NERACA
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pihaknya bersama dengan Kementerian Keuangan tengah mengkaji insentif Pajak Penghasilan (PPh) untuk sektor pariwisata.
"Pemerintah sedang mengkaji (insentif) PPh nya, PPh untuk sektor pariwisata. Untuk sektor pariwisata ini salah satu yang recover-nya paling lambat saat pascaCOVID-19, dan tidak semua sektor pariwisata dari segi keuangannya sudah recover," kata Menko Airlangga saat konferensi pers Pengarahan Komite Cipta Kerja dan Mitra Program Kartu Prakerja di Jakarta, Selasa (23/1).
Menko Airlangga mengungkap insentif tersebut nantinya akan berupa PPh Badan DTP (Ditanggung Pemerintah) sebesar 10 persen. "Jadi pemerintah akan memberikan kemudahan dalam bentuk Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) atau format lain yang nilainya 10 persen dari PPh," ujarnya. Selain itu, Menko Airlangga juga menjelaskan kembali terkait penerapan insentif fiskal terhadap Pajak Penghasilan (PPh) Badan atas Penyelenggara Jasa Hiburan yang naik sebesar 40-75 persen.
Mengacu pada ketentuan pasal 101 Undang-Undang (UU) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), telah diatur bahwa Kepala Daerah secara jabatan dapat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pokok pajak daerah. Hal ini telah ditegaskan oleh Mendagri melalui SE Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 kepada Gubernur Daerah DKI Jakarta dan Bupati/ Wali Kota.
Dengan demikian, kata Airlangga, berdasarkan ketentuan yang ada Kepala Daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pengurangan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Hiburan. Pemberian insentif fiskal dengan pengurangan tarif PBJT hiburan tersebut cukup ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). "Undang-undang HKPD pasal 101 itu memberikan kesempatan untuk pejabat daerah atas nama kepejabatannya untuk memberikan insentif. Jadi itu sudah diberikan dalam undang-undang HKPD, jadi bisa memberikan insentif di bawah 70 persen," jelas Airlangga.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana menyampaikan bahwa kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) khususnya pada kategori kesenian dan hiburan dilakukan dalam rangka pengendalian kegiatan tertentu. "Instrumen fiskal dalam hal ini pajak, tidak hanya nyari duit sebanyak-banyaknya untuk pendapatan daerah, tetapi juga fungsi regulatory atau melakukan pengendalian," katanya.
Lydia mengatakan, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Adapun ketentuan lebih lanjut dari UU HKPD tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
PBJT yang dipungut oleh Kabupaten/Kota di antaranya meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10 persen. Sementara itu, aturan sebelumnya yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35 persen. Ia menyampaikan, hanya tarif bar, kelab malam, diskotek, mandi uap (spa), serta karaoke yang mengalami kenaikan.
NERACA Jakarta – PT Surveyor Indonesia (PTSI) menandatangani nota kesepahaman dengan Dimitra Incorporated (Dimitra) terkait komitmen bersama dalam pendampingan…
Pelaku Usaha Diminta Mandiri dan Inovatif Hadapi Persaingan Global Yogyakarta - Hidup dalam dinamika global, baik dari sisi geopolitik,…
Butuh 2-3 Tahun untuk Seimbangkan Defisit Neraca Perdagangan AS NERACA Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan…
Pelaku Usaha Diminta Mandiri dan Inovatif Hadapi Persaingan Global Yogyakarta - Hidup dalam dinamika global, baik dari sisi geopolitik,…
Butuh 2-3 Tahun untuk Seimbangkan Defisit Neraca Perdagangan AS NERACA Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan…
Pemerintah Diminta Hati-Hati Ambil Kebijakan Komisi Pengemudi Ojol NERACA Jakarta - Pakar ekonomi digital CELIOS Nailul Huda meminta pemerintah harus…