semester I " 2024, Realisasi Bauran Energi dari EBT Capai 13,93 Persen

NERACA

Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih membutuhkan komitmen investasi untuk dapat memenuhi target bauran energi dari energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen. Hingga semester I tahun 2024, realisasi bauran energi dari EBT mencapai 13,93 persen, hingga akhir tahun ini ditargetkan 19,5 persen listrik dari EBT.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan perlunya komitmen investasi dan pembangunan infrastruktur demi mencapai target tersebut.

"Investasi salah satu yang terpenting yang belum tercapai, lalu komitmen untuk menjalankan investasi tersebut, juga infrastruktur yang saat ini kita dorong. Saat ini kita ingin adanya capaian yang lebih jelas lagi," ujar Eniya.

Adapun realisasi investasi subsektor EBTKE hingga semester I 2024 adalah USD580 juta atau 46,8% dari target 2024 sebesar USD1,23 miliar. Eniya mengungkapkan masih dibutuhkan USD14,02 miliar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan 8.224,1 Megawatt (MW).

"Sampai tahun 2025 masih perlu 8.224,1 MW atau 8,2 Gigawatt (GW). Di mana ini investasi yang diperlukan adalah USD14 miliar. Terdiri dari berbagai macam jenis EBT, ada biomasa, biogas, sampah, geothermal, air, hidro, baterai, dan seterusnya. Nah, ini yang diperlukan," ujar Eniya.

Selanjutnya, menurut Eniya, investasi akan lebih terakselerasi dengan adanya terobosan melalui pengaturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang telah diatur melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

"Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2024 adalah debottleneck dari isu investasi di subsektor EBT. Isu TKDN menjadi hal krusial yang disebut-sebut menghambat investasi, sehingga kita sudah keluarkan aturan baru terkait TKDN proyek EBT. Dengan adanya aturan itu, investasi mulai berjalan," tandas Eniya.

Eniya mencontohkan, beberapa proyek EBT yang berlanjut setelah keluarnya aturan TKDN, antara lain proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung yang kini sudah Power Purchase Agreement (PPA), yakni PLTS Terapung Singkarak dan Saguling, serta PLTS Terapung Karangkates yang hingga tahap penandatanganan Letter of Intent (LoI). Selain itu, Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Hululais, Dieng, Dieng 2, dan Patuha 2 juga langsung bergerak setelah terbitnya aturan tersebut. 

Sebelumnya, Kementerian ESDM memaparkan Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD14,2 miliar tahun 2025 guna meningkatkan kapasitas produksi listrik EBT menjadi 8,2 gigawatt (GW).

Beberapa sumber energi terbarukan di Indonesia yang potensi ketersediaannya mencukupi dan melimpah untuk dijadikan sumber listrik yakni, solar sebesar 3.294 gigawatt, energi angin 155 gigawatt, air 95 gigawatt, arus laut 63 gigawatt, bahan bakar nabati 57 gigawatt, dan panas bumi 23 gigawatt.

Pihaknya juga sudah menawarkan sumber energi panas bumi yang potensinya besar dan berperan penting dalam mewujudkan nol emisi karbon  atau Net Zero Emissions (NZE) kepada para investor.

Lebih lanjut terkait EBT, pemerintah melalui Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat, persentase bauran energi tertinggi di Indonesia pada tahun 2023 masih dipegang oleh batubara, yaitu sebesar 40,46 persen. Namun, persentase tersebut terus menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 42,38 persen.

Berdasarkan data DEN, persentase bauran energi tertinggi tahun 2023 masih didominasi Batubara (40,46 persen), Minyak Bumi (30,18 persen), Gas Bumi (16,28 persen), EBT (13,09 persen). Prosentase energi baru terbarukan (EBT) meningkat 0,79 persen sehingga menjadi 13,09 persen pada tahun 2023. Namun realisasi tersebut masih di bawah target yang ditetapkan sebesar 17,87 persen.

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan persentase energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan realisasi bauran energi nasional tahun 2023 masih di bawah target. Faktor-faktor tersebut antara lain:

Pertama, peningkatan harga komoditas energi, seperti minyak mentah, gas alam, dan batu bara, yang menyebabkan subsidi energi semakin besar. Kedua, kendala teknis dalam pembangunan pembangkit listrik EBT. Ketiga, kendala pembiayaan pembangunan pembangkit listrik EBT.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana juga menerangkan bahwa untuk pengembangan panas bumi, pemerintah telah berusaha maksimal untuk menarik investasi pada salah satu sumber EBT tersebut.

 

 

BERITA TERKAIT

Ini Dia Strategi dan Rekomendasi Kebijakan Perdagangan

NERACA Makassar – Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) Kementerian Perdagangan (Kemendag),  Fajarini Puntodewi menjabarkan strategi kebijakan dalam meningkatkan potensi…

Revisi UU Migas Dukung Investasi Migas

NERACA Jakara – Potensi subsektor minyak dan gas (migas) Indonesia diyakini masih besar. Melihat hal tersebut maka pemerintah melakukan optimalisasi…

Kolaborasi dengan AHM - Wahana Makmur Edukasi Motor Listrik di SMK Taman Siswa

Ciptakan tenaga montir handal dan siap kerja, PT Wahana Makmur Sejati (WMS) bersama dengan PT Astra Honda Motor (AHM) berikan…

BERITA LAINNYA DI Industri

Ini Dia Strategi dan Rekomendasi Kebijakan Perdagangan

NERACA Makassar – Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) Kementerian Perdagangan (Kemendag),  Fajarini Puntodewi menjabarkan strategi kebijakan dalam meningkatkan potensi…

Revisi UU Migas Dukung Investasi Migas

NERACA Jakara – Potensi subsektor minyak dan gas (migas) Indonesia diyakini masih besar. Melihat hal tersebut maka pemerintah melakukan optimalisasi…

Kolaborasi dengan AHM - Wahana Makmur Edukasi Motor Listrik di SMK Taman Siswa

Ciptakan tenaga montir handal dan siap kerja, PT Wahana Makmur Sejati (WMS) bersama dengan PT Astra Honda Motor (AHM) berikan…