BI Rate Diprediksi Turun Lagi

BI Rate Diprediksi Turun Lagi 
NERACA
Jakarta - Ekonom senior Bank Mandiri Reny Eka Putri memperkirakan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI), BI-Rate, dapat turun kembali sebesar 25 basis poin pada 2024. Pada Rabu (18/9), Bank Indonesia mengumumkan penurunan suku bunga kebijakan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. “Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan bahwa The Fed akan mengurangi suku bunga lebih lanjut sesuai dengan dot-plot terbaru dan BI-Rate dapat diturunkan 25 basis poin lagi menjadi 5,75 persen tahun ini,” kata Reny di Jakarta, Jumat (20/9).
Dot plot Fed menunjukkan Fed Funds Rate (FFR) akan dipangkas dua kali lagi pada 2024. Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed diprediksi turun menjadi 4,4 persen pada 2024. Itu menunjukkan Fed akan memangkas suku bunga tambahan sebesar 50 bps menjelang akhir tahun ini.
Ke depan, pasar akan mengantisipasi penurunan suku bunga lebih lanjut dari bank sentral. Peluang The Fed yang hampir pasti untuk memangkas suku bunga lebih lanjut telah mendorong sentimen positif di pasar domestik dengan kembalinya aliran dana asing. Menurut Reny, peluang pemangkasan BI-Rate dapat kembali terbuka jika pemangkasan FFR yang semakin agresif terealisasi pada 2024.
“Dengan potensi pemangkasan suku bunga yang agresif, kami melihat aliran modal akan kembali masuk ke pasar domestik, yang akan berdampak positif pada pasar keuangan Indonesia,” ujarnya. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah dapat ditutup pada kisaran Rp15.500 per dolar AS sampai dengan Rp15.700 per dolar AS pada akhir 2024. Reny menuturkan sesuai perkiraan, BI dan The Fed sama-sama menurunkan suku bunga dalam pertemuan September 2024.
Kepastian arah suku bunga acuan akan mempengaruhi pergerakan pasar domestik dan global. Dewan Gubernur Bank Indonesia telah memangkas BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6 persen dalam pertemuannya pada 17-18 September 2024. Keputusan tersebut didukung oleh inflasi yang terkendali dengan baik dan penguatan rupiah, dan muncul hanya beberapa jam menjelang keputusan suku bunga The Fed.
BI melihat ketidakpastian pasar keuangan global menurun dan menarik kembali aliran modal asing untuk masuk ke pasar berkembang, termasuk Indonesia. Di sisi lain, The Fed juga ikut memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps ke kisaran 4,75-5 persen pada September 2024, yang merupakan penurunan pertama dalam empat tahun terakhir. Ketua Fed Jerome Powell mengatakan keputusan untuk melonggarkan lebih agresif sebagian didasarkan pada keyakinan bank sentral bahwa inflasi akan segera mencapai tujuan pembuat kebijakan sebesar 2 persen per tahun, serta untuk memulihkan pasar tenaga kerja.
Sementara itu, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai, dunia saat ini tengah memasuki siklus pemangkasan suku bunga yang memiliki dampak positif terhadap instrumen obligasi. Jika bercermin pada empat siklus pemangkasan suku bunga BI sebelumnya yang terjadi di 2011, 2016, 2019, dan 2020 secara rata-rata indeks BINDO mencatat kinerja positif 18 persen. "Turunnya suku bunga cenderung berdampak langsung terhadap pasar obligasi karena hubungan yang erat antara suku bunga, imbal hasil obligasi, dan harga obligasi, karena instrumen obligasi diminati ketika suku bunga turun karena investor dapat ‘mengunci’ imbal hasil di level tinggi," kata Portfolio Manager, Fixed Income MAMI Laras Febriany.
Menurut Laras, pada dasarnya Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain, didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi. Hal itu yang menjadikan daya tarik investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Langka bagi suatu negara berkembang memiliki profil yang cukup baik secara menyeluruh, karena biasanya ada saja masalah pada salah satu faktor tersebut.
“Dengan profil yang menarik itu, faktor kunci bagi investor adalah pada stabilitas nilai tukar rupiah, karena pelemahan nilai tukar akan menggerus potensi imbal hasil bagi investor asing, membuat obligasi Indonesia kurang menarik, dan pada akhirnya dapat membuat arus dana asing berbalik. Dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan dapat menjadi iklim yang suportif bagi Rupiah dan bisa menarik arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia lebih lanjut,” kata Laras pula.

 

NERACA

Jakarta - Ekonom senior Bank Mandiri Reny Eka Putri memperkirakan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI), BI-Rate, dapat turun kembali sebesar 25 basis poin pada 2024. Pada Rabu (18/9), Bank Indonesia mengumumkan penurunan suku bunga kebijakan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. “Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan bahwa The Fed akan mengurangi suku bunga lebih lanjut sesuai dengan dot-plot terbaru dan BI-Rate dapat diturunkan 25 basis poin lagi menjadi 5,75 persen tahun ini,” kata Reny di Jakarta, Jumat (20/9).

Dot plot Fed menunjukkan Fed Funds Rate (FFR) akan dipangkas dua kali lagi pada 2024. Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed diprediksi turun menjadi 4,4 persen pada 2024. Itu menunjukkan Fed akan memangkas suku bunga tambahan sebesar 50 bps menjelang akhir tahun ini.

Ke depan, pasar akan mengantisipasi penurunan suku bunga lebih lanjut dari bank sentral. Peluang The Fed yang hampir pasti untuk memangkas suku bunga lebih lanjut telah mendorong sentimen positif di pasar domestik dengan kembalinya aliran dana asing. Menurut Reny, peluang pemangkasan BI-Rate dapat kembali terbuka jika pemangkasan FFR yang semakin agresif terealisasi pada 2024.

“Dengan potensi pemangkasan suku bunga yang agresif, kami melihat aliran modal akan kembali masuk ke pasar domestik, yang akan berdampak positif pada pasar keuangan Indonesia,” ujarnya. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah dapat ditutup pada kisaran Rp15.500 per dolar AS sampai dengan Rp15.700 per dolar AS pada akhir 2024. Reny menuturkan sesuai perkiraan, BI dan The Fed sama-sama menurunkan suku bunga dalam pertemuan September 2024.

Kepastian arah suku bunga acuan akan mempengaruhi pergerakan pasar domestik dan global. Dewan Gubernur Bank Indonesia telah memangkas BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6 persen dalam pertemuannya pada 17-18 September 2024. Keputusan tersebut didukung oleh inflasi yang terkendali dengan baik dan penguatan rupiah, dan muncul hanya beberapa jam menjelang keputusan suku bunga The Fed.

BI melihat ketidakpastian pasar keuangan global menurun dan menarik kembali aliran modal asing untuk masuk ke pasar berkembang, termasuk Indonesia. Di sisi lain, The Fed juga ikut memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps ke kisaran 4,75-5 persen pada September 2024, yang merupakan penurunan pertama dalam empat tahun terakhir. Ketua Fed Jerome Powell mengatakan keputusan untuk melonggarkan lebih agresif sebagian didasarkan pada keyakinan bank sentral bahwa inflasi akan segera mencapai tujuan pembuat kebijakan sebesar 2 persen per tahun, serta untuk memulihkan pasar tenaga kerja.

Sementara itu, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai, dunia saat ini tengah memasuki siklus pemangkasan suku bunga yang memiliki dampak positif terhadap instrumen obligasi. Jika bercermin pada empat siklus pemangkasan suku bunga BI sebelumnya yang terjadi di 2011, 2016, 2019, dan 2020 secara rata-rata indeks BINDO mencatat kinerja positif 18 persen. "Turunnya suku bunga cenderung berdampak langsung terhadap pasar obligasi karena hubungan yang erat antara suku bunga, imbal hasil obligasi, dan harga obligasi, karena instrumen obligasi diminati ketika suku bunga turun karena investor dapat ‘mengunci’ imbal hasil di level tinggi," kata Portfolio Manager, Fixed Income MAMI Laras Febriany.

Menurut Laras, pada dasarnya Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain, didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi. Hal itu yang menjadikan daya tarik investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Langka bagi suatu negara berkembang memiliki profil yang cukup baik secara menyeluruh, karena biasanya ada saja masalah pada salah satu faktor tersebut.

“Dengan profil yang menarik itu, faktor kunci bagi investor adalah pada stabilitas nilai tukar rupiah, karena pelemahan nilai tukar akan menggerus potensi imbal hasil bagi investor asing, membuat obligasi Indonesia kurang menarik, dan pada akhirnya dapat membuat arus dana asing berbalik. Dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan dapat menjadi iklim yang suportif bagi Rupiah dan bisa menarik arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia lebih lanjut,” kata Laras pula.

BERITA TERKAIT

Jasindo Catat Premi Asuransi Tani Capai Rp44,84 Miliar

Jasindo Catat Premi Asuransi Tani Capai Rp44,84 Miliar  NERACA Jakarta - PT Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo) mencatat pendapatan premi…

Buruknya Performa Asuransi Kesehatan Jadi Tantangan Besar Industri

  Buruknya Performa Asuransi Kesehatan Jadi Tantangan Besar Industri  NERACA Jakarta - Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh industri…

Bank Mega Syariah Rilis Kartu Pembiayaan Syariah

Mega Syariah Rilis Kartu Pembiayaan Syariah NERACA Jakarta - PT Bank Mega Syariah meluncurkan Syariah Card, yaitu sebuah kartu pembiayaan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Jasindo Catat Premi Asuransi Tani Capai Rp44,84 Miliar

Jasindo Catat Premi Asuransi Tani Capai Rp44,84 Miliar  NERACA Jakarta - PT Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo) mencatat pendapatan premi…

Buruknya Performa Asuransi Kesehatan Jadi Tantangan Besar Industri

  Buruknya Performa Asuransi Kesehatan Jadi Tantangan Besar Industri  NERACA Jakarta - Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh industri…

BI Rate Diprediksi Turun Lagi

BI Rate Diprediksi Turun Lagi  NERACA Jakarta - Ekonom senior Bank Mandiri Reny Eka Putri memperkirakan suku bunga kebijakan Bank…