalanya adalah modal produksi untuk membeli bahan baku. Saya membutuhkan modal yang lebih besar,”ungkapnya.

Berbekal informasi dari temannya yang menawarkan bantuan untuk usahanya, Dian pun mulai berkenalan dengan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Satu hal yang tertarik dengan bantuan YDBA, lanjutnya adalah memberikan bantuan bukan pinjaman langsung tetapi binaan serta pendampingan. Ibarat pepatah kata berikan kail dan bukan ikan agar usaha yang dijalankannya bisa maju dengan mandiri.

Disampaikannya, bergabung dengan YDBA tidaklah mudah karena banyak syarat yang harus dipenuhi. Namun dibalik itu semua, kata Dian, banyak ilmu yang didapat dari pendampingan YDBA seperti pelatihan tingkat dasar mulai soal keuangan, sumber daya manusia, pengemasan, sampai uji kontrol kualitas.

Kemudian diajarkan bagaimana proses produksi mulai dari bahan baku sampai barang jadi yang lebih efisien. Selain itu, pengemasan mengalami perubahan dan semakin menarik. Hasilnya, saat ini Dewiti mampu memproduksi 15 kilogram teh herbal dalam sehari. Selain itu, YDBA menginginkan produk binaan memenuhi lima pilar yang diwajibkan, di antaranya rajin, rapi, ringkes, dan resik.“Sistem pelatihannya terus menerus dan tidak terhenti. Kalau terputus akan mengurangi nilai dan harus diulangi. Alhamdulilah pada tahun 2021 mendapatkan nilai tinggi dan naik kelas berkategori mandiri dari YDBA,” kata Dian.

Berkah naik kelas jadi Mandiri, teh herbal Dewiti berkesempatan ikut pameran dalam dan luar negeri, seperti ke Korea Selatan yang difasilitasi YDBA. Selain itu, diakuinya, usahanya juga mendapatkan modal pinjaman tanpa bunga dengan assesment yang telah dilakukan tim YDBA. Hal ini merupakan kebanggan karena tidak semuanya pelaku UMKM binaan YDBA dapat fasilitas tersebut.

 

Momentum Pandemi

Sejak pandemi Covid-19 merebak Maret 2020, obat-obatan tradisional dari bahan tanaman obat itu semakin banyak diminati. Menurut Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia, berbagai penelitian modern membuktikan, tanaman yang merupakan bahan dasar ramuan jamu, bermanfaat bagi kesehatan. Pengalaman inilah yang dirasakan Dian. Pasalnya, produksi teh herbal miliknya laris manis terjual saat pandemi, kendati sebelum pandemi permintaan teh herbal buatannya juga tinggi.

Apalagi, produk teh herbal Dewiti telah mendapatkan sertifikat izin dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) yang layak dan aman dikonsumsi dengan berbagai komposisi bahan baku yang tercantum dalam kemasannya. Sehingga hal ini memberikan nilai tambah,”Izin BPOM membuat penjualan kita laris manis hingga omset juga meningkat Rp50 juta perbulannya,”katanya.

Kedepan, beberapa produk lainnya sedang diajukan ke BBPOM untuk mendapatkan izinnya agar bisa lebih luas ekspansi pemasarannya. “Semua kandungan dan khasiat teh herbal ini bisa terjaga karena ada tim apoteker yang mengawasinya. Masyarakat juga semakin percaya karena ada izin edar dari BBPOM,” paparnya

Diceritakannya, saran tim pendampingan YDBA agar masuk ke pasar digital melalui marketplace dan media sosial membuat usahnya berkembang pesat, apalagi setelah produknya hadir di Shoppe dan Tokopedia. Dari sini, CV Dewi Makmur membentuk tim digital marketing untuk mengunggah di kanal Youtube, Instagram, sampai Tik-Tok mengenai semua produk teh herbal Dewiti.“Bahkan website yang dulu sempat tidak terurus, dengan kehadiran tim digital marketing sekarang memiliki beragam konten dan semakin inovatif,” tutur Dian.

Sebagai bukti efektifnya pasar digital, Dian menyatakan selama pandemi Dewiti malah panen cuan. Dimana pesanan teh herbal terutama yang mengandung jahe, sereh, sampai teh hitam mengalami lonjakan signifikan.“Ada juga wedang uwuh karena sempat booming teh herbal baik untuk ketahanan tubuh dan kesehatan. Kenaikannya mencapai 70% melalui pesanan online,” ujarnya.

Diakuinya, pelatihan di bidang digital ini membuat usahanya mampu bertahan dan diharapkan lebih baik lagi usai pandemi Covid-19. Namun, memulai dan mengembangkan usaha tersebut terbilang tidak mudah dan harus menjalani tahapan demi tahapan yang telah ditentukan tim YDBA.

Dian menjelaskan, sampai saat ini produknya sudah tersebar di sejumlah supermarket di Jabotabek dan Bandung, serta lewat agen penjualan di Riau. Sebagian besar produk Dewiti dipasarkan melalui marketplace dan media sosial seperti Facebook, Twitter, hingga instagram.

Kata anggota tim asesmen YDBA wilayah Yogyakarta, Fransisca Wisni Kristanti, teh herbal Dewiti berhasil menunjukkan perkembangan yang bagus dari tahun ke tahun. Sejak 2017, Dewiti mengalami kenaikan omzet bahkan saat pandemi Covid-19 melanda.

Dibenarkannya, setiap UKM yang dibina YDBA harus mengikuti sejumlah asesmen dengan instruktur dari Jakarta. Asesmen meliputi asesmen tingkat dasar seperti soal keuangan, fisik, mental, pembukuan, perizinan, kontrol kualitas, dan sumber daya manusia.“Asesmen selanjutnya adalah penerapan 5R. Setelah itu baru bisa dikatakan mandiri. Dewiti mendapatkan nilai 83 dari nilai minimal untuk kategori mandiri 75. Dengan kategori mandiri, UKM mendapat keuntungan seperti prioritas dikunjungi seperti hari ini hingga memperluas pemasarannya,” terang Wisni.

Lalu dari 425 UKM di sektor manufaktur, perbengkelan, serta kerajinan dan kuliner yang dibina YDBA, rupanya baru ada 28 UKM berkategori mandiri, termasuk Dewiti ini. Hal ini disebabkan, UKM binaannya itu belum mampu memenuhi sejumlah persyaratan asesmen, seperti mengantongi Perizinan Industri Rumah Tangga (PIRT) untuk UKM manufaktur dan bengkel atau BBPOM untuk kuliner. Pengusaha tersebut juga harus memiliki NPWP.

Sementara Ketua Pengurus YDBA, Rahmat Samulo menegaskan, para UMKM itu dibina akan terus diberdayakan agar naik kelas, seperti dicarikan marketnya, kualitasnya di tingkatkan dan kalau butuh modal juga dicarikan modal. Menurut Rahmat, setiap tahun ada 1.200 UMKM yang dibina YDBA. Namun umumnya sekitar 200-300 UMKM yang berhasil mandiri. “Tahun ini kami membina 1.300 UMKM,” kata Rahmat.

Agar sukses mandiri, Rahmat berpesan agar para UMKM memiliki sejumlah sarat, yaitu mental yang kuat, mau berubah, komitmen, konsisten, mau berbagi ilmu, dan akses pasar. “Mental harus kuat, karena UMKM umumnya sudah mempunyai cara kerja biasanya. Nah, Astra masuk untuk mengubah kebiasaan mereka. Setelah berubah, mereka harus komitmen dan konsisten. Kita carikan akses pasar, kita create juga pasarnya. Kalau yang datang menjual pakai nama Astra kan pasti lebih mudah menjualnya. Kami juga bekerja sama dengan BUMN untuk menjualkan produk UMKM ini,” ujar Rahmat Samulo.

BERITA TERKAIT

Lawatan Perdana d Ke Luar Negeri - Ketum Kadin Pastikan Dampingi Presiden dan Para Menteri

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie memastikan, dirinya akan mendampingi lawatan perdana Presiden Prabowo Subianto ke…

Perjalanan Hidup Iwan Bule - Jenderal Multitalenta dari Sepak Bola Ke Pertamina

Terpilihnya Mochamad Iriawan atau lebih dikenal sebagai Iwan Bule, politisi partai Gerindra menjadi komisaris utama PT Pertamina (Persero) menggantikan Simon…

Ditopang KPR, BTN Optimistis Pertumbuhan Kredit On Track

Di tengah masih tingginya biaya dana perbankan dan tantangan di perekonomian, penyaluran kredit PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN)…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Lawatan Perdana d Ke Luar Negeri - Ketum Kadin Pastikan Dampingi Presiden dan Para Menteri

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie memastikan, dirinya akan mendampingi lawatan perdana Presiden Prabowo Subianto ke…

Perjalanan Hidup Iwan Bule - Jenderal Multitalenta dari Sepak Bola Ke Pertamina

Terpilihnya Mochamad Iriawan atau lebih dikenal sebagai Iwan Bule, politisi partai Gerindra menjadi komisaris utama PT Pertamina (Persero) menggantikan Simon…

Ditopang KPR, BTN Optimistis Pertumbuhan Kredit On Track

Di tengah masih tingginya biaya dana perbankan dan tantangan di perekonomian, penyaluran kredit PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN)…