Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu janji besar Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, khususnya dalam mengatasi masalah stunting dan gizi buruk.
Dalam kampanye Pilpres 2024, Prabowo menjanjikan bahwa program ini akan dibiayai melalui APBN, dengan alokasi dana yang dianggap cukup untuk mendukung pelaksanaannya. Namun, wacana penggunaan dana non-APBN seperti zakat, infak, sedekah, atau sumbangan masyarakat kini mulai mencuat ke permukaan.
Apakah ini menandakan bahwa APBN menghadapi keterbatasan, ataukah hanya strategi awal untuk mempercepat pelaksanaan program ini?
Ketika Prabowo mencanangkan program ini dalam kampanye, fokusnya adalah menggunakan APBN untuk mendanai kebutuhan makan bergizi bagi anak-anak usia dini hingga SMA, termasuk santri dan ibu hamil.
Alokasi APBN dianggap logis mengingat pemerintah memiliki anggaran besar untuk pendidikan dan perlindungan sosial, masing-masing mencapai Rp660 triliun dan Rp500 triliun pada 2024.
Dalam pidato kampanyenya, Prabowo menegaskan bahwa anggaran pendidikan dan perlindungan sosial dapat dialokasikan sebagian untuk program ini tanpa mengganggu pos-pos lainnya. Namun, setelah pelaksanaan program dimulai, anggaran yang tersedia untuk MBG dalam RAPBN 2025 hanya sebesar Rp71 triliun.
Angka ini jauh lebih rendah dari estimasi awal yang diperkirakan mencapai Rp460 triliun. Diskrepansi ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah anggaran ini cukup untuk mencakup semua penerima manfaat, ataukah pemerintah perlu mencari sumber dana alternatif untuk menutupi kekurangan?
Belakangan, muncul wacana dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk menggunakan dana zakat, infak, dan sedekah sebagai pendanaan alternatif.
Ide ini mungkin muncul dari niat baik untuk membantu pemerintah mempercepat pelaksanaan program. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara mendalam sebelum ide ini diimplementasikan.
Pertama, zakat, infak, dan sedekah adalah dana yang bersifat sukarela dan memiliki alokasi tertentu dalam syariat Islam. Dana zakat, misalnya, memiliki delapan asnaf atau golongan penerima yang sudah diatur, salah satunya adalah fakir miskin.
Apakah penggunaan dana zakat untuk program MBG memenuhi kriteria ini? Jika tidak, apakah ini akan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat yang memberikan dana zakat mereka dengan niat tertentu?
Kedua, bagaimana transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana ini? Jika dana zakat dan infak digunakan untuk program pemerintah, mekanisme pelaporan dan pengawasannya harus jelas untuk memastikan bahwa dana tersebut benar-benar sampai kepada yang membutuhkan.
Kegagalan dalam hal ini dapat menimbulkan kecurigaan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap program MBG maupun institusi yang mengelola zakat.
Tantangan Kebutuhan Anggaran
Wacana penggunaan dana non-APBN juga mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan anggaran untuk program ini. Dengan RAPBN 2025 yang menetapkan alokasi Rp71 triliun, pertanyaan yang muncul adalah apakah jumlah ini realistis untuk mendukung program sebesar MBG.
Jika anggaran ini dirasa tidak cukup, apakah pemerintah sudah melakukan upaya maksimal untuk meningkatkan pendapatan negara sehingga bisa dialokasikan lebih banyak untuk program ini?
Target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Prabowo merupakan visi besar yang jika tercapai, dapat memberikan tambahan penerimaan negara secara signifikan. Namun, mewujudkan pertumbuhan sebesar itu membutuhkan waktu, kebijakan yang tepat, serta koordinasi lintas sektor.
Dalam jangka pendek, upaya mengoptimalkan pengumpulan pajak, mencegah kebocoran anggaran, dan meningkatkan efisiensi belanja pemerintah harus menjadi prioritas. Jika langkah-langkah ini tidak dilakukan secara maksimal, maka wacana penggunaan dana non-APBN justru menjadi sinyal bahwa pemerintah menyerah pada tantangan fiskal terlalu dini.
Risiko Dana Non-APBN
Mengandalkan dana non-APBN untuk program sebesar ini juga memiliki risiko tersendiri. Pertama, sifat sukarela dari dana zakat, infak, dan sedekah membuat pendanaannya tidak stabil. Jika target penerimaan dari sumber-sumber ini tidak tercapai, kelangsungan program bisa terancam.
Kedua, penggunaan dana non-APBN untuk program pemerintah dapat menimbulkan pertanyaan tentang komitmen negara dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya. Program MBG adalah janji kampanye yang sangat penting, dan pembiayaannya seharusnya menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya.
Jika pemerintah terlalu mengandalkan dana dari masyarakat, maka kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah untuk memenuhi janji kampanyenya dapat menurun. Untuk itu Pemerintah harus menunjukkan komitmen penuh dalam mendanai program MBG sesuai dengan janji kampanye.
Langkah-langkah konkret untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengoptimalkan alokasi anggaran perlu dilakukan segera. Misalnya, memperbaiki sistem perpajakan, mendorong investasi, dan meminimalkan kebocoran anggaran dapat memberikan ruang fiskal yang lebih besar untuk program ini.
Selain itu, transparansi dalam pelaksanaan program juga harus dijaga. Masyarakat perlu tahu bagaimana anggaran yang telah dialokasikan digunakan, termasuk mekanisme pengawasan dan pelaporan yang jelas.
Jika ada pihak ketiga yang terlibat, misalnya dalam pengelolaan dana zakat atau sumbangan masyarakat, peran mereka harus dijelaskan secara rinci untuk menghindari potensi konflik kepentingan.
Program Makan Bergizi Gratis adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Namun, penggunaan dana non-APBN untuk mendukung program ini harus menjadi opsi terakhir, bukan solusi utama.
Pemerintah harus berusaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan anggaran melalui APBN, seperti yang dijanjikan dalam kampanye. Wacana penggunaan dana zakat dan infak, meskipun berpotensi membantu, harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kontroversi atau merusak kepercayaan masyarakat.
Prabowo dan pemerintahannya masih dalam masa awal pemerintahan, dan publik tentu ingin melihat janji-janji kampanye direalisasikan sesuai dengan visi besar yang diusung.
Dengan perencanaan yang matang, transparansi yang tinggi, dan komitmen yang kuat, program ini dapat menjadi simbol keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera.
Oleh: Agung Priyatna, Pengamat Sosial Budaya Pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming Raka telah melakukan berbagai…
Oleh : Ananda Prameswari, Pemerhati UMKM Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memprioritaskan…
Oleh: Rendy Putra Wijaya, Pengamat Sosial Budaya Fenomena judi online atau judol di Indonesia telah mencapai titik…
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu…
Oleh: Agung Priyatna, Pengamat Sosial Budaya Pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming Raka telah melakukan berbagai…
Oleh : Ananda Prameswari, Pemerhati UMKM Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memprioritaskan…