NERACA
Jakarta – Masih rendahnya penetrasi keuangan syariah dalam hal ini perbankan syariah, memicu minat investor asing untuk meraup ceruk pasar syariah di Indonesia yang dinilai cukup menjanjikan. Kebanyakan investor asing tersebut lebih memilih jalan mengakuisisi atau setoran modal perusahaan perbankan dalam negeri, ketimbang harus mendirikan perusahaan perbankan baru.
Setidaknya langkah inilah yang tengah dilakukan International Finance Corporation (IFC) yang secara tegas terbuka menyampaikan ketertarikan untuk investor BTPN Syariah, anak usaha dari PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN). Namun yang pasti, manajemen Bank BTPN belum membicarakan hal tersebut dengan IFC.
Wakil Direktur Utama BTPN, Ongki Wanadjati Dana mengatakan, sejak 2009 IFC sudah memberi pinjaman kepada BTPN dan saat ini jumlahnya mencapai Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun. IFC juga pemegang saham BTPN kurang dari dua persen. Untuk BTPN Syariah, Ongki mengaku BTPN akan melihat dulu. Jika ada kebutuhan, BTPN akan diskusi bersama IFC atau mencari alternatif yang lain. ''Pembicaraan spesifik tentang BTPN Syariah belum ada,'' ungkapnya di Jakarta, Rabu (16/3).
Dengan IFC, BTPN bicara sebagai grup. Pembicaraan dengan IFC pun bukan hanya soal pendanaan, banyak hal lain yang BTPN dan IFC kerja samakan misalnya pembiayaan pertanian dan perbankan nirkantor. IFC sedang mencari sektor bisnis baru dan melihat industri keuangan syariah Indonesia jadi sektor yang cukup bagus. Selain BTPN Syariah, IFC juga memerhatikan Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan Bank Danamon Syariah.
Empat bank syariah ini dinilai potensial dan IFC berharap rencana ini bisa direalisasikan pada 2016 baik berupa ekuitas atau pembiayaan. Untuk ekuitas, IFC akan selalu mengambil porsi minoritas di bawah 20%. Namun, IFC tidak memasang angka spesifik alokasi untuk keuangan syariah.
Selain itu, Ongki juga menambahkan, pihaknya mengaku siap jika harus masuk dalam daftar bank berdampak sistemik yang akan ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan ditentukan dalam tiga bulan mendatang. Menurutnya, jika dilihat dari sisi kecukupan modal pihaknya merasa bisa masuk ke dalam daftar tersebut. Pasalnya posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) BTPN terakhir berada di level 23,8%. “CAR kami saat ini dalam kondisi yang sangat memadai. Jadi kalau dari segi CAR kami rasa siap dan itu pun dengan asumsi kalau perseroan masuk ke dalam sistemik itu," tuturnya.
Ongki juga menegaskan, level CAR tersebut merupakan berasal dari modal inti. Besaran modal tersebut juga dipupuk dari kapitalisasi profit yang selalu dilakukan perseroan."Dari 2008 sebenarnya yang terjadi kami tidak bagikan dividen. Kami setiap tahun profit kami dikapitalisasi jadi modal. Jadi kenapa CAR kita tetap tumbuh. Jadi kalau dari sisi kecukupan modal insya Allah bisa menghadapi itu," imbuhnya. (bani)
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kembali bergerak menyalurkan rumah layak dan terjangkau bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman…
NERACA Jakarta – Emiten manufaktur komponen otomotif, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membukukan penjualan di kuartal pertama sebesar Rp1,5 triliun,…
NERACA Jakarta - Di kuartal pertama 2025, PT Petrosea Tbk. (PTRO) membukukan pendapatan US$154,21 juta. Capaian itu turun 1,3% dibandingkan…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kembali bergerak menyalurkan rumah layak dan terjangkau bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman…
NERACA Jakarta – Emiten manufaktur komponen otomotif, PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) membukukan penjualan di kuartal pertama sebesar Rp1,5 triliun,…
NERACA Jakarta - Di kuartal pertama 2025, PT Petrosea Tbk. (PTRO) membukukan pendapatan US$154,21 juta. Capaian itu turun 1,3% dibandingkan…