Banyak Makelar Proyek Bikin Harga Listrik Mahal

NERACA

Minahasa - Presiden Jokowi membeberkan alasan terkait penyebab harga listrik yang lebih mahal di Indonesia dibandingkan di negara-negara lain. "Kenapa harga kita mahal, karena terlalu banyak beban-beban biaya yang sebenarnya tidak perlu," kata Presiden Jokowi di Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, Selasa (27/12).

Menurut dia, harga-harga yang mahal juga disebabkan karena terlalu banyak broker atau makelar dalam suatu proyek. "Terlalu banyak orang di tengah, terlalu banyak yang brokeri, terlalu banyak yang makelari," ungkapnya. Presiden mengatakan di banyak negara lain, harga listrik lebih murah dan lebih efisien. "Kenapa mereka bisa, kita enggak bisa. Pasti ada sesuatu," ucapnya, menegaskan.

Di satu sisi, Presiden prihatin di banyak kabupaten/kota di Indonesia yang masih "byar pet". Padahal, listrik menyangkut daya saing selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga kebutuhan industri sehingga idealnya harga listrik di Indonesia tidak lebih mahal dari negara lain. "Saya berikan contoh, misalnya, PLTA di Serawak harganya hanya 2 sen cek nanti benar enggak, di kita 7 sen. Tenaga surya di Uni Emirat Arab di sana harganya 2,9 sen di kita 14 sen. Padahal, air kita melimpah, sungai kita melimpah," ujarnya.

Dia mencontohkan jika sungai-sungai besar seperti Mahakam, Musi, atau Bengawan Solo dimanfaatkan untuk PLTA dan harganya bisa dibuat berkisar 2 sen maka di situlah daya saing Indonesia melonjak naik. "Masa antar-BUMN ada yang di tengah, masa dari swasta ke PLN ada yang di tengah. Untuk apa? Sudah sekarang kita blak-blakan saja, negara kita perlu efisiensi di semua lini kalau tidak, kita akan digilas oleh kompetisi, oleh persaingan antar negara," katanya.

Presiden mendukung kerja sama bisnis tapi hendaknya tetap menjunjung tinggi profesionalisme dalam bersaing. "Tender yang baik yang harganya murah yang berkualitas yang dipilih bukan karena pertemanan. Sekarang musimnya bersaing, musimnya berkompetisi," tuturnya. Ia menyebutkan, untuk geotermal (panas bumi) saja, misalnya, Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat tinggi atau baru dikerjakan lima persen atau baru sekitar 29.000 MW. "Inilah saya kira peluang-peluang yang bisa kita kerjakan, baik peluang investasi, baik dikerjakan oleh BUMN yang paling penting harganya bisa bersaing, goalnya ke sana semuanya," katanya.

Mahalnya harga listrik di Indonesia ditanggapi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Menurut dia, pemerintah saat ini memang tengah mengembangkan pembangkit listrik dengan menggunakan energi baru dan terbarukan untuk mencukupi kebutuhan listrik di Indonesia. Hanya saja, proyek ini justru memakan dana yang lebih mahal.

"PLTP Lahendong saat ini unit 5 dan 6 kapasitas dengan biaya investasi USD7 juta per MW. Lebih tinggi dari Ulubelu. Tarifnya 11,42 sen per kw. Kalau batu bara 5 sampai 7 per kw. Ulubelu sudah dioperasikan unit 1, 2 dan 3. Dan unit 4 akan dioperasikan tahun depan. Investasi USD 4,75 juta per megawatt. Tarif 7,53 sen per kwh," tuturnya.

Jonan pun menegaskan akan berupaya untuk menurunkan besaran harga listrik dari energi baru dan terbarukan. Dengan begitu, ekonomi Indonesia diharapkan dapat bangkit karena harga listrik di Indonesia dapat bersaing dengan negara lainnya. "Energi baru terbarukan dan panas bumi dan arus laut saat ini lebih tinggi harganya dari fosil dan ini akan kita coba. Ini harus membuat daya kompetisi industri harus lebih baik setidaknya dari negara tetangga," pungkasnya.

Menteri BUMN Rini Soemarno punya cara sendiri untuk membuat harga energi menjadi murah yaitu dengan cara mensinergikan 2 BUMN energu yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Penguatan kerja sama antara keduanya, sambung Rini, sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Energi, salah satunya listrik, adalah pendorong perekonomian. Sinergi Pertamina dan PLN dapat membuat biaya produksi listrik lebih murah. "Energi adalah darahnya perekonomian. Sinergi 2 perusahaan raksasa, yaitu PLN dan Pertamina harus ditingkatkan. Kita butuh migas, tapi juga butuh listrik sehingga bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, termasuk harga yang terjangkau," ujar Rini.

Pertamina dan PLN diminta melakukan upaya-upaya efisiensi biaya bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit listrik yang memakai gas dan BBM. "PLN itu dalam memproduksi listrik itu ada power plant yang pakai gas, juga BBM di tempat-tempat remote. Harus bisa sinergi agar cost transportasinya murah, pipa gasnya ada di mana, lokasinya di mana supaya biaya energi primer bisa lebih turun," ucap Rini. bari

BERITA TERKAIT

PENILAIAN BANK DUNIA: - RI Alami Perlambatan Pertumbuhan Produktivitas

  Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…

ESDM: Peningkatan 'Joint Study' Hulu Migas Indikator Minat Investasi

NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…

PENERIMAAN PAJAK TRIWULAN I-2025 TURUN 18,1% - Menkeu Optimis Pertumbuhan di Kisaran 5%

  Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

PENILAIAN BANK DUNIA: - RI Alami Perlambatan Pertumbuhan Produktivitas

  Jakarta-Bank Dunia menilai bahwa terlepas dari pondasi makroekonomi yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas. Hambatan struktural menghambat…

ESDM: Peningkatan 'Joint Study' Hulu Migas Indikator Minat Investasi

NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…

PENERIMAAN PAJAK TRIWULAN I-2025 TURUN 18,1% - Menkeu Optimis Pertumbuhan di Kisaran 5%

  Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…