Beberapa hari yang lalu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyampaikan kejutan untuk para guru, yaitu rencana kenaikan gaji dan tunjangan pada tahun 2025 serta pengurangan beban guru, terutama beban tugas administrasi.
Semakin meyakinkan dengan pernyataan Presiden Prabowo dalam acara Hari Guru Nasional di Velodrome, Jakarta Timur, Kamis (28/11) bahwa gaji dan tunjangan guru non-ASN akan naik sebesar satu kali gaji pokok dengan anggaran pendidikan yang naik menjadi Rp81,6 triliun pada tahun 2025.
Kejutan ini disinyalir dapat meningkatkan rasa tanggung jawab guru sebagai penggerak generasi emas Indonesia sesuai jargon "Guru hebat, Indonesia kuat". Guru didorong menjadi hebat sebagai jantung pendidikan, bukan sekadar pelaksana kurikulum. Guru bukan "otak", melainkan "jantung" dari pendidikan itu sendiri. Tanpa jantung, manusia hanyalah mayat yang sudah tidak bernafas. Tidak berlebihan jika guru disebut sebagai nafas peradaban.
Ini juga tercermin dari ungkapan Presiden Prabowo bahwa guru adalah kunci untuk kebangkitan dan tonggak bagi berdirinya sebuah negara. Ini pertanda bahwa Presiden Prabowo merupakan negarawan yang tulus menghargai jasa para "pahlawan tanpa tanda jasa" itu.
Di tengah krisis moral yang menghantui anak-anak muda, institusi pendidikan dituntut menyiapkan generasi yang tidak mati nalar dan juga tidak mati rasa. Jangan sampai manusia mendatang gagal menemukan jati dirinya sebagai entitas rohani.
Kemudahan akses komunikasi dan transportasi tidak menjamin kebersamaan dan semangat gotong royong. Kesenjangan juga menganga dan banyak kelompok lemah yang semakin lemah. Sikap apatis orang-orang yang berpendidikan dan berkecukupan terhadap pihak-pihak yang lemah ini ikut melanggengkan ketertinggalan.
Hal ini bagian dari tantangan guru dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa menomorduakan tugas mempersiapkan sumber daya manusia yang berbudi pekerti. Nilai yang dimaksud ini sudah paten dalam Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Adab lebih tinggi dari hukum.
Di sisi lain, dikotomi ilmu pengetahuan antara ilmu agama dan ilmu umum yang diwariskan oleh Belanda masih menjadi tantangan serius dunia pendidikan kita. Padahal, sebagai negara yang berketuhanan, Indonesia bukan negara ateis yang mengabaikan dimensi ketuhanan.
Pancasila telah mencerminkan integrasi ilmu pengetahuan, karena kedua bentuk ilmu pengetahuan ini merupakan ayat-ayat Tuhan yang tidak mengabaikan dimensi kemanusiaan. Ini tersirat dalam pesan al-Qur’an bahwa perintah membaca juga diiringi dengan menyebut nama Tuhan.
Oleh karena itu, guru sebagai pencerah dan pengajar ilmu apa pun harus diapresiasi atas kedudukannya sebagai manusia mulia, bukan dibebani dengan tugas-tugas yang tidak perlu. Tentu ilmu yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah ilmu yang manfaat dan sesuai tingkatan masing-masing peserta didik.
Dalam lingkup yang lebih luas, guru adalah teladan masyarakat dan penyambung peradaban bangsa. Peradaban dimaksud adalah nilai-nilai yang berakar dari sejarah bangsa Indonesia dan diwariskan oleh para leluhur maupun pendiri bangsa Indonesia ini secara turun temurun, seperti nilai tenggang rasa dan spirit gotong royong.
Ilmuwan terkemuka Imam Syafi’i menyebut bahwa pondasi marwah seseorang adalah adab, kedermawanan, kerendahan hati dan keseriusan beribadah. Tentunya, pondasi ini tidak boleh hilang dari seorang guru, meskipun seandainya ekonominya serba kekurangan.
Tempo dulu, guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Ini bukan sekadar slogan. Presiden Prabowo memberi kesempatan untuk kembali kepada jati diri bangsa melalui sejarah dan peningkatan taraf hidup para guru agar guru bisa lebih berkonsentrasi dengan tugasnya tanpa ada celah untuk dipandang sebelah mata.
Dalam mengabdi pada upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045, guru juga tidak lepas dari urusannya sebagai tulang punggung keluarga. Ini adalah catatan penting. Jika dokter sebagai unsur utama sebuah bangsa dihargai mahal sebagai tanda atas jasanya, maka guru yang menyiapkan generasi bangsa, termasuk para dokter itu sendiri, perlu mendapatkan penghargaan.
Kisah perjuangan seorang guru honorer dari salah satu madrasah di Kota Sukabumi yang menjalani aktivitas sepulang mengajar sebagai pemulung sampah untuk mencukupi kebutuhan ekonominya telah banyak menginspirasi. Tentunya masih banyak guru yang hidup dalam kondisi serba kekurangan dan belum tersentuh oleh media.
Guru sebagai pendidik, tugas utamanya mendidik, bukan hanya mengajar. Wajar jika Mendikdasmen memperbanyak pelatihan guru di tahun 2025 dalam rangka membangun kesadaran baru dan menyegarkan kembali kompetensi guru.
Menjadi guru tidak cukup hanya menguasai materi pelajaran, tetapi harus bisa dipercaya, dipatuhi dan diteladani perilakunya. Jika seorang guru telah gagal memberikan keteladanan, maka peran sejati seorang guru sebenarnya telah habis alias game over.
Jika mayoritas guru yang ada dalam sebuah institusi pendidikan gagal menjadi teladan, maka ibarat manusia, lembaga pendidikan itu sudah kehilangan jantungnya. Sebaliknya, jika institusi pendidikan berhasil merawat guru-guru yang berkarakter, bisa digugu dan ditiru, maka tujuan utama pendidikan untuk memajukan budi pekerti peserta didik telah terpenuhi.
Guru membawa mandat para Nabi dan utusan Tuhan dalam menyampaikan risalah ketuhanan dan kemanusiaan. Jadi guru layak disebut sebagai jantung peradaban, bukan hanya sebagai jantung pendidikan.
Kerusakan alam dan tatanan sosial di Bumi ini tidak lepas dari pengaruh manusia-manusia yang gagal dalam meneguk saripati pendidikan. Jika mereka berhasil dalam pendidikan, maka kelak ia menjadi manusia yang memiliki akar budaya religius dan nasionalis sekaligus.
Presiden Prabowo tampaknya hendak mengajak anak bangsa kembali ke hulu, asal dan akar karakter bangsa Indonesia. Dengan semangat membaca perjuangan leluhur bangsa dalam meraih kemerdekaan, Presiden mengajak kembali kepada jati diri bangsa, dimana bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan bermartabat. Kembali ke akar, dalam hal ini tentu tidak hanya kembali kepada jati diri, melainkan juga mengambil pelajaran dari sejarah bangsa untuk kemajuan di masa mendatang.
Sebagai jantung peradaban, guru dipandang mulia, tidak hanya di dalam institusi pendidikannya, melainkan juga di lingkungan masyarakatnya. Guru di mata masyarakat bukan hanya dianggap sebagai profesi, melainkan juga dipandang sebagai pengabdi. Dua status berbeda yang akan berbenturan dalam hal pendapat dan pendapatan sekaligus.
Guru yang memiliki mentalitas sebagai pekerja dan mengharapkan imbalan yang setimpal atas pekerjaannya sebagai guru akan rentan kecewa. Mereka menjadi tidak tulus saat mengajar dan mendidik murid-muridnya.
Ada faktor luar yang membuat guru-guru ingin jasanya ditandai, di antaranya industrialisasi pendidikan yang terang-terangan, bahkan ugal-ugalan serta perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin hedonis.
Meskipun demikian, guru sebagai jantung pendidikan dan peradaban harus mampu menjadi teladan kesederhanaan, bukan keserakahan. Patut diakui bahwa di tengah munculnya industrialisasi pendidikan, tidak sedikit guru-guru yang tetap semangat dan ikhlas menjalankan tugasnya untuk menjadi benteng akhlak generasi bangsa. Mereka yakin seyakin-yakinnya bahwa eksistensi sebuah bangsa adalah akhlaknya. Jika akhlak suatu bangsa itu hilang, maka hilanglah eksistensi mereka.
*) Ribut Nur Huda adalah pengajar di Universitas Indonesia (UI) dan Pimpinan Baitus Sunnah wat Tazkiyah/BASTA Nusantara
Himpunan ALumni Sekolah Bisnis IPB Gelar Alumni Summit 2024 NERACA Jakarta - Himpunan Alumni Sekolah Bisnis IPB (HA SB-IPB)…
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Tatang Muttaqin mengatakan kolaborasi dengan Lembaga Penyelenggara Kursus dan Pelatihan…
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Daerah (SPHPD) Tahun 2024 mencatat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta turun dari…
Himpunan ALumni Sekolah Bisnis IPB Gelar Alumni Summit 2024 NERACA Jakarta - Himpunan Alumni Sekolah Bisnis IPB (HA SB-IPB)…
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Tatang Muttaqin mengatakan kolaborasi dengan Lembaga Penyelenggara Kursus dan Pelatihan…
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Daerah (SPHPD) Tahun 2024 mencatat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta turun dari…