Oleh: B. Mentari Ayu Br Purba, Asisten Penyuluh Pajak KPP Pratama Medan Polonia
Pajak merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan negara. Lebih dari 70% pendapatan negara yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan perpajakan akan berpengaruh terhadap pembiayaan dan kesejahteraan negara. Sistem perpajakan Indonesia sendiri menganut Self Assessment System dimana wajib pajak (WP) diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Namun, dalam pelaksanaannya akan tetap terdapat edukasi, pengawasan bahkan penegakan hukum oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Adapun kewajiban perpajakan yang dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak adalah daftar, hitung, bayar dan lapor. Saat wajib pajak sudah memiliki penghasilan, maka WP secara mandiri mendaftar untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kemudian, menghitung pajak yang terutang, membayar pajak yang terutang dan melaksanakan pelaporan melalui Surat Pemberitahuan (SPT).
Dalam pelaporan SPT terdapat tiga jenis status SPT yaitu Nihil, Kurang Bayar dan Lebih Bayar. Status Nihil terjadi apabila jumlah pajak yang terutang dengan jumlah pajak yang sudah dibayar/dipotong/dipungut sama. Status Kurang Bayar terjadi apabila jumlah pajak yang terutang lebih besar daripada jumlah pajak yang sudah dibayar/dipotong/dipungut, sehingga terdapat pajak yang masih harus dibayar. Status Lebih Bayar terjadi apabila jumlah pajak yang terutang lebih kecil daripada jumlah pajak yang sudah dibayar/dipotong/dipungut, sehingga terdapat kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikompensasikan ke masa berikutnya ataupun dikembalikan kepada WP.
Proses Dua Cara
Apakah mungkin kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada WP? Jawabannya : ya. Selain jenis pajak yang sesuai ketentuan memang harus dikompensasikan, kelebihan pembayaran pajak dapat dikembalikan kepada WP. Misalnya, kelebihan pembayaran pajak pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
Pada dasarnya, pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses melalui dua cara, yaitu : penelitian dan pemeriksaan. Penelitian dilakukan oleh Fungsional Penyuluh dengan produk Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Pemeriksaan dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa dengan produk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Produk-produk ini selanjutnya akan menjadi dasar untuk permintaan nomor rekening WP untuk selanjutnya dilakukan pengembalian ke rekening tersebut melalui Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak (SPMKP) yang akan dikirim ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Prosedurnya terlihat singkat dan sederhana, namun mengapa banyak wajib pajak yang takut menyampaikan SPT dengan status lebih bayar? Terdapat banyak pendapat wajib pajak yang menyatakan bahwa petugas pajak mempersulit proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak bahkan ada yang menyampaikan setelah dilakukan pemeriksaan, kesalahannya dicari-cari dan pajaknya menjadi kurang bayar. Apakah benar demikian?
Proses pengembalian melalui mekanisme pengembalian pendahuluan memang cenderung lebih mudah dan cepat dibandingkan restitusi yang dilakukan dengan pemeriksaan. Misalnya, untuk SPT Tahunan orang pribadi, pengembalian pendahuluan harus diselesaikan selambatnya 15 hari kerja oleh peneliti, sedangkan restitusi selambatnya diselesaikan 12 bulan oleh pemeriksa. Prosedurnya pun berbeda.
Dalam penelitian, akan diteliti apakah SPT sudah diisi dengan benar, apakah formulirnya sudah sesuai serta apakah hal-hal yang menyebabkan kelebihan pembayaran tersebut sudah benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya kelebihan pembayaran yang berasal dari sumbangan/zakat, maka harus dipastikan apakah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Atau, apabila kelebihan pembayarannya disebabkan karena pemungutan/pemotongan lebih besar, maka petugas pajak harus meneliti apakah benar terdapat pembayaran dan pelaporan atas bukti potong tersebut oleh pemotong/pemungut.
Dalam pemeriksaan, prosesnya akan jauh lebih kompleks. Pemeriksaan dilakukan mendetail bahkan sampai ke Kartu Keluarga, Rekening Koran, Slip Gaji, Surat Kontrak/Perjanjian Kerja, daftar harta, voucher dan lain sebagainya. Akan dilakukan juga pemeriksaan dengan memanggil wajib pajak untuk datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau bahkan petugas pajak melaksanakan pemeriksaan lapangan dengan mengunjungi tempat kedudukan atau lokasi usaha WP.
Jadi, apakah benar negara tidak menginginkan adanya kelebihan pembayaran pajak? Apakah petugas pajak mempersulit pengembalian kelebihan pembayaran pajak? Atau mencari-cari kesalahan WP untuk dapat ditagih pajak lebih banyak? Ini tentu tidak benar. Faktanya, negara mengakomodir pengembalian kelebihan pembayaran tersebut dengan aturan-aturan yang menguntungkan wajib pajak. Aturan tersebut misalnya : PMK No. 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK-39/2018 yang mengubah batas pengembalian pendahuluan restitusi PPN bagi WP Persyaratan Tertentu dari Rp1 milyar menjadi Rp5 milyar.
Ada juga Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang menetapkan untuk kelebihan pembayaran PPh tahunan Orang Pribadi sampai dengan Rp 100 juta akan dikembalikan melalui pengembalian pendahuluan, meskipun memilih restitusi, sehingga tidak perlu menunggu satu tahun, pengembalian ditetapkan selambatnya 15 hari kerja sejak SPT diterima lengkap.
Lantas bagaimana dengan petugas yang terkesan mempersulit dan mencari-cari kesalahan wajib pajak? Petugas pajak sejatinya tidak mempersulit atau mencari kesalahan, tetapi melaksanakan penugasan dengan nilai profesionalisme dan prinsip kehati-hatian. Dalam proses penelitian atau pemeriksaan, jangan sampai petugas pajak menyebabkan kerugian negara dengan mengembalikan pembayaran yang seharusnya tidak dikembalikan.
Bagaimana dengan WP yang justru ditetapkan kurang bayar setelah diperiksa? Ada kemungkinan SPT belum diisi benar, lengkap dan jelas. Biasanya karena ada penghasilan yang belum dilaporkan, atau penyebab kelebihan pembayaran pajaknya tidak dapat dibuktikan. Dalam hal ini, kuncinya adalah isi SPT dengan benar, lengkap dan jelas. Selama SPT sudah diisi dengan benar, lengkap dan jelas, hasil penelitian atau pemeriksaan pasti akan sesuai dengan yang dituliskan oleh wajib pajak. Selama kita mengisi SPT yang dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak ada hal yang begitu menakutkan dalam proses penelitian bahkan pemeriksaan dalam rangka pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sendiri terbuka untuk melakukan edukasi kepada wajib pajak apabila memang memerlukan panduan atau bimbingan dalam pengisian SPT, sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman antara WP dan petugas pajak yang masing-masing sudah menjalani perannya dengan baik. Petugas pajak melakukan peran sebagai edukator, WP dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar.
Petugas pajak dapat melaksanakan penelitian/pemeriksaan atas kelebihan pembayaran pajak tanpa mendapatkan judgement “mempersulit”, WP dapat mengikuti proses penelitian/pemeriksaan tanpa merasa dipersulit dan tertekan serta dapat memperoleh pengembalian kelebihan perpajakannya. Proses tersebut sangat mungkin terjadi karena negara kita memegang prinsip keadilan dan tentu akan memberikan kepada wajib pajak yang merupakan hak wajib pajak.
Tanpa persepsi negatif, akan terjalin sinergi dan kepercayaan antara WP dan petugas pajak sehingga pelaksanaan perpajakan di Indonesia akan dapat berlangsung dengan baik. Dengan demikian, peran pajak sebagai tulang punggung keuangan negara akan terselenggara dengan optimal dan tercapailah pajak kuat, APBN Sehat, Indonesia Sejahtera.
Oleh : Aria Seto, Pemerhati Sosial Budaya Judi daring atau Judi Online bukan sekadar pelanggaran hukum,…
Oleh: Mustika Annan, Pengamat Hukum Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tengah memasuki tahap penting dalam…
Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA., BKP, Akuntan Forensik Sebuah media nasional (29/11/23) mengungkapkan terkait penjelasan frasa kerugian…
Oleh : Aria Seto, Pemerhati Sosial Budaya Judi daring atau Judi Online bukan sekadar pelanggaran hukum,…
Oleh: Mustika Annan, Pengamat Hukum Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tengah memasuki tahap penting dalam…
Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA., BKP, Akuntan Forensik Sebuah media nasional (29/11/23) mengungkapkan terkait penjelasan frasa kerugian…