Kemenkumham: Perlindungan KI Dukung Inovasi di Tengah Perkembangan AI

NERACA

Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menegaskan, perlindungan kekayaan intelektual (KI) saat ini menjadi semakin penting dalam mendukung sebuah inovasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi, khususnya dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM Kemenkumham Jusman mengatakan perlindungan kekayaan intelektual terhadap sebuah inovasi diperlukan agar karya tersebut tidak disalahgunakan oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Jangan sampai kita lengah, sehingga inovasi yang telah diciptakan memerlukan perlindungan," kata Jusman dalam webinar bertajuk Perlindungan Kekayaan Intelektual di Era Artificial Intelligence yang dipantau di Jakarta, Selasa (29/10).

Kendati demikian, dirinya mengingatkan bahwa inovasi yang dapat diklaim sebagai kekayaan intelektual dan dilindungi merupakan karya asli manusia, bukan kecerdasan buatan.

Hal tersebut, kata dia, menjadi tantangan lain dalam perlindungan kekayaan intelektual lantaran saat ini kecerdasan buatan mampu menciptakan banyak karya berupa gambar atau tulisan.

Selain itu, Jusman menyebutkan organisasi dan perusahaan berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi kecerdasan buatan, yang menciptakan sebuah tantangan baru dalam konsep hukum perlindungan kekayaan intelektual serta berimplikasi pada sistem hak kekayaan intelektual.

"Jangan sampai suatu karya diklaim sebagai kekayaan intelektual, tetapi tidak murni diciptakan oleh manusia dan khawatir-nya ada dukungan AI," tuturnya.

Ia tak menampik kecerdasan buatan menjadi salah satu bentuk revolusi industri 5.0 bagi Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki peluang besar dalam pembangunan teknologi tersebut.

Kecerdasan buatan, sambung dia, memungkinkan komputer untuk mengidentifikasi pola dan menyelesaikan tugas yang kompleks dengan cepat dan efisien, namun tetap tidak bisa mengalahkan kemampuan manusia.

Dengan demikian, dirinya berharap kecerdasan buatan bisa dijadikan sebagai wadah untuk memberikan tambahan ide dan gagasan dalam membuat inovasi atau karya, meski tidak dijadikan sebagai pencipta.

Pasalnya, Jusman menilai perkembangan dan penerapan kecerdasan buatan memiliki urgensi yang perlu diperhatikan oleh Indonesia sebagai negara dengan populasi besar dan potensi ekonomi yang signifikan serta membutuhkan regulasi yang tepat.

"Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah, bagaimana membuat suatu regulasi yang tepat. Jadi ada payung hukumnya dan pengaman-nya nanti," tutur Jusman.

Sementara itu, Analis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Rionaldo mengusulkan adanya penerbitan kode etik bagi profesi yang menggunakan secara langsung kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Penerbitan kode etik, kata dia, diperlukan lantaran karya yang diciptakan menggunakan kecerdasan buatan tidak bisa dilindungi oleh hak cipta serta tidak memiliki batasan.

"Selama regulasi yang lebih perinci mengenai kecerdasan artifisial belum disusun atau mungkin dalam proses, maka kita membutuhkan semacam kode etik," ucap Rionaldo.

Dia mencontohkan, beberapa profesi yang menggunakan secara langsung kecerdasan buatan, seperti antara lain penulis, akademisi, hingga desainer grafis, yang menghasilkan karya dari kecerdasan buatan maupun menggunakan bantuan kecerdasan buatan.

Saat ini, DJKI sedang berencana menambahkan regulasi terkait kecerdasan buatan ke dalam revisi Undang-Undang Hak Cipta.

Dalam merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pemerintah bertujuan memperkuat perlindungan hak cipta di era digital, mengadaptasi kebijakan hukum hak cipta agar sesuai dengan perkembangan zaman, serta memberikan perlindungan yang lebih maksimal bagi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

"Dengan begitu, para insan kreatif tidak kalah bersaing dengan kecerdasan buatan yang bisa menghasilkan karya dengan cepat dan murah," tuturnya.

Adapun Uni Eropa, Amerika Serikat, China, serta Brasil telah melakukan pengaturan kecerdasan buatan, ada yang berupa perintah eksekutif untuk mengidentifikasi potensi dan risiko kecerdasan buatan serta mekanisme pengawasan agar tidak mengurangi hak fundamental warga.

Di Indonesia, peraturan yang berlaku saat ini yang relevan dengan penggunaan AI, antara lain ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE), Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permen PSE), serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Keluarkan Instruksi Menteri, Menkomdigi: Tindak Tegas Pegawai Kemkomdigi yang Terlibat Perjudian Online

NERACA Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menandatangani Instruksi Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 2 Tahun 2024…

DPR: Pasal "Presidential Threshold" Termasuk Kebijakan Hukum Terbuka

NERACA Jakarta - DPR RI menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas…

Pakar: Kearifan Lokal Harus Diintegrasikan dalam Sistem Hukum

NERACA Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid mengajak masyarakat untuk memandang kearifan lokal sebagai elemen…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Keluarkan Instruksi Menteri, Menkomdigi: Tindak Tegas Pegawai Kemkomdigi yang Terlibat Perjudian Online

NERACA Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menandatangani Instruksi Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 2 Tahun 2024…

Kemenkumham: Perlindungan KI Dukung Inovasi di Tengah Perkembangan AI

NERACA Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menegaskan, perlindungan kekayaan intelektual (KI) saat ini menjadi semakin penting dalam mendukung…

DPR: Pasal "Presidential Threshold" Termasuk Kebijakan Hukum Terbuka

NERACA Jakarta - DPR RI menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas…