Perundungan di dunia maya (cyberbullying) bisa berdampak secara mental, emosional, dan fisik. Paparan cyberbullying yang bertubi-tubi juga mengakibatkan penderitaan, baik bagi korban, pelaku maupun orang yang menyaksikan.”Cyberbullying dapat terjadi di media sosial, platform chatting, bermain game, dan ponsel,” ujar Suprianto dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (26/10).
Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa Barat itu mengatakan, perundungan dengan menggunakan teknologi digital yang dilakukan oleh kelompok atau individu itu umumnya terjadi pada mereka yang tidak mampu melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.”Perilaku agresif menggunakan media elektronik itu, biasanya terjadi secara berulang-ulang, dari waktu ke waktu, terhadap orang yang dianggap lemah baik fisik maupun mental. Terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban,” sebut Suprianto.
Disampaikannya, perilaku berulang itu bertujuan untuk menakuti, membuat marah atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.”Secara mental korban merasa kesal, malu, bodoh, bahkan marah. Secara emosional merasa malu atau kehilangan minat pada hal-hal yang disukai. Secara fisik menjadi lelah (kurang tidur), atau mengalami gejala seperti sakit perut dan sakit kepala,” jelas Suprianto.
Suprianto menambahkan, anak-anak yang mengalami cyberbullying umumnya menunjukkan ciri-ciri depresi, memiliki masalah kepercayaan dengan orang lain, tidak diterima oleh rekan mereka, selalu waspada dan curiga terhadap orang lain (kekhawatiran berlebih), memiliki masalah menyesuaikan diri dengan sekolah.”Secara psikologis, mudah depresi, cemas, marah dan kurang motivasi sehingga sulit fokus dalam mengikuti pembelajaran. Secara sosial, akan menarik diri, kehilangan kepercayaan diri, lebih agresif kepada teman dan keluarga. Dampak pada kehidupan sekolah, yakni terjadinya penurunan prestasi akademik, rendahnya tingkat kehadiran, perilaku bermasalah di sekolah,” pungkas Suprianto.
Sementara influencer Azmy Zen menyebut, ada beberapa jenis perundungan dunia maya (cyberbulying). Di antaranya, menyebarkan rahasia orang lain (outing and trickery), provokasi dan penghinaan (flaming).”Juga, menyamar menjadi orang lain untuk mengirim pesan dan status buruk (impersonation), dan harassment atau gangguan dengan menulis komentar bertubi-tubi dengan tujuan menimbulkan kegelisahan. Cyberstalking atau menguntit dan memata-matai, dan pencemaran nama baik (denigration),” rinci Azmy Zen.
Lalu presenter Tya Yustia berpesan agar pelajar senantiasa menjaga keamanan saat berada di dunia digital. Keamanan itu meliputi perlindungan terhadap identitas online, data, maupun aset digital lainnya, termasuk foto, kata sandi, nomor PIN, hingga data layanan website.”Cara menjaga keamanan digital, di antaranya: simpan data secara offline, pilih website dan koneksi internet yang aman, gunakan kata sandi yang kuat, lakukan autentifikasi dua faktor (F2A), gunakan enkripsi pada aset digital, dan cek kembali link tak dikenal,” jelas Inta Oceannia.
Himpunan ALumni Sekolah Bisnis IPB Gelar Alumni Summit 2024 NERACA Jakarta - Himpunan Alumni Sekolah Bisnis IPB (HA SB-IPB)…
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Tatang Muttaqin mengatakan kolaborasi dengan Lembaga Penyelenggara Kursus dan Pelatihan…
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Daerah (SPHPD) Tahun 2024 mencatat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta turun dari…
Himpunan ALumni Sekolah Bisnis IPB Gelar Alumni Summit 2024 NERACA Jakarta - Himpunan Alumni Sekolah Bisnis IPB (HA SB-IPB)…
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Tatang Muttaqin mengatakan kolaborasi dengan Lembaga Penyelenggara Kursus dan Pelatihan…
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Daerah (SPHPD) Tahun 2024 mencatat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta turun dari…