Perpanjangan Masa Kades: Operasi Parpol dan Penyebab Konflik Sosial

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute

 

Ide perpanjangan masa jabatan kepala desa 9 tahun ini adalah infiltrasi partai politik kepada perangkat desa. Jika dilihat peristiwa sebelumnya yaitu saat Presiden Jokowi memanggil Budiman Sudjatmiko yang merupakan kader PDIP untuk menjelaskan maksud dari demonstrasi perangkat desa, yang mengklaim kepala desa.

Tuntutan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun kemudian tuntutan kepala desa untuk dimasukkan sebagai ASN menjadi pertanyaan besar. Bagaimana tidak aneh jika kepala desa yang dipilih oleh rakyat berdemonstrasi yang mengajukan tuntutan perpanjangan masa jabatan, bukan rakyat pemilihnya sendiri yang beraspirasi mengajukan tuntutan itu.

Maka sudah jelas bahwa tuntutan perpanjangan kepala desa menjadi 9 tahun ini bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan kepentingan sekelompok orang yang haus akan kekuasaan.

Mengutip cnnindonesia.com, Sejumlah kepala desa (kades) dari Pulau Madura, Jawa Timur, mengklaim bakal menghabisi suara partai politik (parpol) yang menolak perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun pada Pemilu 2024.

Kemudian ancaman sejumlah kepala desa dari pulau Madura, Jawa Timur yang mengancam akan menghabisi suara partai politik yang menolak perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun pada Pemilu 2024. Ini cara-cara preman ingin memaksakan kehendak, bukan cara-cara seorang negarawan.

Upaya memperpanjang partai yang berkuasa untuk bisa berkuasa lebih lama. Simpul-simpul pemilihan umum di desa akan dikuasai dalam kurun waktu yang lebih lama jika masa satu periode masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun. Artinya kepala desa akan menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan bagi partai yang sedang berkuasa.

Perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun sangat berbahaya karena rentan dengan penyelewengan-penyelewengan secara sistematis dan korupsi, yang justru akan menggerogoti desa dari dalam. Kepala desa akan cenderung diktator dan otoriter.

Menurut kompas.com yang memberitakan bahwa menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengungkap awal mula wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 9 tahun, bermula dari diskusi panjang sejak akhir 2021 mengenai dinamika politik di desa-desa. Dia menyampaikan bahwa salah satu tim sukses calon kades yang menang menyampaikan kesulitannya dalam melakukan konsolidasi pembangunan akibat dari friksinya (gesekan) masih terlalu tinggi ketegangannya, Rabu (25/1) malam.

Pernyataan tersebut sangat tidak terukur karena tidak ada data resmi sebagai hasil riset bahwa  persoalan friksi di masyarakat desa ini sebagai persoalan yang dominan. Ini hanya mengeneralisir persoalan saja.

Alasan di atas sangat tidak layak untuk dijadikan alasan urgensinya perpanjangan masa jabatan kades sebab banyak masyarakat yang tidak merasakan itu. Seandainya adapun tentu solusinya adalah dengan edukasi tentang demokrasi yang sehat yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah baik melalui KPU dan pihak-pihak lain yang terkait.

Keterlibatan parpol sangat terasa terutama melalui pernyataan yang disampaikan oleh Sekjen DPP PDIP  Hasto Kristiyanto yang dikutip dari cnnindonesia.com, yang menyampaikan bahwa PDI Perjuangan tidak keberatan jika masa jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 menjadi 9 tahun untuk dua periode. Hasto mengatakan partainya telah menentukan sikap dalam Kongres V tentang stabilitas pemerintahan di level desa.

Yang harus diselidiki adalah siapa sebenarnya perangkat desa yang berdemonstrasi menuntut perpanjangan masa jabatan 9 tahun tersebut. Sebab jika mengingat ingat di masa lalu ada upaya penggalangan perangkat desa yang tergabung dalam Apdesi untuk narasi dukungan presiden 3 periode yang diketuai oleh seseorang yang ternyata bukan ketua resmi dari Apdesi. Perangkat desa dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan.

BERITA TERKAIT

Gencarkan Edukasi Bahaya Judol bagi Generasi Muda

Oleh: Satria Putra Haryo,  Pengamat Sosial Budaya   Pemerintah terus menggencarkan upaya edukasi dan literasi digital untuk mencegah generasi muda…

Strategi Pemerintahan Prabowo-Gibran Wujudkan Kemandirian Energi

    Oleh: Eleine Pramesti, Analis di Greenpeace Resources Institute   Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sumber daya alam yang…

Ekstensifikasi Pajak Minuman Manis sebagai Tambahan Pajak Restoran

  Oleh: I Gusti Ayu Rasvionita Ambarningrum, Staf  Ditjen Pajak   Dalam kehidupan modern, konsumsi minuman manis dalam berbagai jenis…

BERITA LAINNYA DI Opini

Akselerasi Digital UMKM, Bukti Nyata Komitmen 100 Hari Prabowo-Gibran

    Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati UMKM Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran terus menunjukkan komitmen kuatnya dalam…

Dorong Pemerataan Ekonomi Melalui Penguatan Ekonomi Daerah

  Oleh : Joanna Alexandra Putri, Pengamat Ekonomi   Pemerataan ekonomi di seluruh pelosok negeri menjadi salah satu fokus utama…

Hari Lahan Basah Sedunia 2025: Bukan Sekadar Rawa

  Oleh: Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian Setiap 2 Februari, dunia memperingati Hari Lahan Basah Sedunia…

Berita Terpopuler